Ketika tiba di Kota Velt, Rea benar-benar takjub akan desain bangunan kotanya nan bergaya Victorian Klasik. Meski sepi dilalui oleh para masyarakatnya di malam hari, namun Rea yakin sekali kalau tempat yang tengah dia lalui bersama Vrant dan rekan-rekannya ini pasti sangat ramai bila mentari berada tepat di atas kepala.
Berkat bantuan Vrant dan teman-temannya, Rea mendapatkan izin untuk masuk ke dalam kota dari para penjaga gerbang. Dikarenakan harus memberikan laporan kepada Guild atas misi mereka kemarin, Vrant dan Nath pamit terlebih dahulu.
Sebelum berpisah si ketua kelompok tersebut menyarankan agar Rea menginap di penginapan mereka saja. Soalnya Penginapan Burung Biru adalah satu-satunya tempat menginap yang murah sekaligus memiliki suasana nan nyaman.
Oleh sebab itulah saat ini dia bersama Alvira, Ruflo dan Mira berjalan ke arah timur dari kawasan kolam bundar di tengah kota agar bisa sampai ke penginapan tersebut, setibanya di bangunan batako tiga lantai nan lampunya masih menyala—sehingga beberapa siluet manusia di dalamnya terlihat—Mira membuka pintu lalu mengajak Rea dan lainnya untuk masuk.
Pada bangunan nan cukup luas tersebut Rea mendapati beberapa orang pria sedang duduk di meja masing-masing sambil minum dan tertawa ria. Di antara mereka seorang gadis kecil pramusaji dan tante-tante berbadan subur berkeliling menghidangkan makanan serta minuman lainnya.
Ketika gadis cilik pramusaji itu menengok ke arah pintu masuk, sebuah senyuman lebar terbias dari bibir mungilnya.
"Mira-san dan yang lainnya sudah kembali!" pekik gadis berusia delapan tahun berambut merah terang itu kegirangan dan langsung berlari ke arah mereka semua.
Mira berteriak senang mengetahui gadis itu menyadarinya, dia pun segera menangkap tubuh si gadis nan melompat ke arah dirinya dengan sigap. Sebuah usapan dari pipi ke pipi dilakukan oleh Mira sambil berkata seberapa dia merindukan gadis itu.
Tante berbadan subur tadi pun akhirnya mendekat setelah menyuguhkan beberapa makanan ke meja dekat jendela, sembari tersenyum manis pun dia menyapa kepulangan mereka semua. Rea yang menyadari hal tersebut berpikir kalau Mira dan yang lainnya pastilah sangat akrab sekali dengan mereka berdua.
"Bagaimana perjalanan kalian kali ini?" tanya si Tante nan memiliki rambut panjang sewarna bocah cilik di dalam pelukan Mira.
"Lancar seperti biasanya, perburuan kali ini dapat kami lewati bersama." Ruflo menjawab dengan nada santai.
"Ngomong-ngomong, ada wajah baru di sini. Siapa gerangan dirinya?" tanya tante itu sambil menatap ke arah Rea nan tersenyum kikuk.
"Salam kenal. Saya Rea, seorang pengembara," sebutnya memperkenalkan diri.
"Rea-chan berencana untuk mendaftar ke guild petualang juga. Oleh karena itu dia datang ke kota ini." Mira yang telah melepaskan pelukannya pada gadis cilik tadi langsung bersuara.
"Oh, begitu kah. Kalau begitu salam kenal juga. Saya Diane dan ini putri saya Avi, saya pemilik penginapan ini."
Rea yang telah berkenalan dengan beliau pun langsung meminta untuk disiapkan kamar olehnya, Diane nan mengerti akan hal tersebut segera menuntun Rea ke arah meja resepsionis agar dia bisa mengisi daftar tamu.
Mira, Alvira dan Ruflo sendiri digiring oleh si kecil Avi menuju konter bar di arah depan. Selagi menunggu Rea selesai mengurus administrasinya, mereka pun memesan makan malam.
Pembayaran untuk biaya menginap memang murah seperti kata Vrant, semalamnya saja hanya menghabiskan uang sekitar 20 Koin Perunggu saja. Rea mengeluarkan uang dari kantong para bandit yang dia curi tadi dan memberikan 4 Koin Perak agar bisa menginap selama dua puluh hari di sini.
Hal itu dia lakukan karena Rea memang berniat untuk tinggal agak lama di Kota Velt, sebagai seseorang yang baru saja akan memulai debutnya dia rasa menghabiskan sedikit uang demi mendapatkan tempat tinggal nan nyaman bukanlah hal buruk sama sekali.
Selesai mendaftar dan membayar uang sewa, Rea pun menghampiri Mira dan yang lainnya. Dia memilih duduk di dekat Alvira lalu memesan makan malam nan direkomendasikan oleh gadis berambut biru tersebut, yakninya sup telor kentang.
