100 thn kemudian, tempat yang berbeda
Embun pagi menempel di tiap bagian daun yang ada di depan rumah. Bahkan kabut masih betah berada di atas bumi meski matahari sudah mulai memunculkan sinarnya.
Rumah itu tak begitu besar, tapi cukup nyaman untuk ditinggali. Dinding bata dengan cat berwarna putih, memberikan kesan rumah yang luas. Ada teras kecil selebar satu meter di depan rumah, dengan pagar bambu setinggi satu meter.
Jarak yang renggang di antara pagar membuat udara juga bisa melewatinya dan tanaman juga terlihat.
Pintu terletak tepat di tengah dan bangunan juga berada sedikit lebih tinggi dari tanah. Hal itu membuat adanya dua anak tangga tepat di depan pintu, di tengah pagar yang melintang mengelilingi teras.
Pintu kayu itu terbuka sepagi ini, seperti hari biasa. Seorang wanita paruh baya berusia 52 tahun memunculkan tangannya yang mulai keriput di pintu untuk membukanya lebih lebar.
"Ayolah, ini sudah siang. Kenapa kau tak juga keluar?," omelan yang sepertinya sudah sering terjadi setiap pagi.
"Matahari belum juga naik sepenuhnya, kenapa kau cerewet sekali?!"
Suara yang masih terdengar berat dan serak dari dalam rumah menyahuti omelan dari wanita yang saat ini sudah berada di beranda rumahnya.
Menarik sedikit sebuah kursi kayu yang diletakkan tepat di samping pintu dan duduk di atasnya, masih terasa sedikit basah karena embun juga menempel disana.
Gubrak!!!
Suara gaduh terdengar berbarengan dengan suara seorang pria yang mengaduh, wanita di teras itu hanya menggelengkan kepalanya tak berniat untuk masuk dan membantu.
Sebuah keranjang terlihat muncul lebih dulu dibandingkan seseorang di belakangnya yang masih mengelus bagian belakang kepala.
"Apa kamu tak mendengar aku kesakitan tadi?," lelaki itu berbalik untuk menutup dan mengunci pintu rumah.
Seperti beberapa orang pada umumnya, lelaki tersebut menyembunyikan kunci rumah di bawah pot bunga yang ada di depan rumahnya.
"Bahkan tanpa masuk ke dalam rumah aku bisa tau kalau kau begitu terburu-buru sampai menjatuhkan beberapa barang. Dan begitu ingin berdiri, kepalamu terantuk meja, kan?"
Hanya sebuah decakan yang terdengar begitu ia mulai berjalan dan mendahului istrinya itu di belakangnya. Tapi tak berapa lama ia bisa merasakan sebuah elusan pelan dan lembut di belakang kepalanya.
Senyuman itu terbit dan menghilangkan begitu saja rasa kesal yang sudah sejak pagi bersarang di hatinya. Sejak ia dipaksa untuk bangun dan diburu-buru untuk pergi bersama.
Hawa dingin di pagi hari membuatnya harus mengenakan pakaian yang lebih tebal atau dua lapis pakaian, tak lupa sarung tangan dan juga sepatu bot untuk menutupi celana panjangnya.
Rerumputan kecil sepanjang perjalanan sedikit menutupi jalan setapak untuk masuk menuju ke bagian hutan. Kabut terlihat semakin tebal dan embun masih terasa di kulit wajah.
"Sebentar lagi matahari menjadi lebih tinggi, kita bisa mendapatkan beberapa tanaman dengan mudah dan banyak nantinya"
"Aku ingin makan ayam panggang nanti," sahut sang suami yang tak ada hubungannya dengan apa yang baru saja dibicarakan.
"Astaga, aku bicara apa dan kau bicara apa!"
"Aku sudah lapar!"
"Kita bahkan baru masuk ke hutan! Makannya nanti saja setelah kita pulang!"
"Tapi aku laparnya sekarang!"
Pembicaraan yang wajar bagi sepasang suami istri yang baru berangkat bekerja, pertengkaran kecil yang sering terjadi di sela-sela hari yang indah.
***
Semakin masuk ke dalam hutan tanaman yang semula hanya setinggi mata kaki, kini bahkan sampai setinggi lutut atau pinggang.
Meskipun sampai masuk lebih ke dalam hutan, tapi mereka tak pernah sampai ke jantungnya. Terlalu dalam, terlalu jauh dan terlalu berbahaya pastinya.
