Chereads / Brutal Invasion / Chapter 5 - Pemberontakan Bayangan

Chapter 5 - Pemberontakan Bayangan

Di tengah-tengah upaya pembangunan kembali dan perayaan perdamaian yang baru ditemukan, Soraz dan Xraptar dikejutkan oleh ancaman baru. Sekelompok pemberontak yang dikenal sebagai "Bayangan" muncul dari kedalaman yang belum dipetakan, membawa kekuatan yang belum pernah dilihat sebelumnya.

Miguel Zakon, yang baru saja mulai merasakan beban perang terangkat dari bahunya, segera dipanggil kembali ke tugas. "Kita tidak bisa membiarkan ini terjadi," katanya kepada Jenderal Armand, yang wajahnya tampak pucat oleh berita tersebut. "Kita harus bertindak cepat sebelum 'Bayangan' ini menyebar lebih jauh."

Jenderal Armand mengangguk, kekhawatiran tergambar jelas di wajahnya. "Mereka telah menyerang beberapa desa terpencil. Kekuatan mereka... tidak seperti yang pernah kita hadapi sebelumnya."

Miguel mengumpulkan para perwira dan penasihatnya. "Kita harus menyatukan kekuatan dengan Xraptar. Ini bukan lagi masalah perbatasan atau kebanggaan—ini adalah pertarungan untuk kelangsungan hidup kita."

Dengan persetujuan dari pemimpin Xraptar, Miguel memimpin pasukan gabungan untuk menghadapi 'Bayangan'. Mereka bergerak menuju desa yang terakhir diserang, hanya untuk menemukan bahwa pemberontak telah meninggalkan jejak kehancuran yang mengerikan.

Di tengah reruntuhan, Miguel bertemu dengan seorang pria tua yang selamat dari serangan itu. "Mereka datang seperti badai," kata pria itu dengan suara yang gemetar. "Tidak ada yang bisa menghentikan mereka. Mereka mencari sesuatu... atau seseorang."

Miguel merenungkan kata-kata itu. "Siapa yang mereka cari?" tanyanya.

Pria itu menatap Miguel dengan mata yang lelah. "Seorang anak, seorang anak yang konon memiliki kekuatan untuk mengubah dunia."

Dengan petunjuk baru ini, Miguel memimpin pasukannya untuk melindungi anak yang misterius itu, sambil mencoba memahami maksud sebenarnya dari 'Bayangan'. Mereka menemukan anak itu di sebuah biara yang tersembunyi, seorang gadis muda dengan mata yang tampak mengetahui lebih dari usianya.

"Namaku Aria," katanya kepada Miguel. "Dan aku tahu mengapa mereka mengejarku."

Dengan Aria di sisi mereka, Miguel dan pasukan gabungan Soraz-Xraptar bergerak melalui hutan yang gelap dan lebat, mencari tempat yang aman untuk melindungi gadis muda itu. Aria, meskipun tampak rapuh, berjalan dengan keberanian yang mengejutkan semua orang.

"Kekuatan yang aku miliki," kata Aria saat mereka beristirahat di bawah kanopi pohon yang rindang, "bukanlah sesuatu yang bisa digunakan untuk perang atau kekuasaan. Itu adalah hadiah yang bisa membawa penyembuhan dan pemulihan."

Miguel memandanginya dengan rasa ingin tahu. "Tapi mengapa 'Bayangan' ingin mengejarmu? Apa yang mereka inginkan darimu?"

Aria menundukkan kepalanya, seolah beban dunia ada di pundaknya. "Mereka ingin mengendalikan kekuatan ini, menggunakannya untuk tujuan mereka sendiri. Tapi aku tidak akan membiarkan itu terjadi."

Pada malam yang gelap, ketika hanya suara serangga dan desau angin yang terdengar, 'Bayangan' menyerang. Mereka datang tanpa peringatan, seperti kabut yang tiba-tiba muncul dan menelan segalanya di jalannya.

Pertempuran pecah di tengah hutan. Miguel dan prajurit-prajuritnya bertarung dengan gagah berani, tapi 'Bayangan' tampaknya tidak terkalahkan. Setiap kali satu jatuh, yang lain muncul, seolah mereka tidak pernah habis.

Di tengah kekacauan, Aria berdiri tegak, tangannya terangkat ke langit. Cahaya mulai memancar dari telapak tangannya, menyinari hutan dengan kilauan yang lembut. "Cukup!" teriaknya, suaranya menggema melalui pepohonan.

Cahaya itu tumbuh lebih terang, dan 'Bayangan' mulai mundur, teriakan mereka terdengar penuh rasa sakit dan ketakutan. Miguel, yang terkejut namun terpesona, menyaksikan bagaimana kekuatan Aria mengusir 'Bayangan' dan membawa ketenangan kembali ke hutan.

Ketika fajar menyingsing, 'Bayangan' telah lenyap, dan pasukan Soraz-Xraptar bisa bernapas lega. Aria, yang kekuatannya telah menyelamatkan mereka, jatuh ke tanah, kelelahan.

Miguel dan pasukannya, bersama dengan Aria yang masih lemah, bergerak perlahan meninggalkan hutan yang sekarang tenang. Cahaya fajar yang baru memberikan kehangatan dan harapan, namun pertempuran semalam telah meninggalkan bekas yang dalam pada mereka semua.

"Kita harus kembali ke Soraz," kata Miguel, suaranya penuh dengan kelelahan dan tekad. "Kita perlu mempersiapkan diri jika 'Bayangan' kembali."

Aria, yang ditopang oleh dua prajurit, menoleh ke Miguel. "Aku akan membantu dengan cara apapun yang aku bisa," katanya, suaranya lembut namun kuat. "Kekuatan ini... aku percaya itu adalah kunci untuk mengakhiri semua ini."

Perjalanan kembali ke Soraz adalah perjalanan yang penuh dengan introspeksi. Miguel memikirkan tentang perang yang telah dia lalui, tentang perdamaian yang hampir tercapai, dan tentang ancaman baru yang sekarang menggantung di atas kepala mereka seperti pedang Damokles.

Saat mereka memasuki gerbang kota, rakyat Soraz menyambut mereka dengan sorak-sorai. Namun, sorak-sorai itu segera berubah menjadi bisikan ketika mereka melihat Aria dan mendengar tentang 'Bayangan'.

Di istana, Miguel dan Jenderal Armand mengadakan pertemuan dengan dewan penasihat dan pemimpin Xraptar yang telah datang untuk membantu. "Kita harus bersatu," kata Miguel kepada mereka. "Tidak hanya sebagai dua negara, tetapi sebagai satu dunia yang menghadapi ancaman yang sama."

Pemimpin Xraptar, yang wajahnya menunjukkan tanda-tanda kelelahan yang sama, mengangguk. "Kita akan berdiri bersamamu, Miguel. 'Bayangan' ini adalah musuh kita semua."

Miguel menatap Aria, yang sekarang duduk di sampingnya. "Kau telah melihat kekuatan mereka. Apa yang bisa kita lakukan?"

Aria menutup matanya sejenak, seolah mencari jawaban dalam keheningan. "Kita harus menemukan asal mereka," katanya akhirnya. "Kita harus memahami mereka untuk mengalahkan mereka."