Chereads / Kamukah Jodohku? / Chapter 37 - Hakikat Jodoh

Chapter 37 - Hakikat Jodoh

Dua bulan kemudian…

Waktu begitu cepat berlalu. Musim begitu cepat berganti, hari, minggu, bulan, tahun semuanya terasa cepat. Umur? Terasa terlalu pendek. Mentari terbit di pagi hari dan terbenam di waktu senja terasa sangat singkat. Anak kecil begitu cepat tumbuh menjadi remaja, menikah dan tua lalu tiada.

Semuanya akan bergilir. Jomblo? Aih, puasilah berteriak dan berbangga bahwa dirimu masih jomblo, sebab, jomblo pun terasa terlalu cepat berpasangan, berkeluarga, jadi ibu-ibu, bapak-bapak, dan kakek-nenek. Maka seharusnya yang jomblo tidaklah terlalu menyadari diri sedang sendiri, sedang jomblo, karena hanya hitungan waktu semuanya akan silih berganti.

Kalaulah setiap orang menyadari waktu itu begitu cepat berlalu, maka semuanya akan terasa sesaat saja. Maka manfaatkanlah waktu sesaatmu dengan sebaiknya. Jomblo? Sesaat! Waktu jomblo adalah waktu paling banyak yang harus dimanfaatkan dengan sebaik mungkin, waktunya berkarya, waktunya mengumpulkan kesuksesan di hari tua. Hari ini, yang kemarin masih jomblo sudah jadi pengantin.

Pengantin? Ya setiap orang yang dipanjangkan Allah. umurnya, akan jadi pengantin. Tentu pengantin adalah tujuan para jomblo yang kemarin masih pamer diri, tak terasa hari ini ia sudah jadi pasangan suami-istri. Tidak ada yang tahu dengan siapa ia akan berpasangan ketika jadi pengantin, semuanya rahasia Ilahi.

Yang pacaran sekali pun, mereka tidak tahu apakah meraka akan jadi pasangan pengantin nantinya (?). Dan seharusnya yang pacaran sudah saatnya sadar, bahwa mereka jugalah masih jomblo, sebab mereka belum tentu jadi pengantin. Jomblo yang kumaksud bukan saja mereka yang sendiri, melainkan mereka yang belum jadi pasangan pengantin. Sebab sesungguhnya mereka yang tidak jomblo adalah mereka yang sudah menikah, bukan mereka yang sedang pacaran.

Toh sebenarnya yang sedang pacaran jugalah masih sendiri, sebab mereka belum jadi suami istri. Masih terpisahkan jarak dan waktu yang selalu digoda oleh syaitan yang mengusik di hati, bertemu lalu berpisah lagi ketika sudah kembali ke rumah masing-masing, sebab belum ada ikatan suci. Pengantin? Sekali lagi, tak ada yang tahu, kapan, di mana, dan dengan siapa ia jadi pengantin. Ah, sudahlah, usah terlalu banyak. Aku sedang tidak menggurui.

***

Hanya keluarga dan sahabat terdekat saja yang diundang Ghazi dan Siska untuk menghadiri resepsi pernikahan mereka. Tamu-tamu undangan sudah berdatangan, kecuali satu sahabat dekat yang belum datang, Najwa Detektif. Pernikahan Ghazi dan Siska tidaklah mewah, hanya dihadiri puluhan orang saja.

Tidak ada pesta mewah, hanya semacam kenduri kecil saja. Sebab Ghazi tak punya banyak uang. Siska? Asalkan Ghazi setia jadi suaminya, tulus dan cinta, tak perlu banyak mahar. Ratna? Yang pernah berjanji akan meminjami Ghazi uangnya, tidak jadi. Sebab Ghazi tidak menikah dengan Najwa Detektif.

