Keesokan harinya, Min-ji dan aku berkumpul di gerbang taman segera setelah sekolah. Kami membawa peralatan yang kami rasa perlu untuk memeriksa patung itu lebih lanjut—senter, catatan, dan kamera. Tidak ada keraguan lagi bahwa kami tenggelam dalam misteri yang lebih dalam dari yang kami duga.
"Kita mungkin harus berhati-hati," kataku sambil mengeluarkan senter dari tas. "Kalau seniman yang membuat patung itu benar-benar mengalami sesuatu yang aneh, kita tidak tahu apa yang mungkin kita temukan."
Min-ji mengangguk, wajahnya serius. "Aku sudah memikirkannya sepanjang malam. Tidak peduli apa yang kita temukan, kita harus siap."
Dengan hati-hati kami berjalan melalui jalur yang sekarang kami sudah hafal menuju patung yang tersembunyi itu. Hari mulai gelap, dan bayangan-bayangan di taman tampak lebih dalam dan lebih gelap dari biasanya, memberi suasana yang agak suram. Tiba di patung, kami langsung mulai bekerja.
Aku mengambil sikat kecil dan mulai membersihkan lebih banyak area plakat yang belum kami jelajahi kemarin. Sementara itu, Min-ji dengan kamera digitalnya mulai mengambil gambar dari sudut yang berbeda-beda, berharap menangkap detail yang mungkin kami lewatkan.
Setelah beberapa menit bekerja dalam diam, sikatku menemukan sesuatu yang terasa lebih kasar dibanding bagian lain pada plakat. Aku berhenti dan menggunakan senter untuk memperjelas pandangan. Ada semacam simbol atau gambar kecil yang terukir di bawah lumut tebal.
"Min-ji, lihat ini. Ada semacam simbol di sini," panggilku. Min-ji mendekat dengan kamera dan lampu sorotnya, membantu memperjelas gambaran yang terlihat.
"Itu terlihat seperti... sebuah kunci?" Min-ji bertanya, heran. Gambar itu, meski sederhana, menunjukkan sebuah kunci dengan gagang yang rumit, terukir dalam gaya yang tidak biasa.
"Sebuah kunci," gumamku. "Mungkin ini adalah bagian dari teka-teki yang lebih besar. Seniman mungkin menyimpan sesuatu yang penting yang terkait dengan patung ini."
"Kita harus mencari tahu apa ini," kata Min-ji, semangatnya terbakar lagi. "Mungkin ini adalah petunjuk tentang apa yang hilang atau tersembunyi di sini."
Kami menghabiskan beberapa jam lagi di taman, mengambil gambar dan mencatat segala sesuatu yang kami temukan. Sebelum meninggalkan taman, kami memutuskan untuk berbicara dengan beberapa orang tua di kota yang mungkin tahu lebih banyak tentang sejarah lokal atau tentang seniman yang membuat patung tersebut.
Malam itu, kami pulang dengan lebih banyak pertanyaan daripada jawaban, tetapi dengan sebuah petunjuk baru yang mungkin membawa kami satu langkah lebih dekat ke kebenaran. Simbol kunci itu, terukir di dasar patung, tampaknya menjadi kunci untuk membuka lapisan-lapisan misteri yang belum terpecahkan.
Dengan simbol kunci yang baru ditemukan, Min-ji dan aku menghabiskan hari berikutnya di perpustakaan lokal, menggali lebih dalam tentang sejarah patung dan seniman yang menciptakannya. Kami berdua merasa seperti detektif dalam cerita misteri, mencari petunjuk yang bisa membantu kami memecahkan teka-teki ini.
Pustakawan yang ramah membantu kami mencari melalui arsip lama, dan akhirnya kami menemukan referensi ke sebuah pameran temporer yang pernah diadakan di galeri seni kota sekitar waktu patung itu dibuat. Dalam catatan pameran itu, ada sebuah artikel yang membahas tentang inspirasi dan motif seniman, yang mencatat bahwa seniman tersebut terobsesi dengan konsep 'waktu' dan 'memori'.
