Tak tahu sudah berapa lama Adam di dalam kegelapan itu menunggu. Di sana Adam hanya berdiri diam tanpa melakukan apa-apa, tidak ada gema dari suara ataupun cahaya harapan yang mendekatinya, membuat hati kecil Adam mulai cemas, dan berkata, 'Sial! Sepertinya memang sudah mati! Tidak!'
Namun, tiba-tiba terdengar sedikit bunyi yang tampak tenggelam. Bunyi itu bermula muncul dari hadapan Adam seperti suara orang kecil yang berteriak dari kejauhan.
"Hei! Halo…!"
Suara itu mulai terdengar jelas, dan dekat.
"Tuan! Apa kamu bisa mendengarku!"
Pada awalnya Adam hanya bisa melihat gambaran buram partikel putih, lalu partikel itu mulai berkembang dan perlahan membuat pengelihatan Adam menjadi jernih. Namun, ekpresi Adam sedikit terkejut ketika melihat hal yang ada dihadapannya, seorang gadis cantik yang penampilannya begitu luar biasa. Gadis itu menyambut hangat dengan senyum manis di bibir merah muda, membuat perasaan khawatir Adam memudar dan menghilang seketika.
Gadis itu mencoba akrab dengan menyapa Adam. "Hai!" katanya.
Hanya saja Adam masih merasa tidak biasa, bisa terlihat dari raut muka datar dan kebingungan yang kentara, kemudian Adam berjalan melewati gadis itu dengan isi kepala yang kosong, lalu dia mengamati area sekitar yang tampak berbentuk lorong, tetapi tidak terlihat ujung bahkan langit-langitnya.
Ruangan itu sangat terang dengan banyak dekorasi layar yang tersusun sangat rapi di setiap dinding besar, layaknya CCTV yang mempertontonkan banyaknya kejadian. Dengan ratusan layar? Tidak. Ribuan? Tidak juga. Mungkin tidak terhitung jumlahnya, karena ujung dindingnya tidak terjangkau oleh mata.
"Aku kok di abaikan! Ternyata cowo bumi sama aja!" kata satu-satunya gadis di ruangan itu.
"Apa? Kau siapa?" tanya Adam.
Si gadis berjalan ke hadapan Adam, lalu meletakkan kedua tangan pada dada kecilnya, dengan antusias gadis itu berkata, "Aku adalah Ratih! Sang Dewi Harapan!"
Ratih… hadir dengan segala keunikannya, dia adalah gadis berambut perak terurai yang mengaku sebagai Dewi Harapan di hadapan pria yang putus asa. Ratih memiliki warna kulit cokelat hangat dengan struktur wajah yang sangat menawan, siapapun yang melihatnya mau pria ataupun wanita pasti akan jatuh cinta, tetapi tidak berlaku untuk Adam yang dari awal memang diciptakan tanpa hawa.
"Dewi Harapan?" tanya Adam dengan gestur menyindir.
Namun, Ratih tampak tidak mempermasalahkan hal itu, dia tetap menjawab, "Iya, aku adalah seorang Dewi."
Adam spontan menyimak bentuk tubuh Ratih dengan cara yang tidak biasa, dimulai dengan menatap tubuh Ratih dari atas sampai ke bawah yang tampak melekuk seperti biola. Kulit Ratih tertutup oleh gaun hitam bercorak bunga, meskipun penampilan Ratih memang bukan penampilan yang terlihat baru dan modern, tetapi Ratih terlihat sangat elegan dengan pakaian tradisionalnya.
"Dewi? Sial. Aku pasti berhalusinasi," gumam Adam sembari mengelus dahi.
Ratih yang mendengar gumaman itu lantas mencela.
"Eh! Ini nyata loh!" kata Ratih, "Saat ini kita berada di Helen Gate, atau jembatan penghubung antar dimensi."
"Jembatan penghubung antar dimensi? Seperti Wormhole?"
"Apa itu isitilah dari Bumi? Tapi intinya kamu nanti akan dikirim ke dunia kami, Midgeb."
"Midgeb?"
Mendengar perkataan Ratih, Adam sesaat teringat dengan obrolannya bersama Damian waktu lalu. Hal itu sontak membuat Adam begitu terkejut.
'Tunggu dulu! Itu yang dikatakan pria tadi siang!' ucap batin Adam.