Masalahnya tidaklah sepele: ibunya Ghazi tidak setuju. Kata ibunya Ghazi: "Najwa Detektif anak orang kaya, nanti ia tidak sanggup dengan keadaan Ghazi yang miskin. Najwa Detektif sudah terbiasa hidup mewah." Ghazi adalah anak yang penurut, kalau ibunya bilang tidak maka keputusan hatinya jugalah tidak.

Setelah ibunya bilang tidak setuju Najwa Detektif jadi menantunya tempo hari pada Ghazi, Ghazi segera menanyakan siapa orang yang ibunya pilih? Ibunya tidak langsung berterus terang, ibunya Ghazi hanya menyebutkan cirri-ciri dan perilakunya waktu orang tersebut pernah ke rumah Ghazi.

"Dia juga cantik, Zi. Manis juga. Kalau melihat wajahnya, dia tidaklah banyak ulah, tentulah ia orang baik. Dia yang jadi imam shalat ashar bareng temannya ketika ia datang ke rumah kita waktu itu, dan dia suka baca buku, Zi. Ibu suka lihat anak ibu yang rajin baca buku." Mendengar penjelasan ibunya, Ghazi pun segera tahu orangnya,

"Siska, Bu?"

"Iya, ibu ingin Siska yang jadi menantu ibu." Waktu itu juga Ghazi menelepon Siska yang sedang baca buku, berdua dengan ibunya di ruang tamu.

"Assalamua'alaikum, halo..?"

"Wa'alaikum salam, halo juga.. ada apa, Zi? Nggak pernahnya Kau nelpon aku malam hari. Pasti ada maksud dan maumu. Cepat katakan! Aku sedang sama ibuku. Nggak usah basa-basi!"

"Kata ibuku, beliau ingin menantunya orang yang suka baca buku!"

Hari berikutnya Ghazi dan ibunya datang ke rumah Siska, melamar Siska. Dan hari ini, Ghazi dan Siska sudah jadi pengantin. Keduanya sudah memakaikan cincin. Keduanya telah sah jadi pasangan yang halal. Najwa Detektif? Sedang perjalanan, ia datang bersama kedua orang tuanya. Najwa Detektif membawa kado yang telah ia siapkan untuk Ghazi.

Awalnya ia tidak mau datang menghadiri pernikahan Ghazi dan Siska, sebab ia masih sakit hati. Air matanya belum kering, sudah puluhan kali ia lap dengan tisu dari tiga hari yang lalu, kini matanya yang sedikit bengkak dan merah itu masih mengeluarkan air mata pilu. Kalau bukan karena diajak kedua orang tua, maka ia takkan datang. Ia hanya ingin mengirimkan kadonya kepada Ghazi lewat kedua orang tuanya saja, lagi pula acara resepsi pernikahannya digelar di rumah Siska, tidak terlalu jauh dari rumahnya.

Maka sebab itu ayah dan ibunya merasa tidak enak kalau tidak datang, Siska sudah dianggap seperti anak kandung ayahnya karena sahabat Najwa Detektif. Tauke dan rombongan hadir dengan lima mobil. Kado yang paling banyak dan istimewa tentunya dari Tauke dan rombongannya. Tauke sendiri diundang oleh Siska, sebab Tauke pernah mengirimkan pesan yang berisi rayuan padanya. Kini Tauke pun hadir, walaupun nasib sial yang terus menghampirinya, Tauke selalu berusaha tersenyum di depan khalayak. Apalagi di depan Siska yang pernah digombalinya. Kini Siska dan Ghazi telah jadi pengantin baru.

Tak lama, Najwa Detektif dan kedua orang tuanya tiba di rumah Siska. Mobil pun diparkirkan. Ayah Dan ibu Najwa Detketif turun. Semua mata melihat ke arah mereka. Najwa Detektif tak mau turun, hingga terpaksalah Marwa menjemputnya dan menggandengnya ke tempat duduk yang telah disediakan untuknya.