Selagi menunggu Diane dan Avi menyiapkan makan malam untuk mereka Rea mencoba mengamati sekitar, pembicaraan beberapa orang pria nan tampak seperti sekelompok petualang di belakang meja konter menarik perhatiannya.
"Sungguh, siapa yang menyangka kalau kelompoknya Aira-san berhasil mengalahkan Beast-demon kelas Leviathan dengan mudahnya."
Pria kurus berzirah kumal tersebut menghempaskan gelas mirasnya ke meja lalu mengatakan hal tersebut dengan ekspresi mabuk. Temannya yang lain menimpali dengan berkata kalau tindakan petualang bernama Aira itu memang sudah di luar logika, Rea sendiri malah terkesima sendiri menyadari kalau ada seseorang sehebat itu di kota ini.
Secara umum Beast-demon dikategorikan ke dalam empat peringkat. Pertama itu adalah Normal, mereka merupakan Beast-demon nan sering dijumpai para petualang di dalam hutan maupun dungeon. Kedua merupakan kelas Leviathan, selain ukuran mereka nan setinggi 8 Meter lebih. Beast-demon tersebut memilki kemampuan penggunaan sihir yang lebih berbahaya dari Beast-demon peringkat normal.
Selain Peringkat Normal dan Leviathan, ada juga Peringkat Behemot serta Luciferian. Ukuran mereka bahkan 4x lipat dari besarnya Beast-demon peringkat Leviathan, kehadiran mereka bahkan setara dengan bencana alam. Konon katanya, satu ekor Beast-demon tingkat Behemot saja dapat menghancurkan sebuah kerajaan dalam kurun waktu satu malam.
Berkat penjelasan dari Kakeknya Ragna, Rea dapat mengetahui semua itu semenjak dia masih kecil. Dia sering diantisipasi oleh kakeknya untuk tidak bertarung dengan Beast-demon peringkat Luciferian. Soalnya, bahkan teruntuk sosok Kaisar Naga seperti Ragna sendiri saja, beliau hanya bisa berakhir imbang menangani Beast-Demon mengerikan tersebut.
Teruntuk Peringkat Behemot dan Leviathan pernah dia kalahkan beberapa kali sewaktu masih berada di dalam pelatihan kakeknya. Dia mengerti sekali seberapa sulitnya untuk mengalahkan satu Leviathan seorang diri, namun ketika mengetahui ada sekelompok petualang nan berhasil dengan mudah mengalahkan Beast-demon itu hanya bisa membuatnya terkagum sendiri mendengarkan.
"Lagi-lagi mereka membahas tentang Aira, kah." Ruflo menghela napas panjang membuat Rea menyadari reaksi kesalnya itu.
"Ada apa Ruflo, apa kau mengenal orang yang mereka ceritakan itu?" tanyanya penasaran.
Aira Crossfield adalah petualang kelas S di kota ini, dia mendapatkan gelar Ratu Pedang Kematian. Bersama dengan anggota kelompoknya dia berada di posisi paling puncak petualang di Guild Kota Velt ini. Semua prestasinya sangat luar biasa, dia bahkan mendapatkan kepercayaan dari Ratu Freya Rouge Empressia untuk menjaga Kota Velt dari ancaman para Beast-demon.
"Singkatnya dia itu merupakan salah satu ahli pedang yang tak tertandingi di Kerajaan Empressia." Ruflo menyampaikan hal tersebut masih dengan nada kesalnya.
"Dasar kau ini! Kau tahu, Rea-chan. Si kucing tampan di sebelahku ini kesal karena dia kalah saing dengan teman masa kecilnya sendiri." Mira menyampaikan ejekkan tersebut sambil mendekatkan mulutnya ke telinga Rea.
"Apa maksudmu, Penyihir Gadungan! Berhenti mengungkit masa laluku itu, mengerti!" bentak Ruflo memerah malu.
Mira yang kecanduan menyikapi reaksi manis rekannya itupun makin memperkeruh suasana hingga meja konter kini dipenuhi kehebohan mereka. Rea hanya bisa tersenyum kikuk menyaksikan sikap jail Mira itu, sedangkan Alvira pun memberanikan dirinya untuk menjelaskan beberapa hal kepada Rea.
"A-anu, begini, Rea-san. Berdasarkan penjelasan dari Ruflo-san tadi, setiap petualang yang mendapatkan kesempatan untuk naik ke Kelas S haruslah mendapatkan pengakuan dari penguasa satu negara terlebih dahulu."
Rea yang mendengar hal tersebut pun mulai memasang telinganya baik-baik, menurut Alvira cara mendapatkan pengakuan dari raja ataupun ratu adalah dengan memperlihatkan pencapaian mereka. Biasanya Guildmaster akan berkonsultasi terlebih dahulu dengan para petualang Kelas A nan menjanjikan, lalu dia akan melaporkannya kepada sang Ratu. Jika hal tersebut diterima, maka Ratu akan memintanya menyelesaikan sebuah quest ekspedisi Dungeon sampai ke lantai 50.
