"Ndre, sudah berapa lama kamu bersama Dea?" tanya Roy sambil berbaring dan membaca sebuah buku di atas kasurnya Andre.
"Kamu tadi bilang apa, Roy? Maaf, aku lagi sibuk chattingan!" tanya Andre sambil memutar badan dan kemudian menoleh ke Roy yang ada di belakangnya.
"Chattingan dengan Dea?" tanya Roy sambil menutup buku yang dibacanya.
"Iya!" jawab Andre singkat.
"Memangnya kenapa, Roy?" tanya Andre yang masih memandangi Roy.
"Nggak apa-apa kok! Aku cuma tanya aja! Lanjutkan, Ndre!" jawab Roy sambil membuka buku tadi lagi, lalu dia membacanya kembali.
"Tadi kamu tanya apa, Roy? Aku tadi lagi sibuk chattingan dengan Dea!" tanya Andre lagi.
"Aku tadi tanya, sudah berapa lama kamu bersama Dea? Kamu sudah jadian?" tanya Roy sambil kembali menutup buku yang dibacanya.
"Hahahaha....kamu pasti menagih janjiku ya?" tanya Andre.
"Hahahaha....ah, enggak kok, Ndre! Aku cuma tanya aja!" kata Roy.
"Halaaaahhh....ngaku aja dech! Nggak apa-apa kok, Roy!" kata Andre.
"Suerr! Aku cuma tanya aja kok, Ndre!" jawab Roy serius.
"Hubunganku dengan Dea masih sebatas teman aja kok, Roy!" kata Andre singkat sambil mengambil satu buah permen di samping laptopnya, lalu membuka pembungkusnya dan kemudian mengulumnya.
"Kenapa kamu kok belum jadian, Ndre?" tanya Roy sangat penasaran.
"Aku masih perlu waktu, Roy!" jawab Andre singkat.
"Menunggu apa lagi, Ndre?" tanya Roy.
"Ya menunggu saat yang tepat, Roy!" jawab Andre singkat lagi.
"Besok hari ulang tahunnya Dea ya, Ndre?" tanya Roy yang tak melihat ke Andre sambil menulis selamat ulang tahun di kronologi FBnya Dea dengan HPnya yang barusan online. Setelah Roy menulis selamat ulang tahun di kronologi Fbnya Dea, Dea yang pada waktu itu masih online segera menchatting Roy untuk mengundangnya ke pesta ulang tahunnya yang diselenggarakan besok di rumahnya pukul 19:30 WIB.
"Iya!" jawab Andre singkat sambil memutar badannya lagi untuk menghadap ke laptopnya, lalu lanjut menchatting Dea.
"Besok malam kan ulang tahunnya Dea, Ndre!" kata Roy sambil menjawab chattingannya Dea.
"Iya! Memangnya kenapa, Roy? Kamu diundang juga kan?" tanya Andre kepada Roy sambil chattingan dengan Dea.
"Loh kok malah tanya? Memangnya kenapa siihh?" tanya Roy balik sambil menghentikan sejenak chattingannya dengan Dea dan memandangi Andre yang membelakanginya sedang asyik chattingan dengan Dea.
"Maksudnya apa, Roy?" tanya Andre yang benar-benar tidak tahu sambil memutar badannya setengah lingkaran dan menghadap Roy yang masih memandanginya.
"Maksudnya apa??? Bego' sekali kamu, Ndre! Bego'!" jawab Roy sambil tertawa-tawa dan membanting-banting HP Androidnya ke kasurnya Andre beberapa kali.
"Maksudmu apa, Roy? Aku nggak ngerti sama sekali! Suer!" tanya Andre lagi.
"Ya ampuuuunnn! Bego' amat sih kamu, Ndre!" kata Roy.
"Katakan cintamu atau sayangmu padanya dong! Ampun dah lu!" sambung Roy sambil menepuk jidatnya sendiri.
"Hehehehehe....!" Andre hanya tersenyum saja malu-malu.
"Itu saat yang tepat untuk mengatakannya, Ndre!" kata Roy.
"Enggak ah!" tolak Andre, lalu memutar badannya kembali setengah lingkaran menghadap laptopnya lagi.
"Hadap ke aku sekarang, Ndre! Kalau enggak, aku timpuk pake HP Androidku ini loh kamu! Ada yang aku omongin ini! Penting!" kata Roy.
"Ya udah ngomong aja! Aku dengerin kok!" jawab Andre dengan entengnya sambil membalas chattingan dengan Dea.
"Ayo hadap ke aku, Ndre! Ini penting, bego'!" kata Roy sambil bangun dari berbaringnya, lalu duduk di tepi kasur.
"Nanti aja kan bisa mengatakannya!" jawab Andre dengan santainya.
"Dea keburu diambil orang baru tahu rasa kamu!" kata Roy dengan serius.
"Dea itu menunggumu bilang cinta, Ndre!" kata Roy lagi. Setelah Roy berkata demikian, Andre mikir-mikir sejenak, lalu dia menghadap Roy.
"Kamu serius, Roy?" tanya Andre sangat penasaran.
"Kamu tahu dari mana?" tanya Andre lagi.
"Aku tahu dari sorot kedua matanya saat memandangmu, Ndre! Ada isyarat dari dirinya untuk menjadikanmu kekasihnya, tapi dia masih menunggumu untuk mengatakan cintamu atau sayangmu kepadanya, Ndre!" jelas Roy dengan serius.
"Ah, masak?" tanya Andre dengan lugunya yang tak percaya dengan omongannya Roy.
"Dibilangin nggak percaya! Aku melihatnya sendiri ketika Dea bersamamu, Ndre! Suer!" jelas Roy serius.