"Pria tadi siang? Dia siapa?" tanya Ratih
"Apa aku ada mengatakan itu kepadamu?"
"Maaf, Aku tak sengaja membaca pikiranmu. Ta-tapi kesampingkan dulu hal itu. Dengar, waktu kita tidak banyak, karena kamu akan dikirimkan ke Midgeb setelah ini."
Adam tidak menghiraukan perkataan Ratih karena pandangannya teralihkan oleh kehidupan seseorang yang ditampilkan di layar dinding. Adam pun berjalan mendekat ke hadapan layar itu yang tampak menggambarkan seorang Ibu yang sedang berjuang melahirkan bayi.
Adam lantas bertanya, "Apakah ini maksudmu dunia lain?"
Ratih menjawab, "Ya. Ini dunia kami."
"Kenapa aku berada di sini? Apakah aku sudah mati?"
"Seharusnya… iya, tapi kamu berbeda."
"Berbeda?" tanya Adam penasaran.
"Iya berbeda," jawab Ratih, "Karena seharusnya orang yang yang dikirim ke Midgeb adalah orang mati dari Bumi. Biasanya disebut reinkarnasi."
"Lalu apa bedanya aku?" tanya Adam lagi.
"Sedangkan kamu, aku menyebutnya bertransmigrasi karena kamu belum mati, " jawab Ratih, "Jika kamu bertanya kenapa bisa begitu? Aku juga tidak tahu persisnya, dan kalau kita mengkaji hal itu sepertinya pembahasan kita akan melebihi dari satu buku."
"Tidak masalah kalau aku bisa paham," sahut Adam.
"Ops! Tidak bisa! Maaf!" Ratih tiba-tiba berjinjit seraya meletakkan telapak tangan di dahi Adam, dan bertanya, "Bolehkah aku masuk ke dalam jiwamu?"
"Apa maksudmu Bocah?"
"Bo-bocah? Asal kamu tahu ya! Aku ini setua Bigbang!"
"Terserahlah."
Secara magis telapak tangan Ratih yang di letakkan di dahi Adam mulai memunculkan cahaya terang berwarna kuning, lalu Ratih berkata, "Aku akan masuk."
Sesaat Ratih hanya berdiam dengan ekspresi yang tampak tidak karuan, lalu Ratih berkata, "Jiwamu sedang sakit ya?"
Adam tidak menjawab, tetapi sebenarnya Ratih sudah menyadari betapa beratnya bagi seorang pria untuk mengungkapkan rasa sakit kepada seseorang, dan tanpa pikir panjang Ratih mulai menarik telapak tangannya yang perlahan memunculkan sebuah benang berwarna hitam dari dahi Adam.
"Jangan bersedih lagi," ucap Ratih, "Aku Dewi harapan… akan membantumu keluar dari keputusasaan."
Adam tak banyak bereaksi, selain menyahut Ratih dengan gestur acuh tak acuh. "Terserahlah," katanya, "Aku berharap aku bisa bangun sekarang."
Tanpa memikirkan yang tak perlu, Ratih langsung saja menarik benang hitam dari dahi Adam, kemudian mengumpulkan benang itu dan meniupnya. Warna hitam bermula pudar, dan berubah menjadi warna nila, lalu benang itu Ratih taruh kembali ke dahi Adam.
"Aku tidak bisa menghilangkan kenangan buruknya, tapi aku bisa meyakinkan jiwamu agar tetap tegar menjalani kehidupan, jadi jangan menjebak dirimu di masa lalu terus menerus. Ingat… aku adalah Dewi Harapan, aku bisa memperbaikimu, selagi kamu memiliki keinginan," ucap Ratih sembari mundur selangkah dari Adam.
Adam sontak melihat kedua telapak tangannya yang terasa ringan, dan hatinya secara tiba-tiba merasa tenang.
"Apa ini? Rasa ini tampak tidak asing. Apa aku sudah pulih?" gumam Adam dengan heran karena merasa beban di pundaknya sudah menghilang.
"Baguslah," sahut Ratih, "Itulah ketenangan Aku harap kamu bisa mempertahankan hal itu."
"Makhluk macam apa kau ini?" tanya Adam kepada Ratih.
