Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Rewinding

🇮🇩Yuhi99
--
chs / week
--
NOT RATINGS
2k
Views
Synopsis
Cerita dimulai ketika Lee Joon-ho menerima sebuah kotak barang pribadi dari rumah orang tuanya yang telah meninggal. Di antara barang-barang tersebut, ia menemukan sebuah album foto yang tidak pernah dilihatnya sebelumnya. Setelah foto kelas sekolah dasarnya jatuh, Joon-ho tiba-tiba berada di Seoul tahun 1998, kembali ke masa dia masih anak-anak. Pada tahun tersebut, seorang teman sekelasnya, Kim Min-ji, menghilang dan ditemukan tewas beberapa hari kemudian. Kematian Kim Min-ji secara resmi dianggap sebagai kecelakaan, tetapi sekarang Joon-ho memiliki kesempatan untuk mengungkap kebenaran sebenarnya.
VIEW MORE

Chapter 1 - Bayang-bayang Masa Lalu

Hujan deras memukul jendela apartemenku saat aku membuka kotak kenangan dari orang tuaku. Dalam kotak itu, sebuah album foto menarik perhatianku.

"Ini pasti sudah berumur puluhan tahun," gumamku, melihat keadaan album yang usang.

Saat aku mengulik halaman demi halaman, sebuah foto jatuh dan mendarat di lantai. Aku menunduk untuk mengambilnya dan tanpa sengaja menyentuh permukaan fotonya dengan jari. Tiba-tiba, segalanya berputar. Ketika pandanganku mulai stabil, aku mendapati diriku di halaman sekolah dengan seragam anak-anak.

"Apa yang terjadi?" tanyaku pada diri sendiri, bingung.

"Joon-ho! Apa kamu baik-baik saja? Kamu terlihat seperti melihat hantu," seru suara di belakangku.

Aku berbalik dan terkejut melihat Hyun-woo, sahabat kecilku, berdiri dengan raut wajah penuh kekhawatiran.

"Hyun-woo? Tunggu, bagaimana bisa"

"Kita terlambat! Guru Kim akan marah jika kita tidak segera ke kelas," potongnya, tidak memberiku kesempatan untuk bertanya lebih banyak. Dia menarik tanganku, dan kami berlari menuju kelas.

Saat kami duduk di bangku kami, aku mencoba memproses kejadian yang baru saja terjadi. Aku, seorang pria dewasa, sekarang terjebak di tubuh anak kecilku, di tahun dimana segala sesuatu akan berubah.

"Hyun-woo, aku... aku tidak mengerti. Ini tidak masuk akal," bisikku padanya.

Hyun-woo menatapku dengan serius, "Apa yang kamu ingat terakhir kali?"

"Saya... saya hanya membuka sebuah album foto, dan kemudian..."

Hyun-woo memandangku dengan ekspresi bingung, "Joon-ho, kamu terlihat sangat pucat. Apakah kamu tidak enak badan?"

Aku mengangguk perlahan, tidak ingin memberikan keterangan lebih. "Mungkin aku hanya membutuhkan sedikit udara segar," sahutku, mencoba menyembunyikan kebingunganku.

"Pastikan kamu baik-baik saja, ya?" Hyun-woo memberiku tatapan yang penuh kekhawatiran sebelum dia kembali fokus pada pelajaran yang diberikan guru.

Duduk di bangku itu, aku menyadari bahwa ada sesuatu yang harus aku lakukan. Aku harus berhati-hati, menjaga rahasia tentang asal-usulku yang sebenarnya, dan mencari cara untuk mengubah masa lalu. Terutama, aku harus mencegah kejadian yang mengakibatkan hilangnya Min-ji, teman sekelas kami. Aku tahu, tindakanku selanjutnya harus dipertimbangkan dengan matang.

Saat bel istirahat berbunyi, aku berdiri perlahan, merasakan beban tanggung jawab yang belum pernah kurasakan sebelumnya. Aku harus mengubah masa lalu, tapi bagaimana caranya? Darimana aku harus mulai?

Aku berjalan keluar kelas, menghirup udara segar yang berhembus di koridor. Anak-anak lain berlarian, tertawa, dan berteriak tanpa beban, sementara aku terjebak dalam dilema waktu.

Di ujung koridor, aku melihat Min-ji, gadis yang harus kuselamatkan. Dia sedang duduk sendirian, menggambar di buku sketsanya. Terkenal dengan sifatnya yang pendiam dan cenderung menjauh dari keramaian, Min-ji selalu tampak terpisah dari yang lainnya.

"Hai, Min-ji," sapaku, mencoba terdengar semudah mungkin.

Min-ji menoleh, tampak sedikit terkejut. Senyumnya, meski ragu-ragu, tetap menawan. "Oh, hai Joon-ho! Apa yang kamu lakukan di sini?"

"Saya hanya lewat dan melihat kamu menggambar. Bolehkah saya lihat?" tawarku, duduk dengan hati-hati di sebelahnya, berusaha tidak terlalu mengganggu.

Dia memberikan buku sketsanya dengan sedikit ragu. Gambar-gambar di buku sketsanya penuh dengan warna dan kehidupan sebuah kontras yang mencolok dengan suasana hati yang terpancar dari dirinya.