Banyak petualang kelas A yang menjanjikan kehilangan nyawa mereka dalam melakukan ekspedisi tersebut, namun ketika mereka berhasil maka martabat, kekuasaan, serta 40% wewenang atas sebuah kota akan mereka terima sebagai hadiahnya.
Andai kata seorang petualang Kelas S memiliki anggota Party, maka secara teknis mereka akan dianggap sebagai kelompok party Kelas S meskipun peringkat mereka berbeda. Hal tersebut berguna demi membantu si petualang Kelas S tadi dalam mengerjakan quest-quest-nya sebagai seorang petualang peringkat atas.
Sebenarnya para Kelas S dapat bekerja sama dengan Kelas S lainnya, hanya saja kebanyakan petualang Kelas S lebih sering memilih untuk bekerja sama dengan anggota party lama mereka ketimbang dengan petualang yang baru mereka kenal.
Rea berusaha keras memproses semua penjelasan dari Alvira tadi, hingga akhirnya dia yang mulai paham pun berkata kalau menjadi petualang Kelas S adalah bentuk pencapaian tertinggi seorang petualang.
"Kami berempat ingin menjadikan Vrant sebagai seorang Petualang Kelas S juga loh, sebenarnya." Mira yang lehernya tengah diapit oleh lengan kanan Ruflo mengatakan hal itu sambil tersenyum riang.
"Ya, soalnya saat ini di Empressia hanya ada empat petualang Kelas S saja. Biasanya setiap kerajaan diwajibkan memiliki sekitar tujuh petualang Kelas S. Karena berbagai alasan Empressia masih kekurangan jumlah petualang Kelas S mereka." Ruflo melanjutkan setelah melepaskan cekikkannya pada leher Mira.
Rea pun mulai merasa tertarik untuk bisa menjadi petualang Kelas S juga, setidaknya dengan begitu kemungkinan dia bisa bertemu Ibu Kandungnya alias sang ratu menjadi cukup besar. Mengenyampingkan isi hatinya sendiri, dia pun bertanya kenapa mereka bertekad menjadikan Vrant sebagai petualang Kelas S.
Mira, Ruflo dan Alvira saling tatap sejenak lalu menatap Rea sembari tertawa lebar.
"Itu karena dia tidak sadar akan potensinya sendiri," sebut mereka serempak.
Ruflo menjelaskan bahwa Vrant adalah petualang yang tangguh dan penuh perhitungan, setiap tindakannya sangat berarti hingga membuat seluruh anggota party-nya ini begitu menghormatinya. Hanya saja dia tak menyadari potensi itu, oleh sebab itulah Nath memberikan saran tersebut kepada mereka semua agar Vrant menyadari kehebatannya sendiri.
Tak lama kemudian Diane-san dan Avi pun muncul membawa makanan dan minuman di atas nampan mereka, segera saja Rea, Ruflo, Alvira dan Mira menyantap hidangan tersebut dengan lahapnya.
***
Seiring berjalannya waktu, Tuan Matahari pun mulai menaiki panggung kehidupan demi memainkan peran pentingnya dalam menyinari dunia. Suara kicau sepasang burung nan bertengger di atas dahan pepohonan dekat Penginapan Burung Biru sayup-sayup mulai mengusik Rea yang tengah larut dalam tidurnya.
Ketika suara para burung mungil itu makin lama makin terdengar asyik berbincang, Rea pun akhirnya terbangun dan mendapati dirinya tengah berada di atas dipan kayu penginapan seorang diri. Segera saja dia bangun lalu menatap sekitar, tempat ini sungguh berbeda dari kediaman kakeknya di Gua Para Naga dulu.
Terdapat sebuah lemari, meja kecil sebelah kasur dan lebih dari itu semua ada sebuah jendela kayu yang tertutup rapat, meski tampak kuno dan agak kusam tetapi benda tersebut sama sekali tak pernah dia jumpai di kampung halamannya dulu. Merasa kalau semua ini bukanlah mimpi atau khayalan imajinasinya dia pun mengucek sepasang bola mata menawan berwarna merah kirmizi itu.
"Benar juga, aku sudah sampai di kota semalam," ujarnya nan mulai mengingat semua hal.
Sedikit menggeliat dan merentangkan tangannya Rea pun memutuskan turun dari kasur lalu membuka jendela tersebut. Embusan angin serta kemilau mentari pagi menyapanya bersamaan dengan senda gurau sepasang burung mungil di atas dahan pohon, hal itu begitu menenteramkan sekali baginya. Hingga tanpa sadar, Rea tersenyum sendirian sambil menikmati indahnya pagi ini.
