Chereads / SADIPTA / Chapter 2 - Bab 2 panggil sayang juga boleh

Chapter 2 - Bab 2 panggil sayang juga boleh

Kelas nampak sepi dalam beberapa menit kedepan. Pernyataan dari Galen yang tiba-tiba membuat murid ipa A terkejut. Begitu pula dengan bu Ayu yang terlihat terkejut dengan rona merah di pipi merambat ke telinga nya.

"Ekhem!"

Ayu berdehem berusaha menghilangkan kegugupan nya yang tiba-tiba menyergap dirinya. Baru pertama kali ini dia mendapat pernyataan cinta dari seseorang yang lebih muda darinya.

"Nama kamu siapa?"

Sebelum Ayu memulai belajar mengajar dia tentu nya harus hafal nama-nama muridnya. Agar selama pelajaran seterusnya akan memudahkan dirinya. Tapi hal itu tertunda karena pernyataan Galen yang tiba-tiba. Tentu saja Ayu tak menanggapi terlalu serius pernyataan dari Galen. Tapi karena suasana nya yang terlanjur akward membuat Ayu jadi bingung harus memulai dari mana.

"Nama saya Galen Sadipta bu cantik."

Galen menjawab dengan senyuman mengoda di tambah ia mengedipkan mata nya membuat siswi di ipa A menahan nafas karena ketampanan Galen yang memancar indah.

"Ibu bisa manggil saya Galen atau sayang juga boleh."

Lagi-lagi gombalan maut yang di layangkan Galen membuat seisi kelas berteriak heboh. Bagaimana bisa Galen sangat tampan saat mengoda seseorang.

Diego di belakangnya Aldi berdecit kencang sambil geleng-geleng kepala melihat Galen yang mode buaya.

"Gila si Galen ngalah-ngalahin gue. Kayak nya gue harus berguru sama dia deh."

Diego bergitu kagum dengan Galen yang mulai keluar jiwa buaya nya. Dia harus berguru dengan Galen. Meskipun mereka sama-sama bukan cowok playboy yang suka gonta-ganti pacar karena mereka berdua jomblo dari lahir. Tapi setidaknya Galen itu kalau godain anak orang sampe kebawa mimpi.

Ayu di dalam hatinya terus berusaha mengontrol dirinya. Bagaimana bisa murid nya menembak guru nya seperti ini?

Angin siang hari itu begitu panas karena itulah jendela-jendela tidak ada yang di buka memikirkan ruangan ini telah di pasang dua ac. Namun ntah kenapa Ayu begitu kepanasan dengan lontaran Galen yang blak-blakan.

"Maafkan saya Galen, tapi lebih baik lupakan saja keinginan mu itu karena itu hanyalah sebuah hal yang pasti bersifat sementara." komentar dari Ayu yang berusaha mengedepankan logika nya.

"Dan karena kita baru bertemu mari kita lakukan pengenalan, di mulai dengan saya panggil nama kalian melalui absensi dan yang merasa namanya di panggil silahkan angkat tangannya."

Tidak hanya menolak Galen secara halus, Ayu bahkan mengubah topik pembicaraan membuat Galen jadi merasa kalah sendiri. Apalagi melihat ekspresi wajah Ayu yang tadinya memerah kini malah berubah jadi datar.

'ah tidak asik' ucap Galen membatin.

Bu Ayu mulai memanggil nama-nama murid kelas ipa A sesuai absensi mereka. Sedangkan

Galen masih terus memperhatikan Ayu yang sibuk dengan absensi nya. Memperhatikan setiap detail yang terukir di diri Ayu. Dari iris matanya yang jernih berwarna hazel, lalu bulu matanya yang hitam nan lentik. Alisnya yang membusur runcing, lalu bentuk hidung nya yang memiliki batang hidung yang lurus naik dengan ujung hidung yang lancip. Di tambah bibir merah ranumnya dengan bagian atas tipis lalu bagian bawah yang tebal membentuk love yang begitu mengoda.

Tubuh nya yang berbalut setelan kemeja blues dan rok span membentuk indah lekukan tubuh nya yang mirip dengan gitar spanyol. 'bisakah aku memilikinya?' batin nya bergejolak.

"Galen!"