"Kamu sangat berbakat," pujiku, melihat sejenak kegembiraan yang muncul di matanya.

Min-ji tersenyum kecil. "Ah, tidak lah. Ini hanya untuk sebatas hobi saja. Joon-ho, kamu tidak seperti biasanya. Ada yang mengganggumu?"

Aku menarik napas, berhati-hati dengan kata-kataku. "Hanya merasa aneh saja hari ini, seperti ada yang tidak beres. Tapi melihat gambar-gambar mu ini membuatku merasa lebih baik."

Dia mengangguk, tampak menerima jawabanku meskipun ada keraguan di matanya. "Aku senang mendengarnya. Jika kamu ingin, kita bisa menggambar bersama setelah sekolah."

Menghabiskan waktu lebih lama dengan Min-ji dan memahaminya lebih dalam tampaknya merupakan langkah yang tepat. "Itu kedengarannya menyenangkan. Aku akan menyukainya."

Saat bel istirahat berakhir, kami kembali ke kelas. Sisa hari itu berlalu dengan cepat, pikiranku sibuk merencanakan. Aku harus mencari tahu apa yang bisa dilakukan untuk melindungi Min-ji. Memahami dirinya lebih dalam mungkin bisa memberi petunjuk tentang bagaimana mencegah tragedi yang akan datang.

Setelah sekolah, kami duduk di bawah pohon di halaman belakang, dikelilingi oleh krayon dan kertas. Min-ji mulai mengajariku beberapa teknik menggambar. Melihatnya begitu fokus dan serius dalam menggambar, membuatku semakin bertekad untuk melindungi gadis kecil ini.

Seiring matahari terbenam, kami mengakhiri sesi menggambar kami. Min-ji memasukkan krayon dan kertas ke dalam tasnya dengan rapi, senyumannya lembut dan puas. "Terima kasih sudah menggambar denganku, Joon-ho. Aku jarang mendapatkan teman untuk berbagi hobi ini."

"Sama-sama, Min-ji. Aku juga menikmatinya," jawabku, sambil memikirkan langkah berikutnya. Aku harus tetap dekat dengan Min-ji, namun juga harus berhati-hati agar tidak terlalu mencolok. Setiap interaksi harus terlihat alami agar tidak menimbulkan kecurigaan.

"Kamu mau ikut pulang bersamaku?" tawar Min-ji tiba-tiba, seolah bisa membaca keraguan yang terselubung di wajahku.

"Boleh juga," jawabku, merasa ini adalah kesempatan untuk melanjutkan menjalin kedekatan dengannya. Kami berjalan bersama melewati jalan-jalan yang mulai diterangi lampu jalanan, membawa kami lebih jauh dari keramaian sekolah.

Saat kami melintasi taman kecil di rute pulang kami, Min-ji tiba-tiba berhenti dan menatap ke arah semak-semak yang bergoyang ringan. "Aku selalu merasa taman ini sedikit menyeramkan saat senja begini," ucapnya dengan suara yang hampir tidak terdengar.

Hatiku berdebar, mengingatkan pada perasaan yang sama yang pernah aku rasakan bertahun-tahun yang lalu. Ini adalah salah satu tempat yang seringkali muncul dalam mimpi burukku—tempat yang harus aku waspadai. "Kita tidak harus lewat sini jika kamu tidak nyaman," tawarku.

Min-ji menggeleng. "Tidak, itu hanya perasaanku saja. Ayo terus berjalan." Suaranya mantap, tapi aku bisa merasakan ada ketegangan yang tidak diucapkannya.

Kami melanjutkan berjalan, langkah kami menggema di jalan yang sepi. Aku mencoba membawakan topik lain untuk mengalihkan perhatian dari suasana yang mulai menegang. "Kamu biasa menggambar apa selain pemandangan?"

Dia tersenyum, tampak sedikit lebih rileks. "Aku suka menggambar binatang. Kucing, burung, terkadang naga atau makhluk mitologi lainnya."

"Wow, itu pasti menarik!" sahutku, sambil berpikir bahwa setiap momen ini mungkin penting, bahwa setiap percakapan bisa jadi membuka jalan untuk melindungi Min-ji.

Saat kami mendekati rumahnya, Min-ji berhenti lagi, kali ini dengan ekspresi lebih serius. "Joon-ho, terima kasih ya sudah menemani aku. Ini membuatku merasa lebih aman."

Melihat kekhawatiran yang tersirat dalam matanya, aku merasakan dorongan yang kuat untuk mengatakan sesuatu yang meyakinkan. "Aku akan selalu di sini untuk kamu, Min-ji. Jangan ragu untuk memanggilku jika kamu merasa tidak aman lagi."

Min-ji mengangguk, senyumnya muncul kembali, kali ini dengan rasa terima kasih yang dalam. "Aku akan ingat itu."

Kami berpisah di depan rumahnya, dan aku berjalan pulang sambil merenung. Hari ini mungkin berakhir dengan damai, tapi perjalanan yang harus kulalui masih panjang dan penuh dengan misteri.