Semalam dia telah menentukan apa yang akan dirinya lakukan hari ini. Ya, apalagi kalau bukan mendaftar ke Guild petualang di Kota Velt. Berdasarkan ucapan Vrant nan ikut bergabung dengan mereka setelah kembali melapor ke Guild, untuk bisa mendaftar diperlukan uang sebesar 5 Keping Perak.
Terdapat tiga ujian yang akan diberikan oleh pengawas nantinya, pertama ujian ketangkasan, sihir dan keahlian dalam mengatasi Beast-demon. Maksud dari kata 'mengatasi' di sini bukan hanya sekedar melakukan pembasmian saja, para pendaftar harus mampu mengeluarkan kristal sihir dari tubuh Beast-demon serta menguliti mereka.
Merasa kalau dia mahir dalam semua hal tersebut, Rea pun yakin kalau dirinya bisa lulus dengan mudah dan mendapatkan Kelas lanjutan. Seperti pembahasan lalu, kelas terendah petualang adalah Kelas F dan tertinggi itu merupakan kelas S.
Hanya saja pada saat seorang petualang telah sampai ke kelas B, dia harus menunggu promosi terlebih dahulu dari Guildmaster agar bisa naik ke kelas A. Kelas selain F—pemula—disebut dengan Kelas Lanjutan. Entah itu E atau D, Rea merasa kalau dirinya pasti bisa meraih salah satu diantara kedua kelas tersebut saat mengikuti ujian masuk nanti.
Selagi dia masih mengamati keadaan kota dari jendela kamarnya di lantai dua penginapan, sebuah ketukan terdengar dari arah pintu masuk. Langsung saja dia berkata kalau pintunya tak terkunci, tak lama kemudian sosok Avi si gadis mungil berambut merah muncul sambil tersenyum dan berkata kalau sarapan pagi sudah siap.
Mengerti akan hal itu, Rea memutuskan untuk turun mengikuti Avi menuju lantai pertama. Tak seperti kegaduhan ramai semalam, kafetaria di lantai satu ini sangat sepi bila di pagi hari. Hanya ada sepasang petualang muda di ujung ruangan, mereka tampaknya juga sedang menikmati sarapan mereka hari ini.
Rea menuju konter dan duduk di tempat dia semalam, Diane-san muncul dari arah dapur lalu menghidangkan sarapan pagi untuknya. Satu roti tawar ukuran menengah, tiga telur mata sapi, serta mangkuk kecil berisikan sisa sup telur kentang semalam.
"Bagaimana tidurmu, Rea-chan?" tanya Diane-san memegangi nampannya dan berjalan ke sebalik konter.
"Tidurku nyenyak, terima kasih sudah bertanya," sebut Rea lalu mulai menyantap makanan sederhana nan menggiurkan tersebut.
"Ngomong-ngomong, aku tidak melihat Vrant dan yang lainnya. Apa anda tahu mereka berada di mana sekarang, Diane-san?"
Avi nan mencoba duduk di sebelah Rea mengangkat-angkat tangan seakan mencoba menarik perhatiannya, Diane-san pun berkata sepertinya gadis kecilnya itu lebih tahu ke mana mereka daripada dia sendiri.
Rea yang gemas akan tingkah lucu Avi dalam menarik perhatiannya pun berhenti makan lalu melirik gadis manis antusias itu sembari bertanya.
"Apa kau tahu ke mana mereka, Avi-chan?" Avi mengangguk riang lalu mulai memberitahu Rea penuh semangat.
Dia berkata kalau Vrant, Nath dan Alvira pergi ke tempat tukang pandai besi di pasar sekitar pukul setengah delapan pagi tadi. Mira mengunjungi toko perlengkapan sihir dan biasanya akan kembali sebentar saat tengah hari lalu pergi lagi. Sedangkan Ruflo jam tujuh pagi tadi sudah keluar dari penginapan, katanya dia memiliki urusan di Pos Jaga Prajurit Kerajaan.
Sungguh jawaban detail yang tak disangka oleh Rea, dia jadi semakin yakin sekali kalau anak ini pastilah begitu dekat dengan Vrant dan teman-temannya. Merasa kalau dia telah ketinggalan dari mereka berlima, Rea pun bergegas menghabiskan makanannya lalu mulai pergi menuju Kantor Guild Petualang di kota ini.
Avi sendiri sempat bertanya kemana Rea akan pergi dan dia pun dengan jujur berkata kalau dirinya ingin mendaftar di guild petualang hari ini. Saat dia baru saja tiba di luar penginapan dan selesai mengelus-elus lembut rambut merah Avi, Rea mencoba mengingat-ingat kembali posisi kantor guild sesuai ucapan Alvira semalam.
