Pembicaraan dengan Abrisam membuat Altair gelisah hingga keesokan harinya. Ia ingin bertanya pada ibu dan kakeknya tapi karena belum memiliki informasi yang lengkap, Altair menunda keinginan itu. Tumpukan dokumen di atas mejanya tak mampu membuat Altair berkonsentrasi seperti biasa, pikirannya tentang Vipera dan keluarganya terus mengganggu.
'Dia bilang Kakek adalah salah satu orang yang terlibat dalam meruntuhkan Keluarga Santana, apakah Vipera tahu tentang itu?' pikirnya masygul. Dadanya berdetak tidak nyaman saat menatap wajah Vipera yang cerita ketika berbincang bersama Rully, sepertinya mereka tengah membicarakan sesuatu yang sangat menarik.
'Rully pernah mengatakan bahwa ibunya mengenal ibu Vipera, apakah dia juga mengetahui hubungan mereka?' pikiran itu membuat Altair semakin tidak tenang. 'Aku harus mencaritahu apa yang sebenarnya terjadi dan bagaimana Keluarga Santana bisa hancur.'
Ia akhirnya memutuskan untuk menghubungi Abrisam terlebih dahulu. Bertekad untuk mendengar secara lengkap cerita versi pria itu sebelum ia bicara pada ibunya.
"Jadi kau memutuskan untuk mendengar seluruh kebenarannya?" tanya Abrisam, keduanya bertemu di sebuah ruang privat yang dijaga beberapa orang diluar.
"Tidak ada yang tahu apakah itu kebenaran atau hanya sekedar rumor bukan?" ujar Altair, bertekad tidak akan menelan begitu saja apapun yang dikatakan Abrisam nantinya.
Pria setengah baya itu tersenyum, terlihat kesal mendengar jawaban Altair. "Mungkin akan sulit bagimu untuk mempercayainya karena semua itu berkaitan dengan kakek dan ibumu. Aku tidak akan bicara hal baik tentang mereka," sahutnya kemudian.
"Jadi, apa yang terjadi pada Zelene?"
"Kalau itu yang kau tanyakan, kurasa kau bisa bertanya pada ibumu atau Afon. Karena hanya mereka yang tahu persis apa yang terjadi pada Zelene setelah ia melahirkan putrinya," jawab Abrisam.
"Yang bisa kukatakan padamu, bahwa sejak remaja ibumu dan Zelene adalah sahabat karib. Hubungan mereka lebih dekat ketimbang hubungan Zelene dan Alisha," sambungnya. "Kedekatan yang berlanjut setelah Zelene menikah dengan Afon. Perjodohan antara keluarga Afon dan keluargamu berawal dari persahabatan mereka, dan sejatinya perjodohan itu diatur untukmu dan Vipera. Bukan kau dengan Anjani."
"Saya sudah mengakhiri pertunangan itu," jawab Altair pelan, ia tahu Abrisam tidak perlu mengetahui kenyataan itu tapi entah mengapa ia merasa pria itu harus tahu.
"Kau mengakhiri pertunangan kalian?" heran Abrisam. "Karena Vipera?"
"Entahlah, saya hanya merasa tidak bisa melanjutkan hubungan itu."
Sejenak Abrisam menatap pria muda di hadapannya dengan tatapan menyelidik. "Tapi jika kau memang mencintai Vipera, sekuat apapun kau berusaha keluargamu terutama kakek dan ibumu tidak akan pernah bisa menerimanya. Karena hubungan keluargamu dan Keluarga Santana di masa lalu sangatlah buruk."
"Sebenarnya apa yang terjadi?"