"Kamu punya konsep untuk mengatakan cinta ke Dea nggak, Ndre?" tanya Roy.
"Konsep kayak gimana, Roy?" tanya Andre balik.
"Ya konsep, Ndre!" jawab Roy singkat.
"Lah iya konsep apa, Roy?" tanya Andre.
"Maksudnya, ini hanya misalkan loh ya! Dea kamu bawa ke taman atau ke tepi kolam renangnya atau setelah Dea meniup lilin, terus kamu mengatakannya sambil kamu berlutut dan memberikan seikat bunga mawar merah! Begitu, Ndre!" jelas Roy mendetail.
"Apa kamu siap mengatakannya besok malam, Ndre?" tanya Roy.
"Lebih baik lagi kamu mengatakannya setelah Dea meniup lilin dan ada kedua orang tuanya, Ndre! Itu membuktikan bahwa kamu serius dengannya!" jelas Roy, lalu dia berdiri dan berjalan beberapa langkah mendekati Andre.
"Gimana, sobat?" tanya Roy lagi sambil beranjak dari kasur, lalu berjalan mendekati Andre dan segera menepuk-nepuk pundaknya. Andre masih diam saja.
"Besok malam siap mengatakannya?" tanya Roy lagi sambil memegang pundak Andre.
"Enggak ah kalau aku mengatakannya setelah Dea meniup lilin dan ada kedua orang tuanya! Malu ah!" jawab Andre sambil tersipu malu-malu.
"Cemen lu, Ndre!" kata Roy sambil berjalan menuju ke kasur lagi untuk duduk di tepinya kembali.
"Itu saat yang paling tepat, Ndreee!" kata Roy lagi yang sekarang sudah duduk di tepi kasur seperti posisi tadi.
"Apa aku harus beritahu Ayah dan Ibuku dulu ya?" tanya Andre dengan lugunya.
"Haduuuuhh, nggak perlu, Ndre! Nggak perlu!" jawab Roy singkat.
"Ngapain sih kamu bilang ke orang tuamu dulu segala?" tanya Roy.
"Biar Ayah dan Ibuku kasih nasehat dulu sebelum aku mengatakan cinta kepada Dea!" jawab Andre sambil garuk-garuk kepalanya.
"Haduuuuhh! Nanti aja bilangnya kalau kamu sama Dea udah jadian! Nah, setelah itu, kenalin Dea dengan kedua orang tuamu!" bujuk Roy sambil menahan tawa.
"Oh begitu ya?" jawab Andre sambil manggut-manggut.
"Gimana, Ndre? Konsep mana yang kamu pilih? Kamu pilih mengatakannya di mana? Di tamannya? Di tepi kolam renangnya? Setelah Dea meniup lilin dan ada kedua orangtuanya?" tanya Roy.
"Hmmmmm....lebih enakan di tamannya, Roy!" jawab Andre.
"Waduuuhhh! Emang kenapa kamu memilih itu, Ndre?" tanya Roy.
"Aku malu, Roy!" jawab Andre singkat.
"Kalau kamu pilih mana, Roy?" tanya Andre balik.
"Aku pilih mengatakannya setelah Dea meniup lilin dan ada kedua orang tuanya di sampingnya, Ndre!" jawab Roy.
"Apa alasannya?" tanya Andre.
"Alasannya?? Ya karena biar kedua orang tuanya dan semua undangan tahu dong! Seru!" jawab Roy.
"Tapi aku malu, Roy!" kata Andre.
"Malu? Gimana kalau Dea kecewa menunggumu, lalu dia berpaling ke cowok lain, Ndre?" tanya Roy sambil menggiring Andre untuk mengatakan cintanya setelah Dea meniup lilin dan disaksikan kedua orang tuanya dan para undangan di ulang tahunnya Dea yang ke-23 besok malam.
"Apa besok malam aku bantu, Ndre?" tanya Roy.
"Bantu apa?" tanya Andre balik sambil garuk-garuk kepala.
"Bantu memotong rumput-rumput tamannya Dea!" seloroh Roy. Keduanya langsung tertawa terbahak-bahak.
"Ya bantu kamu besok malam buat kamu mengatakan cinta kepada Dea setelah meniup lilin!"
"Alamaaaaakkk!" keluh Andre.
"Kamu mempersiapkan apa buatku besok malam, Roy?" tanya Andre.
"Aku siapkan minyak senyongnyong yang terbaik buatmu!" canda Roy.
"Minyak senyongnyong??" tanya Andre. Dua sahabat karib tersebut langsung tertawa terbahak bersama-sama lagi.
"Aku serius, Roy! Kamu mempersiapkan apa buatku besok malam?" tanya Andre serius.
"Rahasia!" jawab Roy singkat dengan bercanda.
"Hmmmm.....awas kamu ya kalau sampai berantakan!" pesan Andre.
"Beres! Jangan kuatir, bro!" jawab Roy.
"Eh, sudah jam 11 malam nih! Aku pulang ya, Ndre!" kata Roy setelah melihat jam dinding di kamar Andre.
"Iya, Roy! Selamat tidur ya!" jawab Andre.
"OK! Selamat tidur juga, Ndre!" balas Roy sambil membuka pintu kamar Andre.
"Aku mau pamit ke Ayah Ibumu!" kata Roy.
"Kayaknya mereka berdua sudah tidur, Roy! Lihat tuh kamarnya sudah gelap!" jawab Andre sambil menunjuk ke kamar Ayah dan Ibunya di sebelahnya.
"Kalau begitu, sampai jumpa besok ya, Ndre!" kata Roy.
"OK, sobat! Jangan sampai telat loh besok!" pesan Andre sambil membuka pintu depan rumahnya.