"Kalau tidak salah dari perempatan kolam belok ke utara, setelah mentok di kawasan taman kota ambil jalan ke kiri. Bangunan paling besar beratap cokelat adalah kantor guild petualang. Yosh, aku mengingatnya," gumam Rea tersenyum bahagia mengetahui kalau dia tidak lupa sama sekali.
Tanpa menunggu lebih lama lagi, dia memutuskan untuk berpisah dengan si gadis kecil anaknya Nyonya pemilik penginapan lalu berlari secepat mungkin mengikuti arahan dari Alvira semalam. Apa yang dia pikirkan tentang kota ini sewaktu sampai di sini malam tadi langsung terbukti dengan sendirinya, suasana kota sungguh sangat ramai akan kehadiran penduduknya di pagi hari.
Tak hanya manusia saja yang hidup di kota ini, Elf, Dwarf, Lycantrophe bahkan Beastial—ras manusia binatang nan lebih mirip seperti hewan berkarakteristik manusia—pun juga ada di sini. Hal tersebut membuat Rea terlihat begitu riang menyadari seberapa indahnya kedamaian dalam keberagaman mereka itu.
Apa yang dikatakan kakeknya mengenai Benua Tengah nan menghargai perbedaan memanglah benar, tak seperti di Benua Barat tempat di mana Rea tumbuh besar dengan menyaksikan perperangan antar ras di semua wilayah.
Hanya kawasan Gua Para Naga lah tempat teraman di Benua Barat, sebab setiap ras makhluk hidup berakal di sana sangat takut akan kehadiran kakeknya selaku Kaisar Naga Ragna yang begitu kuat dan tak terkalahkan.
Sekitar dua puluh menit menyusuri jalanan kota, akhirnya dia sampai di depan bangunan besar beratap cokelat. Penuh rasa percaya diri, Rea pun membuka pintu dan masuk dengan santainya. Dia bahkan tak mempedulikan bagaimana cara petualang lain memandangi dirinya yang berjalan menuju ke tempat resepsionis berada.
"Selamat pagi, selamat datang di Guild petualang. Saya Vilma, apa ada yang bisa saya bantu?"
Rea tersenyum manis mendengar cara resepsionis cantik itu memperkenalkan diri, rasanya hal tersebut dulu pernah terjadi ketika dia datang ke kantor kepolisian di mana pamannya dulu bertugas.
"Aku ingin mendaftar sebagai seorang petualang," ucap Rea dengan mantap.
"Anda datang untuk mendaftar, ya. Baiklah, silakan isi formulir ini dahulu."
Si perempuan berambut emas sepundak nan tampaknya seusia dengan Rea itupun mengeluarkan secarik kertas dari meja di bawahnya sembari menawarkan diri apa Rea mau mendengarkan tugas-tugas seorang pahlawan kepada dirinya atau tidak.
Tentu saja Rea menerima tawaran itu, meski sudah pernah dijelaskan oleh Vrant tetapi dia merasa alangkah baiknya memastikan semua itu sekali lagi. Dengan hati riang Vilma-san pun mulai menerangkan hal serupa dengan Vrant sewaktu mereka masih berada di dalam hutan.
"Singkatnya tugas petualang adalah mengerjakan quest yang telah disediakan, bukan?" Rea memastikan hal itu.
"Ya, namun pemilihan quest tergantung pada kelas petualang itu sendiri. Setidaknya, petualang kelas F harus mengerjakan quest kelas F saja. Meski bisa melakukan quest nan berada satu tingkat di atasnya, tetapi jika quest tersebut gagal si petualang harus membayar denda pinalti sebesar 4x lipat."
Rea menunjukkan wajah seakan berkata, oke aku paham dengan konsekuensinya. Setelah memberikan formulir berisikan data nama, usia, ras dan posisi sebagai petualang dia pun diminta untuk menuju ke sebuah pintu yang mengarah ke belakang bangunan, sebelum pergi ke sana Vilma-san menagih uang pendaftaran terlebih dahulu.
Rea sempat berpikir kalau tindakan Vilma-san itu cukup licik, soalnya jika dia gagal dalam ujian besar kemungkinan uangnya tidak akan dikembalikan. Ya, meski mustahil kalau dia akan gagal, tetapi Rea tetap saja agak kurang menyukai tindakan pembayaran seperti itu.
Sesampainya di belakang bangunan Guild, seorang lelaki kekar berotot datang menghampiri Rea sembari memandang remeh dan berkata kalau kali ini malah seorang gadis cilik nan datang mendaftar. Lewat tatapan lemas pria itu mengambil formulir Rea dan mulai membacanya.
"Nama : Rea Rouge
Usia : 22 tahun
Ras : Manusia (Rea menulis ini karena Kakeknya dulu meminta dia menyembunyikan fakta bahwa sebenarnya dia merupakan Ras Dragonoid yang langka)
Posisi : Petarung Sihir"
Si lelaki kekar berambut gimbal hitam dan brewokan itupun memandang Rea sekali lagi seakan tak percaya dengan formulir miliknya, bagaimana pun dia melihat gadis manis dengan tinggi 150 cm itu dia tidak yakin kalau Rea telah berusia 22 tahun.
