Aku pergi ke ibu kota untuk pergi menjelajahi ibu kota. Di perjalan melintasi tengah kota yang tentunya banyak yang berlalu lalang di sekitarku. Semua hal menarik di sini aku hiraukan karena aku terus terbenam di pikiranku.
'Kenapa di ingatan Viyuranessa hanya ada sosok pangeran itu, sih? Dan juga, ia hanya melihatnya dari jauh. Tidak ada percakapan dengannya, kecuali pertemuan mereka pertama kali. Tetapi, aku tidak tahu apa yang kami bicarakan.'
'Lalu... bukankah yang dilakukan Viyuranessa ini dinamakan stalker!''
Mataku terbuka lebar disaat menyadari sesuatu, 'Apa jangan-jangan pangeran itu merasa terganggu karena sering diikuti, sehingga ia membencinya?!'
Aku bergeleng, 'Tidak, ya enggak mungkinlah karena hal sepele itu! Ia juga tidak selalu menguntitnya, hanya saat ia pergi ke istana ataupun saat ia tidak sengaja melihatnya, pandangannya selalu memperhatikan Sang Pangeran.'
'Biasanya benci karena iri. Tapi di cerita itu, Viyuranessa tidak sangat berbakat dalam menggunakan sihir dan juga kemampuan bertarung nya. Hanya etika dan kemampuan belajarnya saja yang menjadi kelebihannya. Tidak ada alasannya iri dengan kemampuan Viyuranessa.'
'Benci itu hal merepotkan! Memikirkan nya saja membuatku lelah!'
'Di ingatannya... Jadi waktu pengumuman pertunangan itu, bukanlah pertemuan pertama mereka.'
Suasana kota masih ramai di malam hari, banyak orang yang berlalu-lalang hingga restoran dan bar dipenuhi banyak orang. Tiba-tiba, aku mendengar suatu keributan dan saat mencari sumbernya, aku pun segera ke tempat keributan itu yaitu sebuah restoran yang mempunyai lima bintang di bawah papan nama restoran itu. Aku mengintip dari jendela karena di depan pintu sudah banyak yang gerombolan penduduk. Aku lihat seorang wanita bangsawan gemuk yang terlihat marah sambil menepuk-nepuk meja.
"Restoran bintang lima seperti apa ini?! Ada cacing di daging itu!" Ia menunjuk makanan yang ada di atas pecahan piring di lantai.
Seorang pelayan datang memeriksa makanan yang telah di sajikan. Tubuh pelayan itu pun bergetar disaat ia melihat seekor cacing tanah di makanan itu. Saat itu, aku melihat bibi gemuk itu tersenyum.
"Apaan itu? Bukankah jelas kalau bibi itu berbohong!" Gumamku.
"Benarkah? Menurut ku juga begitu!" Ucap seseorang yang tiba-tiba sudah ada di sebelahku.
"Huh?! Kamu... Putra mahkota! Apa yang anda lakukan disini?!" Aku tersentak dan otot pipiku berkontraksi.
Ia tiba-tiba melingkarkan lengannya di leherku dan menariknya hingga tubuhku tertarik ke tubuhnya.
"Panggil namaku, Yu!" Wajahnya sangat dekat dengan wajahku hingga wajahku spontan memerah.
Dahiku mengkerut dan aku terpaksa menyebut, "Re- an... Sudah, lepaskan aku!"
Pria dua tahun lebih tua dariku itu pun melepaskan pegangannya dan aku segera menjaga jarak dengan melangkah selangkah menjauh darinya.
"Kenapa kamu sangat sulit menyebut nama itu? Bahkan saat kita bersama saja, saat aku minta baru kamu mau menyebutnya. Sesulit itu, kah?"
Aku tersentak disaat ia menyadari hal itu. "A, aku tidak terbiasa saja! Apalagi kamu itu putra mahkota!" ucapku berbohong dan tentunya ia menyadari itu.
"Benarkah?" Ia dengan serius memperhatikan ekspresi ku.
"Emangnya alasan apa lagi?" Aku membuang muka untuk menghindari pandangannya ke arah wajahku.
'Nama itu tidak seharusnya terucapkan olehku! Tapi, sepertinya aku harus terus memanggilnya dengan nama itu. Aku tidak ingin ia curiga tentang asal kami!'
Aku kembali mengintip ke dalam dan aku melihat bibi itu mulai berbicara macam-macam, "Emm... Rean! Apa kamu akan membiarkan mereka begitu saja?"
"Kalau kamu?"
"Ya, biasanya aku membiarkan Zu yang bertindak. Tapi, lebih baik kamu saja yang segera bantu mereka! Jika restoran ini bangkrut ya mungkin saja cita rasa di kerajaan ini akan menurun!" Aku aku menunjuk tas milik bibi gendut itu. "Minta mereka memeriksa tas bibi itu, mungkin ada hal mencurigakan di dalamnya."
Rean pun menghela nafas, kemudian ia segera memasuki restoran itu dengan santai.
"Permisi... Bisakah saya memesan sesuatu?!" Ucap Rean dengan lantang.
Saat orang-orang yang menyaksikan peristiwa itu, mendengar suara seorang lelaki muda berumur empat belas tahun itu, mereka menoleh dan mengatakan,
"Putra mahkota!/Pangeran Agnreandel!/Apa yang ia lakukan disini!?"
Bibi gemuk itu segera menghadap Rean dengan semangat dan mengatakan, "Bisa anda turunkan bintang restoran ini?! Mereka menyajikan padaku steak dengan cacing!"