"Beres!" jawab Roy. Keesokan harinya, sekitar pukul 19:30 WIB, Roy membonceng Andre dengan sepeda motor bututnya dengan kecepatan 80 km/jam menuju ke pesta ulang tahunnya Dea yang diselenggarakan di rumahnya sendiri. 30 menit kemudian, mereka berdua sudah tiba di depan pintu gerbang rumahnya Dea yang super besar dan mewah. Sebelum bisa masuk ke halaman rumahnya, Roy dan Andre harus berhadapan dengan empat orang satpam yang menjaga pintu gerbangnya tersebut.
"Bener ini alamatnya kan, Ndre?" tanya Roy sambil menunjukkan secarik kertas bertuliskan alamat rumahnya Dea yang diberikan Dea sendiri kemarin via chatting saat Roy berada di dalam kamarnya Andre.
"Ndreeeee! Woooiiii! Kok malah menganga gitu mulutmu siihh?? Pake senyum-senyum segala kayak monyet lagi!" kesal Roy sambil garuk-garuk kepala dan memandangi Andre di sampingnya yang takjub sekali melihat mewahnya rumah Dea seperti hotel bintang lima.
"Eh, iya, Roy! Ada apa ya?" tanya Andre yang barusan tersadar dari kemlongoannya terhadap kemegahan rumahnya Dea. Empat orang satpam yang bertugas di sebuah pos satpam di dalam pintu gerbang sedang menatap tajam ke arah Andre dan Roy yang sekarang berada di luar pintu gerbang tersebut.
"Alamaaaakkk! Apa bener ini alamat rumahnya Dea, Ndre?" tanya Roy sambil kembali menunjukkan secarik kertas yang bertuliskan alamat rumahnya Dea yang dicatatnya ketika hendak tidur kemarin.
"Sebentar ya, Roy! Aku online dulu melihat alamat rumah Dea!" jawab Andre sambil login ke facebook di HP Androidnya.
"Kamu pernah ke sini, Ndre?" tanya Roy sambil menunggu Andre memberitahukan alamat rumahnya Dea di chattingannya kemarin malam.
"Belum!" jawab Andre singkat sambil membuka chattingannya dengan Dea kemarin malam.
"Alamaaaakkk! Lama amaaaatt, Ndre!!" keluh Roy sambil menoleh ke seorang satpam yang berpawakan tinggi kekar dan berkumis tebal sedang membuka pintu gerbang, lalu satpam itu berjalan menghampiri mereka berdua dengan wajah seram.
"Iya, bener, Roy! Jalan Mawar No. 14 C Jakarta Selatan!" jawab Andre.
"Selamat malam, mas!" sapa seorang satpam tadi kepada Roy. Sementara itu, pesta ulang tahun Dea sudah berjalan 15 menit. Dari dalam terdengar hingar-bingar musik ska pengiring pesta ulang tahunnya Dea. Pada saat ini, Dea sedang larut dalam kegembiraan dengan para undangan, sehingga dia telah lupa bahwa Roy dan Andre belum datang ke pesta ulang tahunnya malam ini.
"Selamat malam, pak!" jawab Roy.
"Ada yang bisa saya bantu, mas?" tanya si satpam tersebut.
"Maaf, pak! Saya mau tanya! Apa bener ini rumahnya Dea, pak?" tanya Roy sambil memperlihatkan secarik kertas yang masih dibawanya ke satpam tersebut.
"Claudea maksudnya, mas?" tanya si satpam tersebut sambil membaca alamat di secarik kertas yang diperlihatkan Roy kepadanya.
"Iya, bener, pak!" jawab Roy sambil memandangi kumis si satpam tersebut. Roy merinding melihat ketebalan kumisnya.
"Iya, bener, pak!" sahut Andre.
"Eeehh...ngikut aja nih lu!" gumam Roy. Si satpam itu pun tersenyum, sehingga kesan wajah sangarnya sedikit hilang.
"Kalian berdua tamu undangan ya?" tanya si satpam tersebut.
"Iya, pak!" jawab Roy sambil manggut.
"Iya, pak! Kami berdua tamu undangan pak!" sahut Andre.
"Pak satpam udah tahu, Ndreee! Pemborosan kata dan waktu itu namanya!" canda Roy yang berakting dengan muka serius. Si satpam tersebut pun kembali tersenyum.
"Nah, gitu dong pak senyum! Saya merinding loh pak!" seloroh Roy.
"Merinding kenapa, mas?" tanya satpam tersebut dengan suara besar dan memasang tampang serem lagi.
"Wajah dan kumis bapak serem dan suaranya kayak klakson! Jadi merinding dech saya pak!" jawab Roy. Si satpam tersebut kembali tersenyum.
"Nah, gitu dong pak senyum lagi! Hehehehe.....!" kata Roy sambil tersenyum yang memang sengaja melucu agar si satpam tersebut tersenyum.
"Apa'an sih kamu, Roy?" sahut Andre sambil sedikit mendorong bagian belakang kepalanya Roy ke depan dari belakang dengan dua jari kanannya.
"Sssstttt....biarkan pak satpam ini ngomong dulu!" kata Roy kepada Andre.
"Silakan lanjut, pak!" kata Roy kepada si satpam tersebut.
"Memang kebanyakan orang yang dijadikan satpam ya seperti saya ini, mas!" jawab si satpam tersebut sambil tersenyum.
"Biar orang yang mau macem-macem jadi takut! Lihat tuh teman-teman saya di sana! Rata-rata berpawakan tinggi besar dan kekar!" sambung si satpam tersebut sambil menunjuk ke teman-temannya sesama satpam yang sedang berada di dalam pos satpam.
"Oh, begitu ya pak!" jawab Roy sambil menganggukkan kepalanya pertanda mengerti.