"Ada apa, Tuan?" tanyanya penasaran akan sikap lelaki tersebut.
"Apa benar usiamu—, ah tidak lupakan saja."
Merasa tidak enak membahas usia seorang wanita, lelaki itupun mengabaikan hal tersebut dan langsung menyuruh Rea untuk mengikuti ujian ketangkasan.
Karena Rea merupakan seorang petarung sihir, lelaki nan pada akhirnya memperkenalkan diri sebagai Revan-san itu pun mengadakan duel satu lawan satu dengannya. Rea cukup kaget mendengar kalau cuma itu saja yang akan dia lakukan dalam ujian ketangkasan.
Tanpa berlama-lama Rea nan telah bersiap segera menggunakan kemampuan gerakan kilatnya lalu menendang kepala kiri Revan-san dari belakang. Revan-san yang menyadari serangan Rea tak dapat menghindar sama sekali, oleh karena itu dia pun terlempar ke arah tembok hingga membolongi bangunan belakang guild.
"Cih, apa-apaan serangannya barusan. Meski bisa melihat gerakan kilatnya tetapi tubuhku tak cukup cepat untuk merespon balik."
Revan-san yang tertimbun puing reruntuhan bangunan pun bangkit seolah-olah tak terjadi apa-apa, seperti nan diharapkan dari seorang petualang kelas A. Setelah berkata kalau Rea lulus, dia pun mengeluarkan kertas formulir tadi lalu menuliskan hasil penilaiannya.
"Kau lolos ujian pertama, selamat, Rea-san."
Revan-san memberikan pujian, setelahnya dia langsung meminta Rea mengikuti ujian selanjutnya. Ujian kedua adalah penggunaan sihir, ini merupakan ujian yang tidak terlalu resmi karena tak semua petualang bisa menggunakannya—sihir. Oleh sebab itu Revan-san hanya meminta Rea untuk menunjukkan kapasitas sihir yang dia miliki saja.
Hal tersebut membuat Rea merasa cukup kecewa, dia berpikir kalau dia dapat menunjukkan sihir-sihir keren hasil ciptaannya sendiri di sini. Menunjukkan kapasitas sihir alias Mana Release adalah latihan dasar nan dia lakukan setiap harinya akibat paksaan sang kakek naga dulu.
Walau agak kecewa tetapi dia tetap melakukan hal tersebut sesuai permintaan Revan-san. Cara untuk melakukan mana release adalah dengan memfokuskan aliran sihir di dalam tubuh agar bisa menyelimuti raga penggunanya sehingga mantel transparan pun muncul menyelimuti tubuh mereka.
Sebuah mantel transparan berwarna putih kebiruan kini muncul di sekeliling Rea, awalnya cahaya itu hanya mengelilingi tubuhnya, namun makin lama cahaya tadi malah melebar luas hingga sepuluh kali lipat tubuh Rea sendiri dan terus bertambah. Revan-san bahkan sampai terkagum menyaksikan aliran sihir besar berbentuk runcing itu keluar dari badan mungil gadis berambut putih acak-acakkan di depannya itu.
"Oi, oi, siapa kau sebenarnya, Rea-san?" tanya Revan-san nan tak percaya kalau ada seorang pendaftar baru yang begitu luar biasa seperti dirinya.
"Aku hanya seorang pengembara biasa, loh," sebut Rea tersenyum manis membalas pertanyaan barusan dan menghentikan mana release-nya.
Jelas sekali kalau Revan-san masih enggan untuk mempercayai hal tersebut, meski begitu dia menyerah menanyai Rea lebih lanjut. Karena selaku seorang pengawas ujian sekaligus petualang veteran juga, dia mengetahui kalau menggali informasi mengenai petualang lainnya adalah hal yang harus dibatasi.
"Anggap saja aku memercayai hal itu, selanjutnya kita akan masuk ke dalam ujian tahap ketiga."
Revan-san menepuk tangan satu kali hingga sebuah sihir hitam pemanggilan yang dirapal oleh beberapa penyihir nan memantau di luar kawasan ujian aktif, dari bawah tanah di belakang Rea enam ekor monster Tiny Houndwolf pun menampakkan diri mereka.
"Tiny Houndwolf adalah Beast-demon lemah yang bahkan petualang Kelas F pun dapat menghabisi mereka sendirian, penilaian kali ini dilihat dari seberapa banyak kau bisa membunuh mereka dan bagaimana caramu mengekstrak kristal sihir serta cara menguliti mereka."
"Oh, begitu." Rea menjawab datar lalu mengeluarkan api hitam dari sepasang gauntlet miliknya.