"Entahlah, tapi yang aku tahu Kakekmu Ron sangat membenci Keluarga Santana sekalipun mereka tidak pernah memperlihatkan kebencian itu secara nyata. Di mata orang lain hubungan mereka sangatlah baik, karena itu persahabatan ibumu dan Zelene sering dianggap sebagai sesuatu yang wajar karena orang tua mereka adalah rekan bisnis. Yang aku tahu, hubungan Ron dan Santana retak ketika Santana mendapatkan proyek besar yang juga diincar kakekmu. Ron bahkan sempat berharap dia dan Santana bisa melakukan proyek itu bersama, tetapi karena sebuah alasan hanya Santana yang terpilih. Karena kehilangan proyek itu, Ron mengalami kerugian yang tidak sedikit. Dan sejak itu hubungan mereka tidak pernah lagi membaik. Sekalipun mereka masih saling menyapa di setiap forum, tapi siapapun bisa melihat bahwa itu hanya sebuah kepura-puraan."
"Dan ketika Zelene memilih menikah dengan Afon karena perjanjian keluarga, Ron mulai mendekati Afon. Entah perjanjian apa yang mereka buat tapi Ron sangat mendukung hubungan Afon dengan Felicia."
"Bukankah dia pernah menjadi istri Anda?" tanya Altair tajam.
Abrisam mengangguk, "Aku terpaksa menikahinya agar ia berhenti mengganggu Zelene."
'Ternyata Lev belajar darinya,' ketus Altair dalam hati.
"Tapi itu sama sekali tidak berguna bukan?" kekeh Altair, membuat Abrisam terpaksa tersenyum masam.
"Yah, justru hal itu membuat mereka semakin kokoh. Felicia secara diam-diam mengambil banyak informasi dariku tanpa kusadari. Ia mempengaruhi beberapa orang di sekitarku dan menggunakan seluruh informasi tentang Santana yang ia peroleh secara diam-diam itu untuk menyusun rencana bersama Afon dan Ron. Mereka secara bertahap mengalihnamakan perusahaan Santana satu per satu dan menggerogoti perusahaan itu dari dalam. Syukurnya, mereka tidak pernah tahu bahwa Zelene memiliki perusahaan sendiri yang terpisah dari Santana. Perusahaan yang tidak tersentuh oleh Afon dan Ron, perusahaan yang kurasa ia wariskan pada Vipera sekarang?"
"Tuan Theo yang menjalankan perusahaan itu, Vipera bekerja pada saya," sahut Altair. Untuk beberapa saat, Abrisam terlihat terkejut. Ia berdiam diri sebentar, berdehem dan mengangguk.
"Yah, tentu saja. Theo dan Alisha adalah orang kepercayaan Zelene. Jika bukan karena mereka, mungkin Santana benar-benar hancur. Karena merekalah, Afon tidak pernah mengetahui bahwa Santana masih berjalan sampai sekarang sekalipun seluruh keluarga itu sudah lenyap."
"Lenyap?"
"Ya, hanya tersisa Vipera. Karena di hari Zelene melahirkan, orang tua dan beberapa kerabatnya sedang dalam perjalanan kembali dari acara keluarga. Mereka bergegas kembali karena Zelene melahirkan. Perjalanan yang tak pernah mereka selesaikan karena kendaraan yang membawa mereka terjatuh dan meledak di sebuah jurang yang cukup jauh dari kota. Tidak ada yang tahu apa yang sebenarnya terjadi pada kendaraan itu, tapi seluruh penumpangnya meninggal dan terbakar bersama kendaraan itu. Tidak satupun yang selamat."
"Bus yang membawa mereka hancur berkeping-keping di dasar jurang. Jasad penumpang sangat sulit dikenali karena terbakar. Hanya DNA mereka yang menunjukkan bahwa mereka adalah keluarga Santana."
"Lalu, Anda menyebut bahwa Kakek dan Mama terlibat?"
"Sebelum kejadian itu, ibumu mengambil data perjalanan Keluarga Santana secara diam-diam. Beberapa anak perusahaan Santana juga sudah dialihkan pada Ron. Aku memiliki catatannya," ujar Abrisam seraya mendorong setumpuk berkas tebal pada Altair yang menatap berkas itu dengan alis hampir bertaut.
