"Ibu dulu juga gitu loh! Apalagi waktu hamil Panji, berat badan ibu sampe naik lima belas kilo lebih,"
"Pasti gede banget ya, bu. Gak kebayang, aku aja yang naik sepuluh kilo, sering ngerasa sesak."
"Iya, Ra. Udah pasti kalau merasa sesak tuh, mau gerak aja susah," jawab Sinta sambil terkekeh.
Vira merasa kalau tatapan Sinta selalu berubah-ubah.
"Hehe.... iya, bu. Apa pekerjaan ibu sudah selesai?" tanya Vira sambil tersenyum.
Vira merasa ada yang aneh, tadi katanya Sinta banyak kerjaan tapi sekarang ia malah datang kemari dan mengajak Vira mengobrol?
"Belum sih Ra, soal pekerjaan bisa diselesaikan nanti malam saja," jawab Sinta.
"Apa kamu tidak mengantuk, Ra?" tanya Sinta lagi.
Mengapa Sinta bertanya begitu? Bukankah hari masih sore belum waktunya untuk tidur malam? Apa mungkin ada obat tidur didalam makanan yang diberikan Sinta untuknya?
"Uaaahh...emm, sedikit Bu. Mungkin karena kekenyangan," jawab Vira pura-pura menguap.
"Ya sudah. Kalau begitu ibu antar ke kamar ya. Kamu istirahat dulu saja. Nanti kalau sudah Isya biar dibangunkan Anisa, biar ibu yang bilang," ucap Sinta sembari berdiri lalu memapah Vira ke dalam kamar.
"Iya, bu. Terimakasih."
Pintu ditutup pelan oleh Sinta, sementara Vira hanya duduk disudut ranjang tempat tidur dengan perasaan gamang.
Adzan Isya berkumandang, meski suaranya kurang jelas. Mungkin karena rumah ini sangat jauh dari masjid.
Bukan hanya jauh dari masjid, tetapi rumah ibu mertuanya juga jauh dari tetangga karena rumah ini terletak dekat dibawah kaki Gunung Salak. Sementara rumah-rumah lain berada dibawah sana. Butuh waktu beberapa menit untuk sampai di rumah tetangga.
Tak ada Anisa yang membangunkan Vira, Panji pun belum pulang padahal biasanya sebelum Maghrib ia sudah sampai rumah. Entah kemana suaminya itu, yang jelas tak mungkin dia ada di kebun disaat malam hari seperti ini.
***
"Coba kamu cek, Vira masih tidur atau tidak?" Terdengar suara Sinta diluar sana.
Padahal ini sudah pukul sebelas malam. Panji belum pulang dan sekarang ibu mertuanya datang. Apakah mungkin ia selalu tidur larut malam?
Vira pun memejamkan matanya, berpura-pura tidur menghadap ke jendela.
"Vira...kamu sudah tidur, sayang?" Laki-laki itu mencoba mengguncang bahu Vira pelan.
Itu suara Panji, suaminya. Vira ingin sekali membuka mata dan bertanya ia darimana, tetapi Vira mengingat ucapan Anisa tadi, jika semua orang harus mengira ia tertidur malam ini.
"Vira... Mas pulang," bisiknya lagi.
Vira tetap menutup matanya, dia benar-benar mengerahkan kemampuan aktingnya untuk pura-pura tertidur.
"Vira, sudah tidur pulas, bu." ucap Panji, sepertinya ada Sinta yang berdiri didepan pintu.
"Bagus! Ayo kita laksanakan sekarang!"
Mereka berdua melangkah keluar, lalu menutup pintu. Tak lama kemudian, terdengar suara pintu yang dikunci dari luar.
Vira membuka mata, menatap pintu yang sudah tertutup rapat. Jantungnya berdetak sangat kencang, Vira merasa semakin penasaran dengan apa yang akan terjadi malam ini.
Karena kamar Vira letaknya di lantai bawah, ia bisa dengan leluasa mengintip keluar dari jendela kamar ini.
Benar saja diluar ada mobil jeep dan mobil Fortuner terparkir diluar sana.
"Tolong...!"
"Akkhhh... Tidak, aku mohon jangan bunuh aku!"
"Aku masih ingin hidup! Aku mohon jangan bunuh aku!"
"Arrrkkhhh...."
Tiba-tiba Vira mendengar suara teriakan seorang wanita. Teriakan itu begitu menyayat hati, walaupun suaranya tak begitu jelas tetapi ia yakin suara itu berasal dari dalam rumah ini.