Bahkan panggilan absensi yang Ayu lontarkan tak membuat Galen tersadar dari lamunan mengangumi diri Ayu.

"Galen kayaknya udah ke sihir sama kecantikannya bu Ayu. Noh lihat dia udah kayak ikan kehausan sampe ngiler begitu. Bisa-bisa bola matanya copot kalau terlalu lama lihatin bu Ayu."

Diego terus menyerocos mengungkapkan isi kepalanya melihat Galen yang lain dari biasanya. Padahal setau Diego Galen itu gak pernah jatuh cinta. Bahkan kalau Amel nyatain perasaannya ke Galen pasti langsung di tolak tuh cowok. Karena Galen memang menganggap Amel adalah adiknya sendiri tidak lebih dan tidak kurang.

Tapi bagaimana bisa Galen setidak peka itu? Padahal di lihat dari sudut manapun Amel tuh sebenernya suka Galen. Tapi Galen nya aja yang gak peka.

Setelah menyelesaikan absensi nya. Bu Ayu mulai melanjutkan pelajaran yang telah di jelaskan oleh bu Anggre. Selama kelas berlangsung untungnya Galen hanya diam dan tak menganggu Ayu lagi membuat perempuan itu bisa bernafas lega.

Kelas ke tiga dan ke empat telah usai istirahat kedua pun kembali berlangsung. Galen berjalan ke arah di mana rooftop berada. Di ikuti dengan ketiga sahabat nya yang turut mengikuti nya.

"Gue bilang apa, si anak bangsul itu nantang kita. Tadi pagi aja gue denger kalau dia nantang kita. Dia pikir siapa yang paling kuat di sekolah ini. Di kira kita udah kelas tiga terus dia bisa menguasai segalanya dengan gampang."

Saat ini Diego sedang membicarakan seseorang sepanjang mereka berempat menaiki tangga menuju rooftop berada. Cowok itu terlihat kesal dengan keadaan. Apalagi banyak beberapa pihak yang mulai melayangkan sebuah perlawanan. Mengingat mereka akan segera lulus jadinya pihak lain yang ingin menang berusaha sebisa mungkin jadi pihak yang kuat. Padahal biasanya di sekolah itu ada peraturan tak tertulis yang ada di sekolah itu yang siapapun tau selain para guru tentu nya.

"Lu beneran dapet info itu?" tanya Aldi yang tak begitu yakin dengan informasi yang di ucapkan Diego. Bukannya dia tak percaya dengan Diego hanya saja ada beberapa pihak yang bisa saja punya niat tersembunyi saat memberi tahu informasi itu.

"Tenang aja yang ngasih informasi itu anggota kita juga, dan juga gue udah nyelidikin soal si pemberi info. Semuanya aman."

Aldi mengangguk faham dan kembali terdiam. "Kita bahas di atas aja."

Kalau Galen sudah bersuara temen-temen nya mana bisa bantah. Akhirnya mereka pun menaiki satu persatu tangga dengan ditemani keheningan. Kecuali ruang lantai satu dan dua di mana seluruh sudut ramai dengan suara siswa siswi sma highbluff.

Pintu besi berwarna biru itu terbuka setelah Galen membuka gembok itu dengan kunci yang ia bawa. Mereka berempat masuk lalu mengunci kembali pintu besi itu dengan selot yang panjang dan besar.

Di sana terdapat beberapa sofa dan satu meja di tengah-tengah nya. Suasana nampak teduh karena sinar matahari yang terhalang oleh awan hitam itu. Sepertinya nanti akan turun hujan.

Dan sebelum itu terjadi dan membuat sofa-sofa itu basah dengan air hujan. Galen menekan sebuah tombol rahasia yang berada di antara pegangan sofa dengan kaki sofa. Setelah tombol itu di tekan tiba-tiba saja atap yang tadi berhadapan dengan langit yang mendung tiba-tiba menutup. Di sisi kanan dan sisi kiri lalu depan dan belakang muncul sebuah penutup bergerak yang transparan.

Tuk...

Rooftop dengan ukuran seluas lapangan basket itu telah tertutupi oleh sebuah benda semacam tudung saji transparan yang membuat orang-orang yang berlindung di bawahnya dapat melihat apa yang terjadi di luar tanpa terhalang kotoran apapun.