"Kau bisa mempelajari seluruh berkas itu, semuanya bukti bahwa Afon dan Ron mengubah kepemilikan beberapa anak perusahaan Santana menjadi nama mereka ada disana. Dan ini," Abrisam memberikan sebuah flashdisk kecil padanya. "Didalam itu ada beberapa bukti lain yang membuktikan bahwa ibumu terlibat dalam pengkhianatan yang membunuh seluruh keluarga Santana."
"Kau boleh menguji dan mencari tahu lebih jauh bukti yang kubawa padamu hari ini," pungkas Abrisam.
Altair meraih kedua benda itu dan menimang flashdisk di tangannya. "Setelah kau mempelajari semuanya, kuharap kau bisa membuat keputusan apakah kau akan meneruskan perasaanmu pada Vipera atau kau akan berhenti. Karena, sejujurnya aku tidak ingin melihat anak itu menderita di keluargamu. Kecuali kau bisa melindunginya dengan baik dari keluargamu."
"Baiklah," ujar Altair.
"Ah, apakah kau tahu bahwa ibumu menghubungi pengacaraku?" tanya Abrisam.
Pertanyaan yang membuat Altair menggeleng seketika. "Mama mencari pengacara Anda?" tanyanya heran. Abrisam mengangguk, pria itu beberapa saat mencari sesuatu di ponselnya sebelum kemudian memberikan benda tipis itu pada Altair.
"Sepertinya dia mencaritahu tentang Vipera dan Zelene," uajr Abrisam kemudian.
Altair meraih ponsel Abrisam, wajahnya berubah ketika melihat ibunya berbincang dengan pengacara Abrisam.
"Apa Anda sungguh tidak pernah tahu apa yang terjadi pada Zelene setelah ia melahirkan? Abrisam tidak mungkin tidak mengetahui kemana dia pergi bukan? Dan Abrisam juga tidak mungkin tidak mengetahui bahwa putri Zelene masih hidup," tanya Talisha pada pengacara Abrisam.
Altair menatap wajah ibunya dalam video.
"Kenapa Anda tiba-tiba bertanya tentang Zelene dan putrinya?"
"Ada yang harus kupastikan," sahut Talisha.
"Tapi maaf Nyonya Talisha, saya tidak pernah tahu bahwa putri Zelene masih hidup. Jika saya tahu dia masih hidup, saya adalah orang pertama yang akan melindunginya dari orang-orang seperti Anda," sahut pengacara Abrisam.
"Apa yang Anda inginkan? Apakah Anda ingin menghapus satu-satunya keluarga Santana yang tersisa jika putri Zelene masih hidup?"
Talisha terlihat menghela nafas panjang. "Tidak...aku hanya berharap dia benar-benar hidup dengan baik."
Reinhart si pengacara terdengar tertawa sarkas. "Kenapa? Apa akhirnya Anda menyesal? Ah, pengkhianat yang telah merencanakan segalanya dari awal tidak mungkin menyesal bukan? Apalagi dari pengkhianatan itu Anda dan keluarga Anda hidup dengan sangat baik."
Talisha bangkit dengan wajah tidak bisa ditebak, ia menatap pengacara Abrisam dengan sedikit riak kemarahan di wajahnya. "Sepertinya Anda tidak tahu apa-apa," sahutnya kemudian.
"Jikapun saya mengetahui sesuatu, seharusnya Anda tahu saya tidak akan mengatakan apapun pada Anda. Seorang pengkhianat seperti Anda tidak layak dipercaya Nyonya Talisha."
"Cukup! Kau tidak berhak mengatakan itu!" kecam Talisha seraya menderap pergi. Wajahnya terlihat sangat kesal saat meninggalkan pengacara Abrisam.