Api hitam tersebut adalah hasil dari kreasi sihir yang dia buat sendiri, dengan memanfaatkan kemampuan sihir dimensional dan ilusi. Rea menciptakan sihir [Dark Flame : Flame of Illusion] yang dapat membuat lawannya merasakan sensasi terbakar selama sihir itu aktif, akan tetapi setelah sihir tersebut dia hilangkan kondisi fisik lawannya akan tetap baik-baik saja seakan tak pernah terbakar sama sekali.
Para bandit yang dia kalahkan sewaktu di hutan menerima serangan ini, ketika menerima sihir api hitam itu mereka akan sangat menderita bahkan berteriak kesakitan. Tetapi setelah sihirnya menghilang tak ada satupun bekas luka bakar pada tubuh mereka sama sekali.
Tujuan Rea menciptakan sihir ini adalah untuk mengalahkan musuh tanpa melukai mereka sama sekali, mereka hanya akan dibuat tak sadarkan diri karena merasakan sensasi terbakar. Sebenarnya sihir ini memiliki versi lain yang lebih kejam dan mengerikan, namun bagi Rea hal tersebut tidak cocok digunakan dalam menghabisi para bandit ataupun mengalahkan serigala hitam berukuran sebesar doberman dengan tanduk banteng ini.
Keenam Tiny Houndwolf tersebut langsung pingsan ketika Rea menggunakan kemampuannya itu pada mereka, tanpa menunggu sama sekali dia langsung menggunakan pisau kecil nan terselip di belakang jubah pinggang berwarna putihnya lalu menikam mereka satu persatu.
Tangannya yang cekatan segera menarik keluar kristal sihir dari masing-masing Beast-demon tersebut, dia bahkan dengan mudahnya menguliti mereka layaknya seorang profesional. Padahal dulu sewaktu masih kecil dia sempat muntah sampai beberapa kali ketika melakukan hal tersebut.
"Kerja bagus, Rea-san. Meski awalnya aku berpikir akan menggagalkanmu karena kau membakar semua Tiny Houndwolf itu, tetapi api hitammu tadi malah melakukan sesuatu yang sangat mengagumkan menurutku."
Revan-san mendekat selepas Rea selesai menguliti dan mencongkel keluar semua kristal sihir milik Beast-demon tersebut lalu memberikan kembali formulir tadi kepada Rea.
Berdasarkan penilaiannya terhadap tiga ujian tadi Revan-san bisa saja menyarankan Kelas C kepadanya, namun sehebat apapun orangnya dia hanya akan mendapatkan kesempatan promosi ke Kelas D saat baru pertama kali mendaftar.
Rea tak mempermasalahkan hal itu sama sekali, setidaknya bagi dirinya saat ini dia telah menjadi seorang petualang. Itulah yang terpenting.
"Silakan berikan formulir anda ke resepsionis yang melayani anda tadi."
Revan-san mengakhiri ujian dengan menyampaikan hal tersebut. Rea yang mengerti langsung berpamitan dengan beliau dan bergerak masuk ke dalam ruangan guild kembali.
Dia nan berjalan ke arah meja resepsionis malah dikagetkan akan kehadiran kelompok Vrant yang sedang berbicara dengan Vilma-san. Menyadari kalau Rea baru saja keluar dari tempat ujian Vrant pun langsung menanyainya tentang hasil dari tiga penilaian tersebut.
Sebuah senyuman kemenangan diperlihatkan oleh Rea sambil mengangkat formulirnya, Vrant dan yang lainnya bergegas mendekat untuk membacanya secara seksama. Fakta kalau Rea langsung mendapatkan rekomendasi ke Kelas D adalah hal lumrah bagi mereka semua, hanya saja sesuatu paling mencengangkan bagi mereka adalah usia Rea nan tertera pada lembar formulir tersebut.
"Du-dua puluh dua tahun? Kau yakin tidak salah menulis usiamu sendiri, Rea-chan?" Mira berucap panik mengenai hal tersebut.
"Mana mungkin aku salah mengenai usiaku sendiri, bukan?" sebut Rea melihat kertas formulir itu demi memastikan kalau yang dia tulis tadi benar.
"Kau yakin usiamu memang sudah dua puluh dua tahun?" timpal Vrant kali ini.
"Tidak sopan sekali, apa kau meragukan usiaku, Vrant?" Kesal mendengar ucapan si cowok pirang tampan tadi Rea pun mengangkat kerah bajunya.
Nath, Ruflo dan Alvira hanya bisa menatap sinis pemimpin mereka yang tak mengerti sama sekali mengenai wanita, mereka bertiga bahkan sepakat berkata kalau Vrant pantas diperlakukan begitu oleh si cewek cebol berambut putih acak-acakan tersebut.
"Y-ya, bukan maksudnya begitu, sih. Hanya saja sulit untuk mempercayai fakta kalau usiamu sama denganku, Rea-chan. Soalnya wajahmu itu terlalu imut dan masih tampak begitu muda sekali," balas Mira sejujur mungkin demi menengahi keadaan.