"Terus gimana ini, pak??" tanya Roy.
"Langsung saja masuk, mas! Taruh sepeda motornya di dekat mobil-mobil yang parkir di dalam sana ya mas!" perintah si satpam tersebut sambil menunjuk ke area parkir yang sudah disediakan sebelumnya oleh pihak tuan rumah.
"Kalian berdua sudah terlambat 20 menit ini mas!" sambung si satpam tersebut setelah melihat waktu di arlojinya.
"Terima kasih ya pak!" jawab Roy sambil memegang sepeda motornya dan memasukkan lagi penyangganya.
"Sepeda motor apa'an ini pak! Mogok tiga kali tadi pak di tengah jalan! Huh!" kata Andre sambil menendang knalpot sepeda motornya Roy.
"Haduuuuhh! Jangan keras-keras nendangnya, bro! Bisa copot nanti knalpotnya ini!" canda Roy sambil menuntun sepeda motornya masuk ke dalam menuju ke halaman parkir seperti yang tadi diberitahukan oleh si satpam tersebut. Andre dan si satpam tersebut tertawa terbahak-bahak menertawai Roy, sedangkan Roy cuek saja.
"Seharusnya sepeda motor kayak gini dimuseumkan aja mas, terus dikarciskan! Bisa mendatangkan banyak duit kalau dilihat banyak orang nanti!" canda si satpam tersebut. Roy sengaja tetap diam saja agar suasana menjadi cair, sedangkan Andre dan si satpam tersebut kembali menertawai Roy.
"Betul sekali pak!" sahut Andre yang kemudian dia kembali menertawai Roy bersama si satpam tersebut. Ketika sudah berada di area parkir, Roy memarkir sepeda motor bututnya pemberian dari almarhum kakeknya itu di antara dua mobil grand livina beda warna yang jaraknya cukup renggang.
"Roy, semuanya pake mobil, Roy!" kata Andre kepada Roy sambil keduanya berjalan menuju ke para undangan untuk bergabung.
"Memangnya kenapa, Ndre?" tanya Roy.
"Apa kamu nggak malu, Roy?" tanya Andre balik.
"Enggak!" jawab Roy singkat.
"Minta dibelikan ayahmu mobil dong Roy!" canda Andre.
"Minta mobil-mobilan?" tanya Roy dengan bercanda. Andre pun tertawa.
"Asal kamu tahu ya! Motorku kan sudah antik nih! Pasti harganya melebihi mobil jenis apapun! Mobil-mobil di sini?? Lewaaaatt!!" jelas Roy sambil memberikan isyarat dengan membentangkan kedua tangannya.
"Lewat apa maksudmu, Roy??" tanya Andre.
"Lewat laut!" jawab Roy yang asal mangap saja itu. Andre segera tertawa terpingkal-pingkal dengan kelucuan-kelucuannya Roy. Ketika sudah berada di dekat para undangan, Andre dan Roy tidak segera bergabung dengan mereka, tapi mereka berdua hanya berdiri saja menonton para undangan berdisko dengan pasangannya atau temannya masing-masing sambil diiringi alunan musik beraliran ska yang dibawakan oleh sebuah grup band lokal Jakarta Selatan yang namanya belum begitu bersinar di belantika musik Indonesia. Dea sengaja menyewanya dengan harapan untuk melambungkan namanya di mata para undangannya yang kebanyakan dari klien-klien Papanya dan teman-teman sekelasnya sendiri. Saat Dea berdisko dengan keponakan laki-lakinya yang masih kelas 2 SLTP, Dea tiba-tiba teringat dengan Andre dan Roy. Dea pun segera menghentikan sejenak diskonya, lalu Dea mencari keberadaan Andre dan Roy di antara para tamu undangannya yang sedang asyik berdisko. Demikian juga dengan Mamanya Dea, dia juga larut dalam hingar bingar musik disko ala ska dengan suaminya.
"Haaaaiiiii!" teriak Dea yang berada di tengah-tengah para tamu undangannya kepada Andre dan Roy sambil mengangkat dan melambai-lambaikan tangan kanannya. Namun, teriakan Dea masih kalah dengan hingar-bingar kerasnya musik disko tersebut. Dea pun segera berlari menghampiri Andre dan Roy yang masih berdiri di belakang para tamu undangan sambil menyaksikan mereka berdisko.
"Apa kita ke tengah sekarang, Ndre?" tanya Roy kepada Andre yang sudah tidak sabaran ikut berdisko dengan para tamu undangan.
"Kita pulang aja yuk, Roy!" ajak Andre yang merasa tidak betah dan grogi mengatakan cintanya kepada Dea nanti.
"Pulang? Masih bego' lu, Ndre!" jawab Roy sambil berkacak pinggang dan kedua matanya melotot ke Andre.
"Pasti acaranya begitu-begitu aja, Roy!" jelas Andre.
"Begitu-begitu gimana maksudmu, Ndre?" tanya Roy dengan kesal.
"Joget-joget, makan-makan, ketawa-ketawa!" jawab Andre dengan menggerutu.
"Kamu nggak mau Dea yang katanya bermata bidadari itu menjadi kekasihmu, Ndre?" tanya Roy dengan kesalnya yang masih berkacak pinggang dan kedua matanya melotot.
"Apa kamu mau Dea milik cowok lain, Ndre?" tanya Roy lagi.
"Kalau kamu mau Dea milik cowok lain, biar aku saja yang mengatakan cinta kepada Dea sekarang ya Ndre!" goda Roy sambil balik badan menuju ke tengah para tamu undangan yang masih sedang asyik berdisko sambil sesekali berteriak mengikuti teriakan penyanyinya.
"Eits!" cegah Andre sambil memegang tangan Roy, sehingga Roy berhenti berjalan.