Altair mengembalikan ponsel Abrisam setelah video itu berakhir dengan dada berdegup tidak nyaman, sepertinya, ibu dan kakeknya memang terlibat dalam kehancuran keluarga Santana. Dan apakah ibunya mengetahui keberadaan ibu Vipera? Pertanyaan itu menghantui Altair hingga mereka keluar dari ruang privat tersebut.
Ia mengurung diri di ruangan sepanjang sisa hari itu, memeriksa semua berkas dari Abrisam dan membuka semua file di flashdisk yang diberikan pria itu. Beberapa lembar terakhir dari berkas yang ia pegang terlihat bergetar di ujung jarinya yang gemetar. Altair melempar berkas terakhir itu hingga berserakan di atas meja dan lantai. Lalu melempar punggungnya ke sandaran kursi hingga tempat duduk tinggi yang terbalut kulit asli itu sedikit bergoyang.
Pemuda itu memijit tulang diantara kedua matanya, kepalanya berdenyut dalam rasa yang sangat tidak nyaman. 'Bagaimana Mama bisa hidup dengan tenang setelah melakukan semua itu?' getirnya dalam hati.
Batin Altair bergolak, pantas saja ibu dan kakeknya berusaha setengah mati agar ia menikahi Anjani. Ternyata itu sudah mereka rencanakan sejak lama, sekali lagi ia memeriksa beberapa file yang ada di dalam flashdisk, mengkopinya ke folder yang ia beri kata sandi di laptopnya. Lalu menyimpan flashdisk itu ke dalam laci.
Altair menatap wajah Vipera di layar laptopnya, sudah sejak beberapa minggu terakhir ia menggunakan wajah cantik itu sebagai background. Foto yang ia ambil secara sembunyi-sembunyi saat mereka rapat. Ia menghembuskan napas panjang saat menatap mata Vipera. Bertanya-tanya dalam hati apakah gadis itu tahu apa yang terjadi dengan ibunya? Tidak mungkin Theo dan Alisha tidak menceritakan apa yang telah terjadi. Dan Bi Sumi juga pasti tahu apa yang terjadi saat itu.
Jika dia sudah mengetahui semua itu apakah dia sengaja datang ke perusahaannya untuk membalas dendam?
Pikiran itu sempat terlintas di benak Altair, apalagi dengan Dan yang bahkan memposisikan diri sebagai asistennya. Mereka mungkin sengaja datang?
Pikiran itu membuat Altair berpikir bahwa ia harus waspada dengan mereka sekarang. Tapi mengingat sikap Dan maupun Vipera selama ini, ia seketika menyangkalnya.
'Jika dia tahu apa yang terjadi, dia tidak mungkin bersedia ditindas oleh Afon. Dia pasti akan memanfaatkan perusahaannya untuk hidup lebih layak, tapi Dan dan Ruli juga mengatakan bahwa selama ini Vip bekerja paruh waktu untuk membiayai hidupnya. Uang yang ditinggalkan Zelene untuknya lebih banyak dihabiskan Afon dan keluarganya ketimbang ia menggunakannya sendiri,' pikiran itu membuatnya merasa lebih tenang.
Tapi, rasanya saat ini Altair sudah tidak lagi punya muka untuk berhadapan dengan gadis itu. Karena bagaimanapun, ia pernah hidup dari hasil rampasan ibu dan kakeknya. Sesuatu yang seharusnya milik Vipera.
'Aku harus mengembalikan semua itu padanya,' pikir Altair. Ia membuka mata dan meluruskan punggung. Menutup laptop dan bangkit.
Dan menoleh ketika Altair berdiri di sisi mejanya, berdiri di sana sambil menatap Vipera di kejauhan. Dan mengikuti tatapannya dan menggeleng pelan.
"Kalau suka bilang aja," cetusnya, membuat Altair mendelik kesal. Apalagi ia mendengar cekikikan Emily dari meja sebelah. Wanita ayu itu menyembunyikan wajahnya di balik berkas yang pastinya tidak ada yang lucu disana.