"Sudah kubilang… aku adalah Dewi Harapan," jawab Ratih seraya mengajak Adam untuk berjalan mengikutinya. "Aku adalah salah satu dari banyaknya dewa-dewi yang mengatur hukum di Midgeb. Sebenarnya, kami dulu hanyalah mimpi dari seseorang, dan berkat kehebatannya dia bisa merubah mimpinya menjadi sumber kehidupan."
"Mimpi menjadi sumber kehidupan?" tanya Adam kebingungan, "Kau bicara apa?"
Ratih berhenti dari langkahnya, kemudian mengangkat kedua tangan setengah badan, lalu mengeluarkan sebuah cahaya yang membentuk sebuah hologram, dan mendekatkan hologram itu kepada Adam.
Ratih berkata, "Semua ini berawal dari kekuatan besar yang bersumber dari kekuatan mimpi dan imajinasi tertinggi, lalu perlahan kedua kekuatan itu menyusun ketiadaan sampai di titik menciptakan awal, yaitu Bingbang. Semua komponen pun terbangun hingga menyusun semesta baru. Dan dunia ini sekarang memiliki realitasnya sendiri, sama halnya dengan realitasmu sebelumnya."
"Aku benar-benar tak paham," sahut Adam.
"Jangan mencoba mengerti. Cukup rasakan saja," pungkas Ratih seraya mengakhiri gambaran dari hologram.
Kemudian mereka kembali melanjutkan perjalanan, tetapi di tengah jalan Adam lagi-lagi bertanya, "Kau menyebut kata 'Seseorang'. Apakah itu adalah Tuhan?"
"Ya!" jawab Ratih, "Sang Pencipta!"
"Siapa dia?" tanya Adam.
"Siapa yang tahu," sahut Ratih, "Bahkan kami para dewa-dewi belum pernah bertemu dengannya. Dia sendirian mengatur di atas Khayangan—di dalam Nirwana."
Adam hanya mengangguk setelah mendengar penjelasan Ratih yang terdengar fantasi bagi orang awam, tetapi untuk pengalaman tidak masuk akal yang sudah Adam alami ini, Adam mencoba memahami kondisi yang ada.
'Damian mengatakan aku akan pergi ke dunia lain—sama halnya yang dikatakan oleh gadis ini, tapi bagaimana Damian bisa tahu? Jangan bilang ini adalah ulahnya. Hanya saja aku masih meyakini jika ini hanyalah halusinasi, akan tetapi… apa benar? Terasa terlalu nyata jika aku berhalusinasi. Jadi apa yang paling memungkinkan untuk gambaran sejelas ini? Apakah ini nyata? Atau ini hanya akal-akalan dari Damian yang membuatku terhipnotis oleh suatu trik hebat. Apa aku hanyalah semacam mainan untuknya atau hanya sebuah objek penelitian? Siapa tahu? Tapi dipikir-pikir aku sampai di sini karena obat itu. Sial! jangan bilang aku dijebak oleh si bocah brengsek itu!'
Secara tiba-tiba Ratih berhenti lagi melangkah, lalu berpaling menghadap Adam.
Ratih berkata, "Adam, saat ini aku membutuhkanmu dan kamu juga sebaliknya. Aku ingin kamu melakukan sesuatu."
"Apa itu?" tanya Adam.
"Aku ingin kamu berjuang untuk dunia ini," jawab Ratih.
"Hah? Kau bicara apa?"
"Midgeb sedang sekarat."
"Lalu apa hubungannya denganku?"
"Aku butuh pahlawan sepertimu yang mengetahui hal ini," kata Ratih, "Dan dengan tulus menyelamatkan mereka."
"Jujur… aku tidak butuh duniamu," sahut Adam, "Jadi sebaiknya kembalikan aku ke tempat asalku. Kalau ini nyata sih, kurasa ini tidak."
Ratih menatap Adam dengan ekspresi yang lumayan serius, lalu Ratih bertanya, "Kamu yakin ingin kembali?"
"Ya," jawab Adam.
"Memang apa yang tersisa untukmu di sana?" sambung Ratih.
Adam spontan terdiam dan berusaha berpikir keras untuk berkelit dari pertanyaan itu, tetapi yang dia bohongi hanyalah dirinya sendiri. Adam tak mampu menjawab sama sekali, karena kenyataannya memang tidak ada hal apapun yang tersisa dari dunianya yang dulu. Lantas untuk apa Adam kembali? Adam sendirian, dan pilihan yang terbaik untuknya saat ini hanyalah diam.