Sebenarnya ada juga rooftop lain yang begitu luas seluas lapanga bola. Tapi itu ada di gedung utama di mana kelas-kelas ruang guru berada. Sedangan rooftop yang mereka pijaki sekarang adalah gedung belakang di mana ruang basket, ruang voli, ruang praktek, ruang osis, ruang aula utama dan ruang ekstrakulikuler juga ruang olahraga lainnya berada.

Galen duduk di sofa single, duduk bersilang lalu mengeluarkan rokoknya dalam saku celana nya. Menyalakannya dan mulai menikmati sebatang rokok itu dengan nikmat.

"Apa rencana kalian?" tanya Galen setelah beberapa menit diam.

"Kita harus kasih peringatan ke mereka Len, setidaknya supaya mereka sadar dan gak melawan otoritas kita di sini."

Diego membuka suara karena sudah geram dengan tingkah adik kelasnya yang saat ini mulai menunjukkan gigi taring nya. Apalagi mereka sudah berani-berani nya mengancam beberapa pihak agar turut bergabung ke kelompok itu.

"yang lain?" tanya Galen lagi dengan ekspresi begitu tenang.

"Gue rasa kita harus mulai adain pertandingan di ruangan teratai dengan begitu kita bisa lihat siapa yang bisa memegang kendali setelah kita benar-benar lulus dari sekolah ini." usul Bian yang memang ada benar nya.

Aldi bahkan mengangguk membenarkan ucapan Bian yang begitu bijak dengan begitu tidak akan ada perselisihan karena itu hasil yang seadil-adilnya yaitu melalui pertandingan.

"Akhir pekan ini kita adakan pertemuan dengan beberapa senior sebelumnya. Kalian siapkan segalanya karena sepertinya akan menarik nanti." perintah Galen yang di angguki ketiga sahabat nya itu.

Galen Sadipta siapa yang tidak tahu dia? Cowok tampan dengan mata berwarna biru terang lalu bulu mata yang lentik dan panjang, alis nya yang tebal menukik tajam, hidung nya yang tinggi dengan ujung hidung yang runcing, bibirnya yang merah dan di tambah garis wajah yang tegas begitupula rahang yang kuat dan kokoh. Apalagi bahunya yang lebar mengerucut kebawah seperti menyerupai bentuk sebuah keripik yang bernama doritos.

Tingginya 185 dengan rambut belah tengah yang terlihat di tata rapi menyerupai artis-artis kpop korea. Badan nya begitu profesional seperti seorang atlet sejati. Yang membuat banyak gadis terlena dan jatuh cinta padanya. Apalagi kulit putihnya yang bersih tanpa ada lecet sedikitpun membuat dirinya bisa sesempurna itu.

Dia punya tiga sahabat yang sudah menemani dia sejak sekolah dasar. Mereka adalah Sabian Renobrama, lalu Aldi Bayangkara dan Diego Saputra. Ketiga cowok itu seperti yang di deskripsikan di awal. Mereka bertiga punya ketampanan di taraf yang berbeda-beda. Mereka punya hal keunikan yang berbeda dari yang lainnya. Bian dengan wajah uniknya perpaduan antara tionghoa dan jawa lalu Aldi yang punya wajah sangar dengan luka sayatan di pipinya dan Diego dengan wajah kecil yang soft seperti wajah perempuan jika dia di dandani seperti perempuan akan sangat pantas.

Dari sd mereka memang bukan anak yang alim dan penurut. Justru mereka adalah anak-anak nakal yang suka sekali membuat kegaduhan. Beberapakali mereka membuat masalah tetap saja mereka masih bisa bertahan di sekolah mereka. Itu karena otak mereka yang mereka andalkan. Maka karena itu pihak sekolah sama sekali tidak bisa berkutik.

Walaupun keluarga mereka saling berpengaruh tapi sayang nya keluarga mereka sudah lama lepas tangan akan sikap dan tingkah laku mereka. Namun begitu mereka tetap bertahan di sekolah mereka. Itu karena otak mereka juga mereka gunakan. Tidak seperti berandalan yang lain yang hanya memakai otak mereka untuk hal yang tidak berguna. Tapi Galen dan kawan-kawan nya justru mengunakan dalam hal-hal bagus. Meskipun mereka pembuat onar tapi otak mereka jangan di ragukan.