"Eits kenapa, Ndre?" tanya Roy sambil menoleh ke Andre yang ada di sampingnya yang masih memegang tangannya.
"Biarkan aku yang mengatakan cinta kepada Dea! Kamu pulang saja sekarang!" kata Roy yang membohongi Andre sambil berusaha melepaskan tangannya yang dipegangnya erat-erat.
"Jangan!" jawab Andre sambil merangkul Roy dari belakang.
"Nggak peduli! Lepaskan aku sekarang, Ndre!" kata Roy sambil pura-pura berusaha melepaskan rangkulan Andre, tapi Andre tetap mendekapnya erat-erat.
"Jangan, Roy! Ku mohon!" rengek Andre.
"Jangan kenapa, Ndre?" tanya Roy sambil melihat ke belakang ke Andre yang mendekapnya erat-erat.
"Apa kamu cinta Dea, Ndre?" tanya Roy lagi. Perlahan-lahan Andre melepaskan dekapannya.
"Iya, Roy! Aku sangat mencintai Dea" jawab Andre.
"Nah, gitu dong!" kata Roy dengan muka serius.
"Masak kamu mau pulang begitu saja dari sini, Ndre??" sambung Roy.
"Haaiii!" teriak Dea tiba-tiba dari arah samping kepada Andre dan Roy sambil melambai-lambaikan tangan kanannya. Kedua sahabat karib tersebut segera menoleh ke arah Dea yang sedang berjalan mendekati mereka berdua.
"Aku katakan sekarang ya Roy! Mumpung di sini sepi orang!" kata Andre kepada Roy.
"Alamaaaakkk! Bego' sekali kamu, Ndre!" jawab Roy.
"Nggak seruuuuu, Ndreeee!!" kata Roy.
"Di depan orang banyak dan mama papanya dong! Lebih jantan!" kata Roy lagi.
"Kalau enggak, aku suruh kamu pulang jalan kaki nih! Aku serius ini!" ancam Roy. Andre hanya nyengir saja, lalu dia tersenyum malu-malu.
"Hai, Dea!" sapa Roy sambil mengangkat tangan kanannya kepada Dea yang sudah dekat dengannya dan Andre.
"Hai, Dea!" sapa Andre yang ngikut Roy.
"Ngikut aja lu! Nggak kreatip!" canda Roy yang berpura-pura kesal, padahal bercanda.
"Ssssstttttt....!! Dea sudah dekat nih!" kata Andre lirih.
"Ngapain kalian berdua di sini?" tanya Dea kepada Andre dan Roy. Kedua mata Andre tak berkedip sama sekali beberapa menit, karena terperanjat dengan Dea yang sangat cantik di ulang tahunnya yang ke-23 tahun malam ini.
"Kedip, Ndre! Kedip! Wooii!" kata Roy dengan nada sedikit keras di dekat telinga kanannya Andre. Andre segera tersadar dari keterpesonanya terhadap kecantikan Dea karena teriakannya Roy. Dea hanya tersenyum saja.
"Kami baru datang kok Dea!" jawab Andre yang sedikit memberanikan diri.
"Baru datang? Udah jam berapa ini?" tanya Dea sambil melihat ke waktu di arlojinya, lalu dia menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Tadi jalanan macet ya?" tanya Dea.
"Enggak kok Dea! Kami berdua tadi mengerjakan tugas yang dikumpulkan besok!" sahut Roy untuk mengantisipasi Andre mengatakannya dengan jujur bahwa sepeda motornya Roy tadi sempat mogok tiga kali di tengah-tengah jalan raya, karena Roy malu dengan Dea.
"Oh begitu!" jawab Dea sambil manggut-manggut.
"Kenapa kalian berdua kok tidak langsung bergabung saja dengan para tamu undangan?? Asyik tuh mereka semua berdisko!" tanya Dea lemah lembut.
"Kami berdua yang jelek banget ini malu, Dea!" canda Roy. Andre dan Dea pun tertawa terbahak-bahak. Raut wajah tegang Andre segera sirna setelah tertawa.
"Mana nih yang paling jelek di antara kalian berdua?" tanya Dea mengajak Roy dan Andre bercanda.
"Pasti aku dong, Dea!" jawab Roy yang kembali membuat Dea dan Andre tertawa terpingkal-pingkal.
"Oh iya, empat puluh lima menit lagi acaranya akan selesai! Kalian cepat gabung dengan para tamu undangan ya!" kata Dea sambil melirik ke Andre dengan penuh harap. Malam ini Dea menunggu ungkapan cinta dari Andre.
"Yuk kita ke sana sekarang!" ajak Dea. Andre, Roy, dan Dea segera berjalan bersama bergabung ke para tamu undangan untuk berdisko. Ketika Andre dan Roy sudah berada di kerumunan para tamu undangannya, setelah selesai berdisko, Dea segera memperkenalkan Andre dan Roy kepada para tamu undangannya dengan mikrofon di atas panggung.
"Selamat malam semua para tamu undangan pesta ulang tahun saya yang ke-23 ini! Dea mau memperkenalkan dua teman Dea yang barusan datang terlambat karena ada masalah di jalan raya! Yang memakai jas biru namanya Roy! Dia mahasiswa jurusan Ekonomi semester tiga! Berikan tepuk tangan!" kata Dea. Para tamu undangan segera memberikan tepuk tangan yang sangat meriah kepada Roy.
"Terima kasih semua!" ucap Roy sambil membungkukkan badannya.
"Yang pakai jas hitam berdasi kupu-kupu itu namanya Andre! Dia teman sekelas Roy!" kata Dea sambil menunjuk ke Andre. Para hadirin segera memberikan tepuk tangan meriah kepada Andre.