Wajah Rea memerah malu dan tertawa geli sendiri ketika mendengar pujian tersebut, dia melepaskan kerah baju Vrant sembari menggeliat kejang layaknya orang bodoh mendengar pujian dari Mira barusan.
"Jangan memujiku secara berlebihan, Mira-san. Aku sama sekali tidak senang mendengarmu menyebutku imut loh, kau tahu." Meski mulutnya berkata lain tetapi gestur tubuh Rea nan kesenangan sendiri itu membuat Vrant dan yang lainnya mengerti bahwa anak ini merasa sebaliknya.
Sebagai seorang wanita Rea sangat mudah sekali terlena ketika ada orang lain yang menyebut dirinya imut ataupun manis. Sisi haus akan pujian ini merupakan salah satu kelemahan terbesarnya entah di dunia sebelumnya, maupun di dunia barunya sekarang ini.
Vilma-san mencoba mengalihkan pembicaraan mereka dengan meminta kembali formulir tersebut, dia pun mulai memproses semuanya hingga lima menit berlalu sebuah kartu persegi panjang berwarna putih dia berikan kepada Rea.
Di sana tertera nama, usia, posisi, kelas dan cabang guild mana yang membuat kartu tersebut. Itu merupakan kartu petualang, selama memiliki benda tersebut Rea akan mendapatkan izin masuk ke kota ataupun kerajaan lain dengan mudah. Selain itu dia bisa menguangkan kristal sihir serta potongan tubuh Beast-demon di setiap Guild petualang yang ada di seluruh Benua Tengah.
Kartu Petualang juga berguna sebagai identitas sekaligus bentuk pembuktian diri mereka, semakin tinggi kelas para petualang maka pencapaian mereka akan semakin dikenal oleh banyak orang. Dari sanalah pengakuan demi pengakuan datang, hingga sosok penguasa suatu negara pun pasti akan mendengar tentang sikap heroik mereka nantinya.
"Apa anda ingin mulai mengerjakan quest pertama anda, Rea-san?" sebut Vilma-san selepas memberikan Kartu Guild itu kepadanya.
"Ya, tentu. Apa ada quest yang cocok untukku saat ini?" tanya Rea penasaran.
Vilma-san mencari-cari seleberan misi di meja resepsionisnya, terdapat sekitar tiga sampai empat puluh lembar quest di sana dan dia pun menyurusi tiap kertas kulit binatang itu dengan cepat layaknya seorang profesional.
"Ada sekitar empat quest yang bisa anda pilih, pertama menaklukan Beast-demon Red Venom, selanjutnya memburu Winged Tiger, mengatasi bandit di Hutan Darka dan terakhir mengalahkan Kesatria Undead, Dullahan."
Rea melirik ke arah Vrant dan yang lainnya untuk berkonsultasi, Mira berkata kalau tadi sang pemimpin sudah membulatkan pilihan mereka dengan memilih misi menaklukan Red Venom. Mereka akan melakukannya esok hari, semua itu dilakukan demi mengurangi tekanan pada diri rekan-rekannya yang telah melakukan misi di atas kelas mereka semalam.
Dari sana lah Rea mengetahui kalau tugas menaklukan Red Venom bukanlah hal nan terlalu sulit bagi teman-temannya tersebut, Alvira berkata kalau jika Rea menginginkan quest yang agak menantang dia mungkin bisa memilih misi mengatasi Dullahan.
"Baiklah, kalau begitu aku memilih misi itu saja," ujarnya menerima saran dari Alvira.
Meski begitu, Vilma-san agak ragu mendengar jawaban Rea barusan. Walau dia berada di kelas D tetapi bagi Vilma-san gadis di depannya ini merupakan seseorang yang baru saja menjadi petualang. Dia mencoba meyakinkan Rea agar menimbang kembali pilihannya barusan.
"Rea pasti akan baik-baik saja, Vilma-san. Meski terlihat begini, tetapi dia sangat kuat loh." Vrant memberikan sedikit keyakinan kepada si gadis resepsionis.
"Kalau Vrant-san menganggap begitu, aku rasa aku akan mencoba untuk percaya. Setidaknya meski Rea-san pergi sendiri juga sekarang, setahuku ada sekitar tiga petualang lain yang juga menuju ke tempat Dullahan itu berada. Mungkin saja nantinya anda bisa bertemu dan bekerja sama dengan mereka di sana, Rea-san."
Rea yang mendengar persetujuan dari Vilma-san atas pilihan quest-nya tadi langsung meminta si cewek bermata biru itu menjelaskan semua hal tentang pekerjaan pertamanya. Dengan senang hati Vilma-san pun langsung membeberkan semua informasi mengenai quest yang dia pilih tadi.