Vira pun menegang sesaat, merasa kasihan dan sangat ingin menolong wanita yang berteriak itu.
Suara teriakan itu terdengar kembali, Vira sungguh terpana diam seribu bahasa. Hati dan jiwanya sangat tersentuh mendengar teriakan itu. Darahnya mulai mendidih ingin berlari menghampiri asal suara itu saat ini. Tetapi di sisi lain Vira merasa takut, dia tidak ingin bernasib sama seperti wanita itu jika dia bertindak gegabah saat ini.
Suara jeritan itu tak terdengar lagi, beberapa saat kemudian Vira melihat ada beberapa orang laki-laki keluar dari rumah ini menggotong seseorang yang ditutupi kain hitam, dari postur tubuhnya pasti itu seorang wanita.
Lalu mereka memasukkan tubuh orang itu kedalam mobil Jeep. Setelahnya Sinta dan seorang wanita paruh baya keluar, wanita itu menggendong bayi yang sedang menangis kencang.
Vira memejamkan matanya sejenak sambil memijat pelipisnya, kepalanya rasanya mau pecah memikirkan semua misteri dan pertanyaan yang belum ada jawabannya itu.
Sebenarnya siapa wanita yang ditutup kain hitam itu? Dan bayi siapa yang dibawa oleh perempuan paruh baya itu? Apakah mungkin bayi itu adalah anak dari wanita yang dibawa oleh para anak buah Sinta?
Dengan mata kepalanya sendiri, Vira melihat jelas jika Sinta, Panji dan Jodi juga ikut pergi menggunakan mobil fortuner itu termasuk Heri.
Dengan nafas yang tak beraturan Vira kembali duduk di tepi ranjang dan merenungi apa yang dia lihat barusan.
Seseorang yang dibawa orang suruhan Sinta itu pasti wanita yang berteriak dari dalam gudang. Dan bayi itu adalah bayi yang Vira dengar suaranya waktu itu.
Untuk apa Sinta, Panji dan semuanya menyembunyikan hal ini darinya? Sebenarnya siapa wanita itu? Apakah mungkin perempuan itu selingkuhan suaminya? Tapi jika iya, kenapa dia harus dikurung didalam gudang?
Vira merebahkan tubuh di kasur lalu memijat keningnya, lelah rasanya memikirkan semua ini, lelah di raga juga jiwa. Ingin sekali Vira memanggil Anisa kemari untuk menceritakan semuanya padanya saat ini.
Tetapi Vira tak ingin gegabah, pasti ada suatu rahasia besar yang disembunyikan keluarga ini sehingga Anisa tak berani sembarangan memberikan informasi padanya. Tampaknya dia juga sangat takut terhadap Sinta dan kedua anaknya.
Semalaman Vira tidak bisa tidur, memikirkan hal-hal aneh yang ia temui di rumah ini.
Pukul tiga dini hari suara mobil terdengar kembali. Vira pun mengintip dari balik jendela, kali ini yang keluar dari mobil hanya Sinta dan Panji.
Mereka pasti sudah mengantarkan wanita tadi ke suatu tempat. Keluarga ini banyak menyimpan rahasia besar dan dapat Vira pastikan rahasia itu sebuah hal-hal buruk. Jika hal-hal baik, untuk apa mereka sembunyikan seperti ini?
Dengan cepat Vira kembali melangkah ke kasur dan pura-pura tertidur kembali. Takut saja jika tiba-tiba suaminya masuk, tetapi hingga pukul empat Panji tak kunjung menampakkan diri.
Vira dan Panji sudah menikah selama tiga tahun. Dari awal menikah tak ada yang aneh dari suaminya itu, mereka juga tinggal disebuah rumah di kota dan ia bekerja disebuah perusahaan ternama di Jakarta.
Karena permintaan ibu mertua yang ingin mengurus cucu pertamanya akhirnya mereka pun pulang ke desa disaat usia kandungan Vira memasuki usia sembilan bulan. Sementara Panji berhenti bekerja karena katanya ia ingin membantu bisnis keluarga.
Dahulu Vira tak menemukan adanya hal aneh saat beberapa kali berkunjung ke rumah Sinta. Tetapi sekarang keanehan demi keanehan muncul didepan mata, membuat Vira merasa takut.
Sebenarnya apa yang suaminya lakukan diluar sana?
Apakah mungkin suami Vira dan keluarganya itu orang jahat?
--