"Terima kasih semua!" jawab Andre sambil membungkukkan badannya mengikuti Roy.
"Kedua teman saya itu adalah sahabat spesial saya! Sekian dari saya dan selamat menikmati pesta ulang tahun saya ini! Terima kasih!" kata Dea. Setelah berkata demikian, Dea memberikan mikrofonnya kembali kepada pembawa acara sambil diiringi tepuk tangan meriah para tamu undangan.
"Terima kasih kepada semua tamu undangan! Acara selanjutnya adalah makan-makan! Setelah itu, dilanjutkan dengan tiup lilin! Para hadirin diminta menuju ke halaman sebelah sana dan dipersilakan mengambil dengan tertib makanan dan minuman yang sudah disediakan! Selamat menikmati!!" kata si pembawa acara sambil menunjuk ke sebuah tempat yang terdapat beberapa meja panjang yang di atasnya sudah ada makanan dan minuman ala prasmanan. Para tamu undangan, termasuk keluarga dan kerabat Dea sendiri, segera menuju ke tempat tersebut bersama-sama. Beberapa lama kemudian, para tamu undangan makan dan minum bersama-sama sambil diiringi alunan musik-musik instrumentalnya Kenny G yang dibawakan oleh grup band tersebut. Dea sangat menyukai musik-musik instrumentalnya Kenny G. yang sering dia putar untuk mengiringi tidur malamnya. Setengah jam kemudian, tibalah saatnya acara dilanjutkan dengan Dea meniup lilin-lilin yang menyala di atas sebuah kue ulang tahunnya sambil diiringi lagu selamat ulang tahun ala ska oleh grup band beraliran ska yang disewanya malam ini tersebut.
"Roy, gimana ini?" tanya Andre dengan gugup.
"Sini kadomu! Besar amat!" Roy segera mengambil kado yang dibawa oleh Andre, lalu dia mengambil sebuah kado di dalam kantong jasnya.
"Apa maksudmu, Roy?" tanya Andre dengan sangat ingin tahu. Dea barusan sudah selesai meniup lilin, lalu para hadirin memberikan tepuk tangan dengan sangat meriah. Kemudian, Dea bersalaman dengan Mama Papanya sambil mencium pipi kanan dan kirinya bergantian, lalu Dea mendapat ucapan selamat dan cium pipi kanan dan kirinya dari kerabat-kerabat dekatnya. Setelah itu, giliran para tamu undangan yang mengucapkan selamat dan memberikan kadonya masing-masing ke Dea. Untuk para tamu undangan laki-laki, Dea hanya berjabat tangan saja, sedangkan untuk perempuan, Dea mencium pipi kanan dan kiri ala kebanyakan orang-orang kota metropolitan dan barat.
"Ini nanti kamu harus berikan ke Dea dengan berlutut ya, Ndre!" pesan Roy sambil memberikan kado berupa sebuah cincin emas yang hanya 10 karat kepada Andre yang barusan diambilnya dari dalam saku jasnya.
"Apa ini, Roy?" tanya Andre sambil mengamat-amati kado tersebut di tangannya.
"Buka saja!" jawab Roy sambil memakan sate kambing terakhirnya dari tiga puluh sate yang diambilnya dari meja prasmanan tadi. Roy memang tergila-gila dengan sate sejak kecil. Roy hanya mengambil nasi goreng dan sate di meja prasmanan tadi, seperti rawon, bakso, capcay, gulai, dan soto. Para tamu undangan yang mengantri di belakangnya saat mengambil makanan tadi banyak yang mengomeli Roy, karena Roy mengambil nasi goreng cukup banyak dan tiga puluh tusuk sate, tapi Roy cuek saja. Untunglah, ada sekitar 200 tusuk sate yang disediakan di meja prasmanan tadi.
"Alamaaaakkk!" kata Andre yang kaget setelah membuka pembungkus kado tersebut.
"Cincin emas ya ini, Roy?" tanya Andre.
"Iya!" jawab Roy sambil meminum es buahnya yang tinggal satu tegukan saja, lalu dia berkumur-kumur dengannya. Satu menit kemudian, dia menelannya dengan mendongakkan kepalanya. Setelah itu, Roy bersendawa cukup keras.
"Idiiiihhh, joroookkk!" kata Andre setelah melihat Roy melakukan tadi.
"Ssssstttt....jangan rame-rame ya! Nggak apa-apa kan sekali-kali?!" jawab Roy yang suka becanda, lalu dia dan Andre tertawa-tawa geli.
"Dari mana kamu mendapatkan cincin ini, Roy? Beli?" tanya Andre sambil sesekali melihat para tamu undangan yang masih mengantri mengucapkan selamat dan bercipika cipiki dengan Dea. Saat ini, masih ada tiga puluh enam orang yang belum mengucapkan selamat kepada Dea, termasuk Andre dan Roy. Rencananya, Andre yang paling terakhir mengucapkan selamat kepada Dea sambil mengatakan rasa sukanya kepadanya dengan dibantu oleh Roy.
"Pemberian Ibuku, Ndre!" jawab Roy singkat sambil kentut yang tidak terlalu keras bunyinya, tapi agak lama dan hanya sekali saja.
"Pemberian Ibumu?" tanya Andre.
"Iya! Ibuku punya banyak di rumah!" jawab Roy singkat.
"Terima kasih banyak ya Roy! Nanti aku ganti!" kata Andre.
"Nggak kamu ganti juga nggak apa-apa kok!" kata Roy.
"Enggak, Roy! Tetep aku ganti kok!" kata Andre.
"Kamu minta berapa, Roy?" tanya Andre.
"Berapapun kamu ganti nggak masalah buatku!" jawab Roy.