"Apakah begitu?!" Rean menyeringai, ia menatap bibi itu dengan tatapan sadisnya. "Yo, bibi? Bukankah bagus untukmu agar cacing itu menyedot lemak anda?!"
"Apa?!" Bibi gemuk itu pun membeku dengan hinaan dari Rean. Ia pun kemudian naik darah dan tanpa sadar, ia mencoba memukul Rean, "Kurang ajar ka-!"
Bibi itu terdiam dan pukulannya terhenti disaat melihat ekspresi Rean yang sangat kejam. Saat itu, di dalam ruangan itu angin berhembus hingga menggerakkan sedikit pakaian dan rambut orang-orang di dalamnya.
Rean menadahkan tangannya dan saat itu, sebuah tas terbang dari meja dan mendarat di tangannya. Ia pun membukakan tas itu dan menjatuhkan isi tas itu ke lantai. Terdapat alat make up, surat-surat, buku kecil hingga bungkusan kertas yang mana beberapa cacing keluar dari bungkusan kertas itu.
"Periksa itu!" ucap Rean yang menyuruh pelayan yang ada disana.
"Baik, yang mulia!" Pelayan restoran itu segera memeriksa semua surat hingga buku kecil itu. "Wanita itu berencana menghancurkan restoran-restoran terkenal untuk mempromosikan restoran yang akan ia bangun."
"Apa!? Bagaimana anda!?"
"Anda pikir bisa membohongi saya!!?" Rean menyeringai dan kesadisan terbentuk dari wajahnya. Ia pun mengaktifkan sihirnya hingga membuat bibi itu berlutut dikarenakan tekanan angin yang dibuatnya. "Makan steak itu sekarang, sekalian topingnya!"
"Tapi!" Tubuh bibi itu bergetar.
"Lakukan sekarang!"
Gertakkan Rean membuat bibi itu segera menyumpal makanan yang di lantai itu ke mulutnya sendiri. Ekspresi Rean masih belum berubah.
"Kalian urus saja sendiri!" Rean segera berbalik dan meninggalkan tempat kejadian itu.
'Ia benar-benar kejam. Tapi... Ia sangat keren!'
Tanpa sadar, iris blue diamond milikku tertampak sempurna karena Rean yang sangat menarik perhatianku. Meskipun, aku sedikit kasihan dengan bibi itu.
Tidak lama kemudian, aku melihat bibi itu keluar dari restoran dengan perasaan malu. Apalagi banyak orang yang berbisik dan mengatainya. Bibi itu segera melewati pintu belakang. Lalu, aku segera pergi ke belakang restoran.
Saat Rean keluar dari restoran, Rean berencana menemuiku lagi, namun aku tidak ada di tempat itu lagi, ia berpikir, 'Kemana dia?'
"Apa kamu lihat seseorang yang sebelumnya di depan jendela sana!" Ucap Rean kepada seseorang gadis kecil.
"Pangeran!" Ucap gadis itu dengan bersemangat. "Oh itu, tadi dia pergi lewat jalan itu!" Gadis itu menunjuk jalan kecil di samping restoran.
"Baiklah, terima kasih!" Rean segera pergi ke tempat yang ditunjukkan gadis kecil itu.
***
Saat aku ada di belakang restoran, aku bersembunyi di balik dinding, memperhatikan bibi gemuk yang sedang sedih.
"Bagaimana ini? Jika rencana ini tidak berhasil, keluarga kami akan bangkrut. Dan suamiku..." Bibi itu mulai meneteskan air mata, "Maafkan aku suamiku!"
Melihat hal itu, aku ikut merasa sedih. Tanpa pikir panjang, aku segera menemui bibi itu.
"Bibi! Suami bibi kenapa?!" Aku sedikit mendekat ke bibi tersebut. Bibi itu tidak mengenali identitas ku karena jubah yang ku pakai.
"Untuk apa anak kecil ingin tahu alasan orang dewasa?" Ucap Bibi itu.
Aku segera mendekati bibi itu dan saat itu, Rean bersembunyi di balik tembok untuk mengawasi kami.
"Anak kecil itu penasaran, bibi! Dan kenapa bibi ingin menjatuhkan banyak restoran terkenal!? Pasti ada hubungannya dengan suami bibi!"
"Jadi kamu juga lihat tadi... Sebenarnya, suami bibi memiliki perusahaan besar, namun perusahaan itu sudah di ambang batas penurunan dikarenakan ia terkena penyakit yang tidak dapat disembuhkan dengan sihir penyembuh. Dokter disini sangat langka hingga harga nya juga sangat mahal, apalagi penyakit yang dialami suami bibi tidak diketahui. Ia hanya berbaring di tempat tidur dan tubuhnya melemah hingga sulit untuk duduk bahkan berdiri."
'Ia terpaksa menjadi jahat karena orang yang dicintainya... Aku bukan dokter, jadi tidak tahu untuk mendiagnosis penyakit,' batinku. "Bagaimana kalau bibi bekerja denganku saja?!"
Mendengar penawaran ku, ia menyilang kan tangannya di depan dadanya. "Bekerja dengan mu!? Dunia orang dewasa bukan taman bermain, anak kecil!"
Aku segera membuka tudung jubah yang ku kenakan sehingga ia bisa melihat warna dan iris mataku. Ia tersentak, kemudian terbentuk seringai jahat. Bibi gemuk itu mengaktifkan sihirnya hingga tanah dibawahku naik dan menyelimuti tubuhku. Aku terperangkap oleh gundukan tanah padat tersebut hingga pergerakan ku terbatas.
_____
See U...
- This is My Story -
by: yukimA15