"Ini bisa jadi sangat relevan," kata Min-ji, matanya berbinar saat dia menunjukkan sebuah kutipan yang menarik. "Dia mengatakan di sini bahwa karya-karyanya adalah 'kunci' untuk membuka 'pintu' ke masa lalu dan pengalaman yang terlupakan."
Kami memutuskan untuk mengunjungi galeri seni tersebut untuk mencari tahu lebih banyak. Keesokan harinya, kami disambut oleh kurator galeri, seorang wanita paruh baya dengan pengetahuan luas tentang sejarah seni lokal. Setelah kami menjelaskan tujuan kami, dia mengarahkan kami ke beberapa karya arsip dan dokumentasi tentang seniman tersebut.
"Ah, dia adalah tokoh yang sangat misterius, bahkan di masanya," kurator itu berkata, membuka sebuah buku besar yang berdebu. "Banyak yang percaya bahwa dia menyembunyikan sesuatu dalam karya-karyanya, sebuah pesan atau mungkin sebuah rahasia."
Min-ji dan aku saling pandang, merasa semakin yakin bahwa kami berada di jalur yang benar. Kami menghabiskan beberapa jam berikutnya menyelami dokumentasi itu, mencari petunjuk atau simbol lain yang mungkin berkaitan dengan patung tersebut.
Di salah satu catatan pribadi seniman, kami menemukan gambar yang sangat mirip dengan simbol kunci yang kami temukan di patung. Di bawahnya, tertulis, "Kunci itu ada di tempat yang kita lupa untuk melihat."
"Apakah mungkin dia berbicara tentang lokasi fisik di taman? Tempat yang orang lupa atau abaikan?" tanya Min-ji, suaranya penuh dengan kegembiraan detektif.
"Kita harus kembali ke taman," aku menyarankan. "Mungkin kita harus mencari lebih dekat di sekitar patung itu sendiri atau area yang kurang diperhatikan orang."
Keesokan harinya, kami kembali ke taman dengan pandangan baru. Kami menghabiskan sore itu menyisir area sekitar patung, mencari sesuatu yang tidak biasa atau tersembunyi. Saat matahari mulai terbenam, dan bayangan menjadi lebih panjang, Min-ji terpeleset di sebuah batu yang tampaknya lebih licin dari yang lain.
"Jon, lihat!" dia berseru. Di bawah batu, tersembunyi oleh dedaunan dan tanah, adalah sebuah kotak kecil, tampak tua dan berdebu. Kami berdua berjongkok untuk memeriksanya lebih dekat. Aku dengan hati-hati membuka kotak itu dan menemukan, di dalamnya, sebuah lembaran kertas yang dilipat rapi dan sebuah kunci kecil.
Dengan tangan yang gemetar sedikit, aku membuka kertas itu. Di dalamnya, sebuah pesan singkat namun menggugah tertulis: "Untuk mengungkap masa lalu, gunakan ini untuk membuka kenangan yang terkunci."
"Kunci dan kotak ini... ini harus ada hubungannya dengan patung dan seniman!" kata Min-ji, antusiasnya tidak tertahankan. "Kita perlu mencari tahu apa yang sebenarnya 'dikunci' oleh seniman ini."
Kami memutuskan untuk membawa kotak dan kunci tersebut kembali ke galeri seni keesokan harinya untuk meminta bantuan lebih lanjut dalam mengungkap misteri ini, berharap bahwa kami akhirnya akan membuka pintu ke masa lalu yang telah lama terlupakan.
Dengan simbol kunci yang baru ditemukan segar di benak kami, Min-ji dan aku menghabiskan hari berikutnya di perpustakaan lokal, menggali lebih dalam tentang sejarah patung dan seniman yang menciptakannya. Kami berdua merasa seperti detektif dalam cerita misteri, mencari petunjuk yang bisa membantu kami memecahkan teka-teki ini.