"OK! Terima kasih, kawan!" kata Andre yang sudah menetapkan harga cincin emas 10 karat di dalam hatinya yang dihadiahkan oleh Roy tanpa menyebutkan kepadanya.
"Kamu bawa kado apa ini, Ndre?" tanya Roy sambil mengamat-amati sebuah kado berbentuk kotak cukup besar yang semula milik Andre.
"Hiasan biola dari kayu!" jawab Andre.
"Busyeeeeettt! Kado apa'an ini?!" kata Roy sambil nyengir dan menepuk jidatnya.
"Kamu beli di mana?" tanya Roy.
"Di pasar mainan tadi, Roy!" jawab Andre dengan lugunya.
"Kok nggak kamu kado ikan-ikan hias aja, Ndre? Ikan-ikannya bagus-bagus loh di pasar!" canda Roy. Setelah berkata demikian, Andre dan Roy tertawa terbahak-bahak bersama.
"Pake aquarium sekalian ya Roy?" tanya Andre sambil tertawa-tawa.
"Iya, biar lengkap! Sama pakan-pakan dan aksesoris-aksesorisnya juga!" jawab Roy sambil tertawa-tawa.
"Kayak anak kecil aja kamu, Ndre...Ndre! Kado nggak mutu lu!!" kata Roy sambil kentut kecil lagi hanya sekali, tapi pendek. Andre pun tertawa-tawa saja.
"Ndre, ayo kita ke sana mengantri!" ajak Roy.
"Tinggal lima orang tuh!" sambung Roy.
"Berani nggak?" tanya Roy.
"Siap!" jawab Andre sambil menegakkan badannya dan memberikan hormat kepada Roy.
"Kamu serius??" tanya Roy. Andre hanya mengangguk-anggukkan kepalanya saja. Setelah itu, Roy dan Andre berjalan bersama menuju ke antrian. Tidak beberapa lama kemudian, tiba giliran Roy memberikan ucapan selamat dan kado yang semula miliknya Andre kepada Dea.
"Selamat ulang tahun ya Dea! Semoga kamu semakin sukses ya Dea! Aamiin!" ucap Roy sambil bersalaman dengan Dea, lalu dia memberikan kadonya kepada Dea.
"Terima kasih banyak ya Roy! Aamiin!" jawab Dea sambil tersenyum. Andre yang berada di belakang Roy sejak tadi berusaha menenangkan diri, tapi keringat dinginnya bercucuran.
"Dea, tunggu di sini ya!" pesan Roy kepada Dea.
"Jangan ke mana-mana ya Dea!" pesan Roy lagi kepada Dea. Sebenarnya, Dea berharap kepada Roy bahwa apa yang dimaksud Roy itu adalah memberikan kesempatan kepada Andre untuk mengatakan cintanya kepadanya, sesuatu yang ditunggu-tunggunya selama bersama Andre.
"Ada apa sih Roy??" tanya Dea sambil tersenyum dan melirik ke Andre yang dilihatnya seperti sedang mempersiapkan kata-kata ke Dea.
"Pokoknya tunggu di sini ya Dea! Aku akan naik panggung!" bisik Roy.
"Apa? Naik panggung?" tanya Dea sambil tersenyum dan melirik ke Andre, lalu Dea menggeleng-gelengkan kepalanya. Andre hanya diam dan berkedip-kedip saja.
"Iya! Ndre, kamu diam saja di sini dan tunggu aku memerintahkan kamu ya!" pesan Roy.
"Ada apa sih Ndre?" tanya Dea kepada Andre sambil tersenyum.
"Mana ucapan selamat dan kadomu, Ndre?" tanya Dea kepada Andre sambil tersenyum.
"Mana??" tanya Dea lagi kepada Andre.
"Sssssttttt....!!" jawab Andre sambil tersenyum-senyum.
"Apa'an sih?" tanya Dea sambil memukul-mukul tangan kanan Andre dengan manja dan tersenyum kepadanya. Dea merasa yakin bahwa Andre akan mengatakan perasaan sukanya kepadanya. Setelah sudah berada di atas panggung, Roy segera mendekati sang vokalis yang sedang asyik menyanyikan lagu ska.
"Mas....mas, tolong berhenti sejenak nyanyinya ya!" kata Roy kepada sang vokalis grup band tersebut sambil mentowel-towel bahunya beberapa kali.
"Eh, ada apa ya mas?" tanya sang vokalis tersebut sambil menoleh ke Roy yang ada di sampingnya.
"Bisa berhenti sejenak main musiknya, mas?" pinta Roy kepadanya.
"Apaa??" sang vokalis tersebut sangat terkejut. Musik masih terus berjalan, karena lagu masih setengah jalan. Sang gitarisnya segera mendekati sang vokalisnya dan Roy yang sedang bercakap-cakap di atas panggung tersebut sambil terus memainkan gitarnya.
"Memangnya ada apa, mas??" tanya sang vokalis tersebut sangat ingin tahu.
"Ada apa ini??" tanya sang gitarisnya kepada Roy dan vokalis tersebut sambil masih memainkan gitarnya.
"Mas ini minta kita berhenti sebentar main musiknya!" kata sang vokalis kepada gitarisnya.
"Ya udah kita break sebentar!" kata sang gitaris. Setelah berkata demikian, sang gitarisnya memberikan instruksi kepada semua personel bandnya untuk berhenti sejenak bermain musik. Permainan musik pun segera dihentikan. Kontan, para tamu undangan yang sedang asyik berdisko pandangannya mengarah ke atas panggung, karena musik berhenti tiba-tiba.
"Ada yang bisa saya bantu, mas?" tanya sang gitaris kepada Roy.
"Saya mau pinjam mikrofonnya saja mas!" jawab Roy singkat.