Tadi semuanya sedang menikmati makanan, kini harus jeda karena semuanya tahu bahwa Najwa Detektif pernah cinta gila pada Ghazi. Ayah dan ibu Ghazi mengambil hidangan lalu duduk. Ketika ayah Najwa Detektif mulai menyendok nasi, barulah semua mata yang melihat Najwa Detektif sedang menangis, mulai mengalihkan pandangan ke piring masing-masing dan menyendok nasi.

Marwa mengambilkan satu piring lalu ia isi dengan berbagai macam lauk yang lezat serta mengambil beberapa buah untuk Najwa Detektif. Piring itu nampak banyak isinya. Tapi Najwa Detektif tak mau makan. Tangisnya tersedu-sedu, air matanya makin banyak, isaknya makin keras. Najwa Detektif pun bangkit lalu menuju tempat microphone. Ia buka kado kecil yang tadi ia bawa.

Bungkusan yang indah dan rapi tadi ia jatuhkan ke tanah, seperti sampah pada umumnya. Mulailah ia buka isi kado yang berbentuk kertas yang dilipat. Mulutnya mulai mendekat ke microphone. Tamu undangan yang sedang makan memperhatikan tingkahnya, semuanya jeda. Bahkan sebagian orang tak mampu mengunyah dan menelan nasi gara-gara melihat Najwa Detektif yang menangis.

Ayah dan Ibunya? Sudah bosan membujuk. Marwa, Meera dan Ratna? Sudah kehabisan cara. Tauke? Sejak pertama kali ia melihat Najwa Detektif turun dari dalam mobil, ia segera menyudahi makannya. Padahal baru lima kali ia sendok.

"Asalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh..." sapanya, pelan tapi kedengaran, gemetaran tapi bertujuan.

"Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh..." semua yang mendengar menjawab dengan semangat, yang paling semangat Tauke. Tadi ia duduk di kursi tengah, sekarang ia pindah ke kursi paling depan yang sebagian masih kosong. Najwa Detektif pun membacakan isi kado yang telah ia tulis. Sudah ia siapkan dengan matang.

"Abangdaku, Ghazi yang sedang duduk berdampingan dengan sahabatku, Siska.

Duhai, Abangdaku yang tampan rupawan. Ibarat daun kayu yang sudah tua, Bang, jatuhnya ke bumi jadilah tanah.

Kau kusayang, Bang, kujaga hatiku baik-baik hanya untukmu, Bang. Kuharapkan Abanglah jadi suamiku.

Apapun yang Abang inginkan dariku, kuberikan, Bang. Bahkan aku sudah pernah lebih sayang padamu dibanding diriku sendiri, Bang. Bulanan aku menanggung derita rindu waktu abang meninggalkanku waktu itu. Ingatkah dirimu, Bang? Bukti apa lagi yang harus kutunjukkan padamu bahwa aku mencintaimu, Bang? Sebesar-besar rasa cinta dan sayangku sudah kuberikan padamu, Bang.

Cintaku, rasa sayangku, rasa banggaku, harapanku, kini tinggal sia-sia, Bang. Besar harapanku kita ke pelaminan, membangun rumah tangga bersama, namun kini tinggal aku menanggung malu dan duka. Padahal kita saling cinta, tapi tiba-tiba Abang putuskan cinta kita. Tega nian dirimu, Bang. Kalau memang tak suka, kalau memang tak serius, kenapa tidak bilang dari awal Bang?

Terus, kalau memang Abang suka dan cinta padaku, kenapa pula abang nikahi orang lain? Kenapa bukan Aku?, kenapa Abang tanggapi kode-kode jitu dari perempuan lain, Bang? Di mana perasaanmu, Bang? Setega itukah, Bang Ghazi yang kukenal selama ini?

Ibaraktkan makanan yang sudah kau racuni, Bang. Kemudian kau hidangkan untukku, sungguh tega, Abang!