Pustakawan yang ramah membantu kami mencari melalui arsip lama, dan akhirnya kami menemukan referensi ke sebuah pameran temporer yang pernah diadakan di galeri seni kota sekitar waktu patung itu dibuat. Dalam catatan pameran itu, ada sebuah artikel yang membahas tentang inspirasi dan motif seniman, yang mencatat bahwa seniman tersebut terobsesi dengan konsep 'waktu' dan 'memori'.
"Ini bisa jadi sangat relevan," kata Min-ji, matanya berbinar saat dia menunjukkan sebuah kutipan yang menarik. "Dia mengatakan di sini bahwa karya-karyanya adalah 'kunci' untuk membuka 'pintu' ke masa lalu dan pengalaman yang terlupakan."
Kami memutuskan untuk mengunjungi galeri seni tersebut untuk mencari tahu lebih banyak. Keesokan harinya, kami disambut oleh kurator galeri, seorang wanita paruh baya dengan pengetahuan luas tentang sejarah seni lokal. Setelah kami menjelaskan tujuan kami, dia mengarahkan kami ke beberapa karya arsip dan dokumentasi tentang seniman tersebut.
"Ah, dia adalah tokoh yang sangat misterius, bahkan di masanya," kurator itu berkata, membuka sebuah buku besar yang berdebu. "Banyak yang percaya bahwa dia menyembunyikan sesuatu dalam karya-karyanya, sebuah pesan atau mungkin sebuah rahasia."
Min-ji dan aku saling pandang, merasa semakin yakin bahwa kami berada di jalur yang benar. Kami menghabiskan beberapa jam berikutnya menyelami dokumentasi itu, mencari petunjuk atau simbol lain yang mungkin berkaitan dengan patung tersebut.
Di salah satu catatan pribadi seniman, kami menemukan gambar yang sangat mirip dengan simbol kunci yang kami temukan di patung. Di bawahnya, tertulis, "Kunci itu ada di tempat yang kita lupa untuk melihat."
"Apakah mungkin dia berbicara tentang lokasi fisik di taman? Tempat yang orang lupa atau abaikan?" tanya Min-ji, suaranya penuh dengan kegembiraan detektif.
"Kita harus kembali ke taman," aku menyarankan. "Mungkin kita harus mencari lebih dekat di sekitar patung itu sendiri atau area yang kurang diperhatikan orang."
Keesokan harinya, kami kembali ke taman dengan pandangan baru. Kami menghabiskan sore itu menyisir area sekitar patung, mencari sesuatu yang tidak biasa atau tersembunyi. Saat matahari mulai terbenam, dan bayangan menjadi lebih panjang, Min-ji terpeleset di sebuah batu yang tampaknya lebih licin dari yang lain.
"Joon, lihat!" dia berseru. Di bawah batu, tersembunyi oleh dedaunan dan tanah, adalah sebuah kotak kecil, tampak tua dan berdebu. Kami berdua berjongkok untuk memeriksanya lebih dekat. Aku dengan hati-hati membuka kotak itu dan menemukan, di dalamnya, sebuah lembaran kertas yang dilipat rapi dan sebuah kunci kecil.
Dengan tangan yang gemetar sedikit, aku membuka kertas itu. Di dalamnya, sebuah pesan singkat namun menggugah tertulis: "Untuk mengungkap masa lalu, gunakan ini untuk membuka kenangan yang terkunci."
"Kunci dan kotak ini... ini harus ada hubungannya dengan patung dan seniman!" kata Min-ji, antusiasnya tidak tertahankan. "Kita perlu mencari tahu apa yang sebenarnya 'dikunci' oleh seniman ini."
Kami memutuskan untuk membawa kotak dan kunci tersebut kembali ke galeri seni keesokan harinya untuk meminta bantuan lebih lanjut dalam mengungkap misteri ini, berharap bahwa kami akhirnya akan membuka pintu ke masa lalu yang telah lama terlupakan.
Pagi itu, dengan kotak misterius dan kunci di tangan, Min-ji dan aku kembali ke galeri seni, bersemangat untuk mendapatkan bantuan dari kurator. Langkah kami cepat, didorong oleh rasa penasaran yang semakin mendalam dan harapan akan penemuan besar.