"Apa?? Pinjam mikrofon?" tanya sang vokalisnya kepada Roy. Semua personel grup band tersebut segera menghampiri mereka bertiga untuk mengetahui ada apa gerangan.
"Untuk apa mas? Mau nyanyi?" tanya sang gitarisnya dengan muka serius.
"Bukaaaannn!" jawab Roy sambil tersenyum dan garuk-garuk kepala. Semua personel grup band mengira bahwa Roy sedang mabuk.
"Terus buat apa mas?" tanya sang vokalis dengan wajah serius juga. Roy pun segera menjelaskan maksudnya tersebut sambil menunjuk ke Dea dan Andre yang saat ini hanya diam saja berdua.
"Oooooohh!! OK...OK!" jawab sang vokalis. Semua personel grup band wajahnya sumringah setelah Roy menjelaskan maksudnya tersebut.
"Tolong arahkan lampu sockley itu ke mereka berdua ya mas!" pesan Roy kepada sang gitarisnya.
"Siap, mas!" jawab sang gitarisnya, lalu dia segera berjalan menuju ke lampu sockley yang berukuran cukup besar di atap panggung yang tidak terlalu tinggi setelah dia meletakkan gitar listriknya. Para tamu undangan, Papa, dan Mama Dea hanya berdiri menyaksikan orang-orang di atas panggung saja dengan bertanya-tanya. Tidak beberapa lama kemudian, lampu sockley tersebut segera diarahkan ke Dea dan Andre.
"Tolong juga berikan dua mikrofon itu ke Dea dan teman saya di sana ya mas!" pinta Roy kepada sang vokalisnya.
"Beres, mas!" jawab sang vokalisnya sambil membawa dua mikrofon untuk diberikan kepada Dea dan Andre dengan menuruni panggung terlebih dahulu.
"Selamat malam para undangan, Papa, dan Mama Dea yang saya hormati!" kata Roy dengan mikrofon.
"Saya mohon maaf telah mengganggu Anda semua sebentaaaar saja ya!" kata Roy lagi dengan meyakinkan.
"Saya menghentikan permainan musik saat ini adalah karena seorang teman saya yang sedang disorot lampu di sana itu akan mengatakan perasaan sukanya kepada Dea! Silakan Anda semua saksikan!" kata Roy lagi sambil meletakkan mikrofon ke tempatnya. Perhatian Papa Mama Dea dan seluruh undangan, termasuk kerabat dekatnya Dea, segera tertuju ke Dea dan Andre yang berada dalam sorotan lingkaran lampu sockley yang diarahkan oleh sang gitaris grup band ska tersebut.
"Silakan, Ndre!" kata Roy dengan mikrofon lagi.
"Dea, di malam pesta ulang tahunmu ini, izinkan aku mengatakan perasaan cintaku kepadamu!" kata Andre dengan mikrofon sambil berdiri di hadapan Dea.
"Terimalah kadoku ini sebagai tanda cintaku untuk kamu, karena sungguh aku sudah lama memendam perasaan ini!" kata Andre lagi yang sekarang berlulut dengan memberikan kado ulang tahunnya ke Dea.
"Really?" tanya Dea yang berpura-pura tak percaya kepada Andre.
"Ini dari hatiku yang terdalam, sayang! Terimalah! I love you, Dea!" jawab Andre sambil berdiri dan memakaikan cincin emas tersebut ke jari manis kiri seorang perempuan bermata bidadari itu. Setelah itu, Dea segera memeluk Andre sambil meneteskan air mata di kedua pipinya. Kontan, semua tamu undangan, termasuk Roy dan para personel grup band ska dari Jakarta Selatan tersebut segera bersorak-sorak gembira, sedangkan Papa Dea yang bernama Anton, segera berjalan mendekati Dea dan Andre yang masih berpelukan dan tersorot lampu sockley.
"Dea, apa-apa'an ini?" tanya Pak Anton dengan nada keras.
"Pa, perkenalkan ini kekasih Dea yang sekarang!" kata Dea kepada Papanya.
"Kekasih??" tanya Pak Anton yang tidak percaya.
"Bukankah kamu bersama Jimmy, Dea?" tanya Pak Anton kepada Dea.
"Sudah sebulan ini enggak, Pa!" jawab Dea singkat sambil mengusap-usap air matanya di kedua pelupuk matanya.
"Enggak kenapa?" tanya Papanya lagi.
"Sudah putus, Pa! Jimmy menyebalkan sekali!" kenang Dea.
"Kamu kemari bawa mobil apa mas?" tanya Pak Anton kepada Andre.
"Saya kemari dibonceng sepeda motor teman saya yang tadi di atas panggung pak!" jawab Andre dengan lugunya.
"Dea, secepatnya Papa pindahin kamu kuliah ke Oxford! Papa tidak mau tahu!" kata Pak Anton kepada putri semata wayangnya tersebut tanpa menghiraukan Andre sama sekali.
"Sekarang, pesta ulang tahunmu ini Papa bubarkan!" sambung Pak Anton dengan marah.
"Kamu sekarang masuk ke rumah!" kata Pak Anton kepada Dea sambil berjalan menggandeng tangan Dea menuju ke dalam rumahnya. Tidak beberapa lama kemudian, pesta ulang tahun Dea yang ke-23 tersebut pun segera dibubarkan. Di dalam rumah, Dea yang penurut kepada kedua orang tuanya tersebut, mendapat nasehat dan arahan-arahan dari Papanya sambil dimarah-marahinya. Pak Anton tidak ingin Dea berpacaran dengan lelaki yang tidak selevel dengan kekayaannya. Pak Anton berencana memindahkan Dea kuliah ke Oxford, Inggris.