Tak ada yang tau binatang apa yang akan mereka hadapi jika mereka memaksa diri untuk berjalan terlalu dalam lagi. Jika masih di tepian seperti ini, binatang yang paling sering mereka temui adalah rusa, kelinci, atau bahkan terkadang mereka tak menemukan hewan sama sekali.
Jika sudah sampai ke tempat tujuan untuk memetik tanaman obat, mereka akan berpencar. Tapi tentu saja tak sampai begitu jauh karena takutnya nanti tak bisa kembali karena tersesat.
Gregory, lelaki berumur 56 tahun itu mencoba untuk mengeratkan lagi ikatan tali yang tersambung dengannya di bagian pinggang. Di atas sabuk yang ia kenakan dipasangi tali yang tersambung langsung dengan sabuk yang juga dikenakan oleh istrinya.
Ukurannya cukup panjang hingga keduanya bisa bergerak dengan bebas, bisa lebih memanjang lagi jika memang ingin berjalan lebih jauh.
Pinggangnya tertarik berkat tali itu dan membuatnya melepaskan pegangan pada tanaman yang sudah ia incar sejak tadi. Raut wajahnya berubah menjadi kesal lagi setelah tadi ia masuk ke dalam hutan bertengkar dengan istrinya.
"Bisakah kau berhenti dulu? Aku belum menyelesaikan yang ada disini! Huh?"
Gregory melihat ke sekitarnya dan tak menemukan istrinya dimanapun, tak ada wujudnya dan ia juga tak mendapatkan sahutan atas ucapannya. Tapi tali yang terpasang di sabuk berubah menjadi tegang sejak tadi, yang berarti istrinya sedang jauh darinya dan mencoba untuk membawanya bersamanya.
Karena jarak pandang yang terbatas, beberapa tanaman bahkan ada yang sudah sampai ke batas dada, ia berpikir untuk mengajak istrinya kembali dengan menarik tali tersebut.
Jantungnya berdebar kencang, ada sebuah ketakutan yang tak ingin ia ucapkan. Tak ada suara hewan lain di sekitar mereka sejak tadi bukan berarti mereka tak ada.
Dengan tali yang begitu tegang, seharusnya istrinya sedang berada pada jarak yang lumayan jauh. Lalu kenapa? Kenapa rumput terdekat dengannya bergerak? Jantung semakin terpacu dan kaki mulai membuat ancang-ancang untuk lari.
Sampai tiba-tiba, sesuatu yang besar melompat tepat di depannya!
"HAAAOOOOM!"
"AAAAAAAA!!!!"
Gerakan refleks yang ia lakukan tentu saja menjauh dan melindungi badan dengan kedua tangannya ketika sesuatu itu muncul di depannya, melompat ke arahnya.
Diulangi, melompat ke arahnya dan mengaum!
"Ahahhaha! Astaga, wajahmu terlihat lucu sekali!
apalagi teriakanmu tadi, oh astaga! Hahahaha!"
Jantung yang masih berdebar begitu kencang dan tenggorokannya yang menjadi kering karena teriak begitu kencang, tapi telinganya mengenal dengan jelas suara dari seseorang yang ada di depannya itu.
Seseorang yang tadinya ia pikir sudah menghilang atau sedang kesusahan karena tersangkut sesuatu ketika tali mereka menjadi tegang, kini justru sedang tertawa begitu kencang di depannya.
"Hei! Apa kau pikir itu tidak keterlaluan sudah mengerjaiku sampai seperti ini? Kupikir yang sedang menghampiriku tadi adalah binatang buas seperti singa!"
"Aum!"
"Aku sedang berbicara serius, astaga!"
Anna, usia 52 tahun, yang merupakan istri dari Gregory itu memang suka sekali bercanda, apalagi kepada suaminya sendiri.
Walaupun pada kenyataannya suaminya itu lebih sering merasa kesal dan berakhir mengomelinya setiap kali ia kerjai, termasuk yang barusan terjadi ini.
"Tenang saja, tak ada hewan seperti itu disini! Sudah berapa tahun kau ke tempat ini bersamaku?," Anna membantu Gregory untuk berdiri.
Gregory sempat terjatuh setelah kaki kanannya tersandung dengan kaki kirinya.
Benar, tak ada hewan apapun. Tapi sesuatu terlihat mengamati dari jauh….
*****
Bersambung