Kalaulah niatmu menyiksa diriku, Bang, lebih baik kau belah jantung adek dengan belati, Bang! Lebih baik aku lenyap dari dunia ini daripada terusan tersakiti karena bang Ghazi sudah tak mungkin lagi kumiliki. Tapi sebenarnya aku juga pingin hidup lebih lama, Bang. Jangan pula serius kali abang pada ucapanku tadi, lalu langsung membelah jantungku! Janganlah tega kali! Kemana pun kulangkahkan kaki ini terasa nginjak duri, Bang. Lagi-lagi abang tinggalkan hidupku ini tanpa arti, Bang.

Apa salahku padamu, Bang?

Apa dosaku padamu, Bang Ghazi?

Sehingga sehina itu aku di matamu, Bang?

Hingga-hingga cintaku tak ada gunanya bagimu, Bang!

Coba dulu kasih tau aku, Bang!

Kutunggu jawabanmu, Bang!

Sekian dan,

Terima kasih..

Dindamu yang dulu;

Najwa yang sedang sebal pada Bang Ghazi! "

Marah, Najwa Detektif sangat marah pada Ghazi. Kata "Bang" belasan kali ia tulis dalam kertas kadonya itu. Pak Rektor berhenti mengunyah dan memperhatikan. Karena mendengar kata-kata Najwa Detektif, pak Rektor segera cuci tangan lalu mengambil tisu.

Ratna segera mendekat ke Retno, ia tidak ingin mengalami seperti yang dialami Najwa Detektif. Marwa dan Meera segera melihat ke arah suami masing-masing, mata mereka menatap tajam seakan menerkam kalau sampai Firman dan Gunawan sampai hati selingkuh. Ayah dan ibu Najwa Detektif? Sudah tak heran jika anaknya berkata demikian.

Sebab tiap malam sejak ditinggal Ghazi, Najwa Detektif sering bicara sendiri. Seakan ia membacakan kata-kata sakit hatinya pada sepi, pada hujan, pada angin, pada nyamuk yang suka masuk lewat jeruji jendela, pada kodok yang tak bosan mendendangkan lagu bujukan untuknya, dan pada semua yang mendengarnya.

Ratna tak dapat menahan air mata, ia bangkit dari tempat duduknya lalu naik ke panggung, memeluk Najwa Detektif, mereka berdua menangis di atas panggung pengantin baru. Tak sampai satu menit pelukan, Ratna menuntun Najwa Detektif ke tempat duduk yang kosong. Suasana hening seketika, semua mata menatap ke panggung, seakan bertanya: siapa yang akan menyaringkan kembali kesunyian ini? Dan tidak sampai dua menit hening, Ghazi hendak bangun dari tempat duduknya, Siska melepaskan genggamannya.

Ghazi menatap ke sekeliling, pada hadirin, pada ayah dan ibu Najwa Detektif, juga pada Najwa Detektif. Setelah mengucapkan salam dan tata hormat, Ghazi pun mulai menjelaskan.

"Perlu diketahui bahwa aku dan Najwa belumlah pernah tunangan. Betul aku dan Najwa sudah merencanakannya dari jauh hari. Bahkan saya sendiri sudah merantau untuk mencari maharnya. Kedua orang tua kami juga sudah setuju pada mulanya. Jujur aku sangat mencintai dan menyantap hidangan Najwa. Namun, hati begitu mudah berubah, sungguh Allah Maha Membolak-balikkan hati hamba-Nya, dan kali ini hati ibuku yang berubah. Pada akhirnya ibuku tidak setuju aku menikah dengan Najwa. Mungkin Najwa sendiri belum tahu kenapa ibuku tidak setuju? Baiklah akan kuberitahu sekarang juga. Pertama: ibuku menilai dari sikap, perilaku. Dalam hal ini ibuku lebih suka dengan perilaku dan sopan santunnya orang yang sekarang kalian lihat duduk bersanding denganku, yaitu Siska.