Tidak mendapatkan jawaban dari Adam, Ratih pun berbalik dan kembali berjalan, sedangkan Adam masih saja diam di tempatnya dengan pikiran yang benar-benar kosong.
"Aku akan beritahukan suatu hal yang mungkin ini bisa meyakinkanmu, jika kamu berkenan," kata Ratih.
Mendengar itu, Adam sontak menoleh ke arah Ratih. "Apa itu?" tanya Adam penasaran.
"Kamu yakin?" sahut Ratih.
"Apa boleh buat," jawab Adam.
"Baiklah." Ratih sekali lagi terhenti dari langkahnya, lalu dia kembali mengeluarkan hologram yang sama.
Ratih berkata, "Percaya atau tidak percaya. Kenalanmu… Leonardo telah direinkarnasi menjadi penduduk di Midgeb."
Adam dengan seluruh perasaan terkejutnya melampiaskan dengan berekspresi yang tidak biasa, kelopak matanya terbuka lebar, dan pupilnya benar-benar membesar setelah mendengar perkataan Ratih itu.
"Apa itu benar?" tanya Adam.
"Ya. Aku tidak berbohong," jawab Ratih.
"Penjelasan apa yang bisa membuatku percaya?"
"Hah… kurasa aku tak perlu melakukan itu, karena percuma saja. Anggap saja ini mimpi, mungkin kamu setelah ini terbangun dari tidurmu, jadi tidak ada salahnya kamu pergi ke Midgeb terlebih dahulu. Ya kan?"
"Benar juga."
"Baiklah, kenapa tidak tanda tangani saja kontrakmu ini, dan aku akan mengirimmu ke Midgeb."
"Tanda tangan untuk apa?"
"Kontrak kalau kamu akan berada di dalam perlindunganku."
'Benar juga. Tidak ada salahnya. Inikan cuma mimpi. Baiklah, ikuti saja alurnya,' ucap batin Adam seraya mengambil pena terbang, lalu menandatangi kontrak yang diberikan oleh Ratih.
"Bagus! Jika tidak ada pertanyaan lagi, kita akan segera melakukan transfer jiwa ke Midgeb."
"Tidak ada."
Ratih dengan segera mengangkat salah satu tangan yang tampak berbalut tulisan-tulisan dari hologram.
"Ini adalah rapalan Mantra yang bersumber dari kekuatan Mana," ucap Ratih seraya menunjukkan kepada Adam.
Kemudian cahaya berwarna kuning mendadak muncul melingkar mengelilingi kaki Adam. Biasanya kaki seseorang menginjak alas permukaan, tetapi tidak untuk fenomena yang Adam alami, karena saat ini tubuh Adam sepenuhnya melayang, akibat dari gravitasi yang menjadi tak seimbang.
"Di sana… konsep dunia akan sangat berbeda dengan dunia asalmu," kata Ratih, "Aku tak bisa menjelaskan semuanya dalam waktu singkat, tapi aku yakin kamu akan mengetahui semua hal itu seiring berjalannya waktu."
"Terserah," sahut Adam, "Palingan aku akan bangun tidur."
Ratih tampak lebih menekan telapak tangannya, hingga merubah cahaya kuning menjadi merah seluruhnya. Dan secara magis muncul sebuah lambang bergambar abstrak yang diukir oleh rasa sakit di lengan kanan Adam.
Adam yang merasakan itu spontan membuka lengan bajunya, dan bertanya, "Apa ini?!"
Ratih menjawab, "Itu adalah Simbol Dewi Harapan yang menandakan kamu adalah utusanku! Kamu sekarang adalah ksatriaku Adam! Ingat itu! Berdoalah atas namaku! Maka, aku akan membantumu!"
Bola mata Ratih yang berwarna hitam secara tiba-tiba berubah menjadi biru terang dengan banyak huruf asing di dalamnya. Tekanan di ruangan itu semakin menjadi berat, karena kekuatan Ratih yang tidak ada batasnya, Mana yang Ratih hasilkan benar-benar mengguncang tempat itu.
"Baiklah! Inilah saatnya! Aku akan memindahkan jiwamu ke salah tubuh yang mampu menahan perpindahan ini! Tapi… zona di sana sangat berbahaya! Berdoalah untuk keselamatanmu, Adam!" kata Ratih.
"Hah?! Aku tidak bisa dengar?!" tanya Adam dengan ekspresi sedikit jengkel, "Tekanan ini…! Terlalu besar!"