"Bawa aku bertemu orang tuamu," ujar Altair kemudian. Dan melengak mendengar permintaan itu. Tapi mengangguk kemudian. Ia sudah mendengar pertemuan Vipera dan Altair dengan Abrisam. Pastinya, Abrisam sudah menceritakan sedikit banyak tentang masa lalu orang tua mereka.
"Kau sedang melakukan penyelidikan?" tanya Dan.
Altair menoleh dan menatap asistennya itu. "Bukankah itu patut aku lakukan?"
Dan tertawa, ia tahu apa yang tengah dibicarakan Altair. "Kau pikir aku datang kesini karena ingin membantunya balas dendam?" kekehnya. "Jika kami ingin melakukan itu, aku akan datang ke perusahaan kakekmu. Karena dia yang bersalah bukan kau."
Ucapan itu menohok Altair, ia menatap Dan dengan tatapan perasaan bersalah.
"Dia selalu ingin bekerja di perusahaan ini karena menurutnya perusahaanmu adalah perusahaan terbaik. Dia bekerja keras untuk masuk kesini, karena itu aku datang lebih dulu agar tidak ada yang mengganggunya," ujar Dan kemudian.
"Kau meninggalkan perusahaanmu hanya untuk menjaganya?"
"Tentu saja, dia sudah seperti adik bagiku. Ah, tidak. Dia memang adikku," ujar Dan tegas. "Lagipula perusahaan yang dijalankan orang tuaku bukan milik kami sepenuhnya. Lebih dari separuhnya adalah milik Vipera."
"Dia tidak tahu itu?"
"Tidak. Orang tuaku tidak mengizinkan siapapun dari kami menceritakan apa yang terjadi di masa lalu padanya. Afon memperlakukannya dengan sangat buruk dan mereka tidak ingin menambah rasa sakitnya dengan rahasia kelam itu."
"Kenapa? Dia berhak tahu dan kalian seharusnya bisa membantunya untuk membalas dendam," sergah Altair.
"Baiklah, aku akan membawamu bertemu orang tuaku," sahut Dan. "Mereka akan menjawab semua pertanyaanmu."
Alisha dan Theo saling pandang ketika Altair muncul bersama Dan. Sekalipun putra mereka sudah memberitahu bahwa Altair akan datang, tapi tetap saja rasanya aneh. Altair sendiri merasa canggung, jika saja ia belum mengetahui apa yang terjadi di masalalu mungkin bertemu mereka bukanlah yang sulit baginya. Tapi saat ini, ada beban berat yang menggayuti hati pria itu ketika berhadapan dengan orang tua Dan. Orang-orang yang ia tahu adalah saksi kekejaman ibu dan kakeknya.
"Tanyakan apa saja yang ingin kau tanyakan," ujar Dan, bersama Altair ia memang punya kesepakatan bahwa mereka hanya akan menjadi atasan dan bawahan semata di kantor. Diluar pekerjaan mereka adalah teman.
"Ini tentang apa?" tanya Alisha, mewakili suaminya yang menatap Altair dengan tatapan tidak bersahabat.
"Mungkin ini terdengar sedikit aneh, tapi saya ingin tahu apa yang terjadi sebelum Zelene menghilang," ujar Altair.
Theo terlihat terkejut dengan pertanyaan itu, pria itu meluruskan punggung dan menatap Altair tajam. "Kau bertanya karena memang tidak tahu atau kau ingin mencari tahu keberadaan Zelene?" tanyanya.
"Saya benar-benar tidak tahu, Paman. Jika Paman Abrisam tidak memberikan begitu banyak data dan bukti, saya tidak akan pernah mengetahui bahwa keluarga saya telah menghancurkan Santana," jawab Altair. Ia memberikan beberapa berkas yang diberikan Abrisam padanya, mengulurkan berkas itu kehadapan Theo.
