Chereads / Ashina; Physician’s Journey / Chapter 2 - Akademi; Pelajar Medis dan Obat-Obatan

Chapter 2 - Akademi; Pelajar Medis dan Obat-Obatan

Walah.. parah nih.

"Ashina! Kau keren!! Kau berhasil melakukannya lagi!"

Keren matamu! Aku tidak mau melakukannya lagi.

Sudah cukup, ayo memasuki cerita.

Ini dimulai dari dua gadis gila yang mengutak atik kadal.

Jadi, diriku berhasil menyembuhkan seekor kadal. Namun itu menjijikkan sekali, dan aku tidak ingin melakukannya lagi.

Omong-omong daripada menyembuhkan, lebih tepatnya membangkitkan. Ya, aku membangkitkan seekor kadal.

Jangan salah sangka, aku bukan seorang pembangkit kadal, ini hanya permainan konyol yang dilakukan dua orang aneh. Dan... sebenarnya kadal itu tidak benar-benar mati, ia hanya sekarat dan nyaris menemui ajalnya. Kadal itu menggeliat kasar di tanganku saat kubangkitkan. Ah... JIJIK!

Aku awalnya berpikir membiarkannya mati.

Namun jiwa dan ragaku mengalahkan akal sehatku.

Ya, entah mengapa, padahal itu hanya seekor kadal dan aku tak suka kadal. Sangat tidak suka.

Namun tubuhku memaksaku membawanya ke laboratorium medis. Singkat cerita aku tak sadar telah membuatnya kembali hidup. Aku berharap ini memang kebetulan.

Apaan sih.

Perkara ini dimulai bukan karena diriku, sungguh. Tapi aku punya teman konyol pecinta alam yang bisa-bisanya menginjak makhluk melata yang kubenci. Bahkan memintaku mengobatinya. Yah, sebenarnya mengobati bukan menjadi masalah untukku, karena aku pembelajar ilmu medis yang keren. Jadi dia menyeretku kesini.

Pembelajar ilmu medis yang keren? Yang itu ada alasannya.

Dobrakan di pintu membuat kami mematung. Aku bersyukur tak mati terkena serangan jantung.

"Oh tidak, kita ketahuan membolos lagi, Ashina! Bagaimana?!!"

Yap, kena lagi. Bagus.

——————

Halo, ini Ashina. Salam kenal.

Saat ini aku sedang belajar di sebuah akademi.

Namanya? Tidak tahu.

Ada di dunia antah berantah yang disebut Milan, akademi ini berada di negeri Tarbent.

Aku hanya pernah tinggal bersama kakekku, aku tidak tahu pasti siapa aku, orang tua? Tidak punya. Mungkin aku dibuang, karena kakekku yang merawatku hanya seorang wali angkat. Aku tak tahu dan tak mau tahu.

Tapi duka itu sudah lalu. Ia sudah pergi. Siapa? Kakekku.

Di usiaku yang kesebelas, ia wafat karena penyakit. Begitulah.

Jadi sekarang aku tinggal sendirian disini. Mungkin tidak benar-benar sendirian, akademi ini masih punya murid selain diriku.

Tadinya aku sedih..

Kakekku.. kehilangan...

Ia satu-satunya yang peduli padaku...

Sebelum aku disini..

Aku bertekad untuk.. entahlah, mungkin menolong banyak orang..

Dendam, penyesalan, duka, aku tak tahu pasti...

Ah, tidak berguna..

Tapi aku tak ingin hal yang sama padaku terjadi pada orang lain...

Saat ini aku seharusnya sedang mempelajari sesuatu yang menurutku bermanfaat..

Belajar untuk menolong yang lain.

Ah sial, kakiku pegal.

Benar juga, saat ini diriku sedang berdiri mendengarkan ceramah dari wanita paruh baya yang menor selama lebih dari dua jam. Cepatlah berakhir, ini membuatku jengkel setengah mati.

"Ashina, kuharap kau mendengar ucapanku."

Dengar kok, sepasang telingaku masih berfungsi dengan sangat baik.

"Berhenti kabur dari setiap pelajaran!"

"Aku tidak kabur, tapi terpaksa."

Wanita paruh baya yang cerewet ini adalah wali kelasku. Madam Gie.

Alkisah, aku mendapat teguran karena meninggalkan kelas diam-diam dengan dalih pergi ke toilet. Aku tahu palingan selanjutnya aku tak akan mendapat izin ke toilet di jam pelajaran selama satu bulan. Biasa sajalah.

Dipikir-pikir aku tidak begitu memperhatikan ini, dan tidak begitu sering kulakukan... rasanya.

Aku sebenarnya tak pernah menghitungnya. Namun sanksi yang kudapat juga tak pernah berubah.

Yah, paling tidak satu kali.. atau mungkin tiga, atau lima? Tujuh? mungkin sepuluh..

Mampus! Banyak ini mah!

Sekarang sudah dua jam aku berdiri di hadapan penyihir ini. Ya, dia memang penyihir, dan dia mengajar kelas sihir. Wali kelasku pula. Aku sering membolos di kelasnya. Aku berbohong beberapa kali, ketahuan juga beberapa kali. Termasuk kali ini, dan setiap itu terjadi, aku selalu berakhir disini, ruang guru.

Ngomong-ngomong orang yang bersamaku tadi memiliki refleks yang cepat walau sempat bengong sebentar. Saat pintu mulai terbuka, ia menghilang dengan lompat melalui jendela, betapa licik.

Biadab luh!

"Jadi ini sudah tiga belas kali kau hilang dari kelas sihir. Karena itu level sihirmu tidak pernah naik dari tingkat dasar."

Wah, tiga belas. Beneran mampus.

"Aku akan mencabut izinmu ke toilet di jam pelajaran."

"Ok. Khusus kelas sihir saja kan?"

"Semua kelas."

....

"Sampai kau lulus."

"Ok."

"Keluar kelas juga, untuk alasan apapun."

"Ok."

"Kalau melanggar akan kena skors"

"Ok."

——————

Orang-orang berkata bahwa angka tiga belas adalah lambang kesialan. Baiklah baik, aku tertimpa sial kali ini. Ah, tapi ini bukan perkara  angka tiga belas. Namun ada hal lain yang memang aku inginkan. Setidaknya sanksi kali ini bukannya melarangku pergi ke laboratorium medis. Ah, wali kelasku ternyata cukup pengertian.

Aku merasa lega... walau agak kesal juga sih.

Karena aku membutuhkannya...

Demi mencapai apa yang kumau...

Untuk banyak kehidupan di dunia ini.

***

           -Data diri-

Nama: Ashina Asahina

Asal: negeri Tarbent

Usia: 16 tahun

Tinggi: 165cm

Berat: 50kg