'Ini mungkin hal yang salah, tapi aku sudah membulatkan tekatku. Adam… aku percayakan semua ini kepadamu. Kamu adalah harapan terbesar bagi dunia ini, bahkan duniamu,' ucap batin Ratih.
Dan seketika semuanya kembali gelap seperti awal, tetapi tidak lama muncul cahaya kecil yang terus mengembang sampai menerangkan pengelihatan mata. Adam mencoba menggapai titik cahaya itu, sampai tangannya merasakan kehangatan dari sana, dan Adam memegang cahaya itu yang terasa seperti bola kain yang empuk.
'Benda apa ini?' ucap batin Adam.
Namun, secara mengejutkan Adam merasakan tubuhnya dipindahkan sangat cepat, dan dengan spontan terasa berhenti. Dan di titik itu Adam mulai mendengarkan banyaknya suara hentakan kaki kuda yang tampak sedang marah, bersamaan terdengarnya teriakan histeris pria dan wanita dari segala arah.
"Apa yang terjadi? Apa aku sudah bangun?" gumam Adam terheran seraya bangkit dari tempatnya. "Aku di mana? Di luar rumah? Ini seperti lubang tanah. Siapa yang membawaku ke sini? Sial."
Kemudian Adam melihat kondisi tubuhnya, berawal dari melihat kedua telapak tangan yang tampak dilumuri oleh tanah yang basah, lalu Adam melihat ke arah langit yang tampak sedang hujan.
Keheranan dengan apa yang telah terjadi, Adam lantas berdiri lalu menaiki lubang yang kira-kira dua kali lipat lebih tinggi darinya, sampai Adam berhasil mencapai permukaan. Namun, sesampainya Adam di atas sana, Adam malah disuguhi oleh pemandangan yang mengejutkan, yaitu melihat seorang gadis dengan histeris berlari ke arahnya, sehingga membuat Adam dengan spontan mengangkat kedua tangan.
Gadis itu berteriak sangat lantang menyerukan sebuah nama. "Dewi Ratih! Tolong hambamu! Kumohon!"
Namun, secara mendadak muncul sebuah bayangan hitam yang melesat sangat cepat melampaui mata manusia biasa. Walaupun Adam menyadari gerakan itu, tetapi dia tak mampu mengimbanginya.
Di titik di mana gadis itu sudah mencapai pegangan tangan Adam, bahkan telapak tangan mereka sudah saling bersentuhan, tetapi mengenaskan karena tubuh gadis itu sudah terpotong menjadi dua bagian hingga darah segarnya tumpah melumuri sebagian tubuh Adam. Tak mampu memegang, Adam seketika melepaskan tangan gadis itu, membuat tubuh di gadis terhempas ke tanah dengan isi perut yang tercerai-berai.
Dan tiba-tiba terdengar teriakan keras dan jahat seorang pria dari arah samping Adam, suaranya begitu kasar sampai terasa menekan kedua gendang telinga. Bahkan… mendengarnya saja sudah cukup membuat kaki menjadi gemetar ketakutan.
Adam dengan bulu kuduk yang meremang secara tak sadar menoleh ke arah suara itu, dan melihat suatu sosok yang memiliki tubuh sangat besar, hitam dan berbulu, wajahnya lampang dengan hidung pesek, memiliki gigi taring yang tampak keluar, sorotan matanya begitu tajam hingga menusuk jiwa Adam. Belum teridentifikasi ini makhluk apa, tetapi dia berteriak lantang menyebutkan nama.
"Untuk Tuanku! Mandrak!"
Di sisi lain, muncul salah satu makhluk yang memiliki bentuk yang sama, tetapi dia berukuran lebih kecil, namun bukan berarti lebih kecil dari Adam. Lalu makhluk itu mendekati Adam sembari memanggil teman-temannya.
"Hei! Coba sini! Orang ini datang dari dalam lubang ini!"
Adam tak bisa melakukan apa-apa setelah ratusan makhluk berwajah sama sudah mengelilinginya, mereka tertawa bersama sembari mengejek Adam dengan cacian, hinaan, dan ancaman. Sampai Adam menunjukkan mata yang penuh dengan keputusasan seraya menghina dirinya sendiri dengan tenang.
'Ya. Ya. Aku memang pantas mendapatkan ini.'