Pria itu hanya melirik berkas yang ia sendiri sudah tahu apa isinya, karena dia dan Abrisam lah yang mendapatkan data itu.
"Saya bahkan tidak tahu bahwa sejak kecil, saya hidup dari hasil rampasan," sahut Altair lagi. "Dan sekarang saya hanya ingin meminta bantuan Anda berdua untuk mengembalikan semuanya pada Vipera."
Theo menatap Altair dengan mata mengecil. "Kau ingin mengembalikan semuanya pada Vip?" tanya Theo tajam.
"Ya. Semua yang telah dirampas Kakek dan Mama, akan saya kembalikan. Begitu juga dengan apa yang direbut Afon darinya."
"Kau yakin?"
"Tentu saja."
"Itu artinya kau harus menghancurkan keluargamu sendiri."
"Saya tahu itu."
"Kau bisa melakukannya?"
"Apa saja. Saya akan melakukan apa saja untuk gadis itu," jawab Altair tegas.
"Kenapa?" kali ini Alisha yang bertanya, tatapannya pada Altair terlihat sedikit menyeramkan untuk Alisha yang biasanya terlihat lembut dan anggun.
"Saya hanya ingin mengungkap kebenaran dan mengembalikan semua yang menjadi haknya."
"Kau bahkan berniat melawan ibu dan kakekmu?" tanya Theo. Sekali lagi Altair mengangguk tegas.
"Ma, dia...," Dan menghentikan ucapannya karena Altair melotot kejam padanya. Interaksi keduanya tertangkap oleh mata jeli Alisha dan Theo. Keduanya saling pandang dengan cengiran.
"Kau tertarik pada anak perempuan kami?" tanya Alisha, tatapannya pada Altair berubah seketika. Menjadi lebih lembut dan tak lagi curiga. Ia sudah mendengar dari Dan tentang Altair yang sepertinya berusaha mengejar Vipera.
Tadinya Alisha curiga, Altair sengaja mendekati Vipera karena mengetahui hubungan Vipera dengan keluarganya di masa lalu. Tapi entah mengapa melihat telinganya yang memerah sekarang, Alisha tahu bukan itu alasan ia mendekati Vipera. Nalurinya sebagai ibu membuat Alisha mengerti apa yang tengah bergejolak di dada pria muda di hadapannya sekarang.
Altair menyeringai canggung mendengar pertanyaan itu, ia mengusap tengkuknya yang terasa panas dengan salah tingkah, membuat Alisha tertawa kecil.
"Kau sungguh tertarik padanya?" tanya Theo, ia cukup mengenal Altair yang memilih keluar dari perusahaan keluarganya dan membangun usaha sendiri di usia belasan. Ia juga tahu, hubungan Altair dengan Ron tidak cukup baik. Mereka bahkan kadang memposisikan diri sebagai saingan di bisnis.
"Data yang diberikan Abrisam padamu sama dengan yang ada padaku. Aku memiliki data lain terkait keterlibatan ibumu dalam upaya perampasan Santana Grup. Aku akan memberikan copiannya padamu tapi dengan syarat," ujar Theo.
"Apapun syaratnya, akan saya lakukan," ujar Altair cepat.
"Pertama, berikan kami informasi apa yang dilakukan Afon dan Felicia pada Zelene di hari sebelum dia menghilang," jawab Theo. "Yang kedua, temukan Zelene. Makamnya atau dia yang masih hidup."
Altair menelan salivanya yang terasa pekat, syarat pertama bisa ia lakukan karena orangnya masih hidup. Tapi menemukan Zelene tidaklah mudah, karena bahkan Abrisam dan Theo sampai sekarang tak bisa menemukan wanita itu. Tapi mungkin dengan mendapatkan informasi apa yang dilakukan Afon di hari terakhir Zelene masih terlihat, ia bisa mencari jejak wanita itu.
"Baiklah. Akan saya lakukan, tapi saya meminta waktu," ujar Altair.
*Bersambung*