Saat kami menunjukkan kotak dan kunci kepada kurator, matanya membesar dalam kekaguman dan kejutan. "Ini luar biasa," katanya sambil memeriksa kunci dan kotak dengan cermat. "Kalian berdua telah menemukan sesuatu yang sangat penting. Mari kita lihat apa yang bisa kita lakukan dengan ini."
Kami mengikuti kurator ke sebuah ruangan di belakang galeri yang penuh dengan berbagai alat untuk pemeliharaan dan pemulihan karya seni. Dia dengan hati-hati meletakkan kotak di atas meja kerja dan menggunakan kunci untuk membukanya. Sesaat, suasana menjadi hening, semua mata tertuju pada apa yang mungkin terungkap.
Di dalam kotak, ada beberapa objek: sebuah buku catatan kecil, beberapa foto lama, dan sebuah peta kecil yang terlipat rapi. Kurator mulai dengan membuka buku catatan, membalik halaman-halaman yang sudah menguning dengan lembut. Tulisannya rapat dan terperinci, tampaknya merupakan jurnal pribadi sang seniman.
"Catatan ini... sepertinya dia mencatat observasi dan pemikirannya tentang berbagai tempat di taman dan kota ini," kata kurator, matanya bergerak cepat membaca entri-entri. "Lihat ini, dia sering menyebutkan sebuah 'tempat tersembunyi' di taman, tempat dia merasa paling damai dan terinspirasi."
Min-ji dan aku saling pandang, rasa penasaran kami semakin memuncak. "Apakah mungkin dia menyembunyikan sesuatu di sana?" tanyaku.
"Itu sangat mungkin," jawab kurator. "Dan peta ini mungkin akan membantu kita menemukan lokasi tepatnya."
Dia membuka peta itu di atas meja, dan kami melihat bahwa ada beberapa tempat yang ditandai dengan tinta merah, salah satunya berada tidak jauh dari patung yang kami selidiki. Kami memutuskan untuk pergi ke sana, membawa semua barang dari kotak tersebut, berharap mendapat lebih banyak jawaban.
Tiba di taman, kami mengikuti peta yang menuju ke sebuah bagian yang lebih terpencil dan kurang terawat. Daerah itu dipenuhi dengan pepohonan tua dan semak belukar, memberikan kesan seperti memasuki dunia lain, jauh dari kebisingan kota.
Setelah beberapa menit mencari, kami menemukan sebuah batu besar dengan simbol yang sama dengan yang ada di kotak. Di bawah batu itu, tersembunyi oleh tanaman dan lumut, kami menemukan sebuah kotak logam lain yang lebih besar.
Dengan perasaan campur aduk antara gugup dan teruja, aku memasukkan kunci ke dalam gembok yang mengamankan kotak itu dan memutarnya. Dengan suara klik, gembok itu terbuka, dan kami perlahan-lahan membuka tutup kotak itu.
Di dalamnya, kami menemukan koleksi benda-benda pribadi yang tampaknya milik seniman—catatan lebih lanjut, sketsa, dan beberapa barang antik kecil. Tapi yang paling menonjol adalah sebuah album foto tua yang penuh dengan gambar-gambar dari taman, beberapa di antaranya menunjukkan sosok-sosok yang tampaknya penting bagi seniman.
Setiap foto disertai dengan catatan singkat, menjelaskan siapa orang-orang tersebut dan mengapa mereka penting. Terlihat jelas bahwa seniman itu tidak hanya mencatat kenangan pribadinya tetapi juga kenangan kolektif yang terjalin di dalam taman ini.
Dengan penemuan ini, kami merasa telah membuka sebagian dari masa lalu yang telah lama terkunci. Meskipun masih banyak yang harus dipelajari dan diungkap, langkah yang kami ambil hari itu di galeri dan taman membuka pintu untuk lebih memahami bukan hanya seni tetapi juga kehidupan sang seniman. Kami kembali ke galeri, berjanji untuk kembali lagi dengan lebih banyak waktu dan alat untuk terus menjelajahi kenangan yang telah lama terlupakan ini.