Kedua; Aku adalah lelaki miskin. Tak punya apa-apa kecuali hanya bisa memberi kebutuhan sehari-hari. Makan dan minum. Belanja pakaian? Syukur-syukur setahun sekali kalau waktunya mau lebaran saja. Dengan keadaan seperti ini, ibuku kurang yakin menantunya akan bertahan lama hidup denganku. Aku? Aku pun kurang tega sebenarnya kalau sudah menikah lalu istriku tidak betah denganku lalu ia meninggalkanku, aku tidak mampu akan hal itu. Dalam hal ini pun, aku sudah menanyakan pada Najwa: apakah dinda Najwa siap menerima bang, Ghazi apa adanya? Dan Najwa menjawab: Abang harus dapat pekerjaan dua minggu setelah kita menikah. Boleh tanyakan sendiri pada Najwa benar tidaknya.

Ketiga: Aku ini sejak kecil disayang ibu, masa iya ketika aku sudah besar malah tidak balas kasih sayang pada ibuku? Aku hanya bisa menurut apa yang ibuku katakana Aku tidak bisa setelah menikah harus tinggal bersama Najwa di rumahnya. Aku tidak ingin meninggalkan ibuku sebatang kara. Sudah cukup lama ia iya ditinggal ayahku. Kalau ibuku tidak setuju, maka aku tidak bisa mempertahankan rasa cintaku.

Bakti pada ibu adalah hal yang utma bagiku, maka maaf seribu maaf duhai, Najwa, kamu bukan pasangan pengantinku. Ini saja yang dapat aku sampaikan, lebih dan kurangnya aku minta maaf. Maaf kalau ada kata-kata yang tidak berkenan, khususnya pada kedua orang tua Najwa, dan juga Najwa. Dan terima kasih pada hadirin semua telah bersedia mendengarkan penjelasanku."

Ghazi pun kembali ke tempat duduk, Siska memeluk lengan Ghazi. Hadirin masih menatap panggung, diam, hening, sepi, sunyi, tak ada suara. Lalu tiba-tiba suara tepukan kecil terdengar dari salah satu tamu undangan, tepukan itu makin keras dan semua mata melihat ke arahnya. Najwa Detektif pun segera melihat ke arah suara, dan ia melihat ayahnya sedang berdiri memberikan standing applause. Seketika Tauke pun menyusul dan diikuti semua hadirin berdiri, memberikan standing applause. Lagi-lagi Tauke paling semangat!

Setelah baca doa penutup yang dipimpin oleh Tauke, tamu undangan semuanya meninggalkan pengantin baru. Rumah Siska sudah mulai sepi. Yang terakhir pulang ialah para sahabatnya, kecuali Najwa Detektif. Ia pulang lebih awal. Ibu Siska memberikan satu bungkus nasi beserta lauknya pada ibu Najwa Detektif.

"Begitulah jodoh, tidak ada yang tahu sebelum tiba waktunya, Buk." begitu ibu Najwa Detektif mengatakannya pada ibu Siska saat menerima nasi bungkus untuk Najwa Detektif.

"Ya, Buk, meskipun kita tidak jadi Besan, kita masih bisa bertean dengan baik kok, Buk."

Setelah foto bareng dan pamit pada pengantin baru, teman-temannya pun pulang. Tinggal lah kedua orangt tua Siska, mertua Siska dan suami Siska di rumah. Hari ini terasa melelahkan bagi Gazhi, sebab dirinya bukan hanya sebagai pengantin, tapi ia juga bagian dari salah satu panitia untuk acara pernikahannya. Ia tak mampu membayar banyak orang untuk andil membantu resepsi pernikahannya.

Teman-temannya? Ia sendiri malu jika meminta tolong pada teman-temannya yang sudah menikah. Dulu ketika mereka menikah, Ghazi hanya disuruh hadir membawa badan saja, tak usah bawa kado, boro-boro diminta untuk jadi panitia. Hal itu pun membuat Ghazi jadi tidak enak jika melibatkan teman-temannya. Lagipula mereka sibuk pada pekerjaan masing-masing.

***