Mendengar tembakan mendadak itu, jantung Firman berdebar tak menentu. Napasnya besar, dia tersenyum bahagia, hatinya berdebar, segera ia menjawab,
"Ya Aku mau!"
"Beneran mau?"
"Iya, aku juga mencintaimu Dokter Nadia."
Dokter Nadia tersenyum bahagia mendengar jawaban Firman. Padahal ia pun tahu kalau Firman belum benar-benar sembuh. Entah memang itu karena caraa ia menyembuhkan Firman atau ia memang benar-benar suka?
"Baiklah, kalau begitu nanti akan kubicarkan dengan ayah dan ibuk." Dokter Nadia menatap wajah Firman dengan senyum yang penuh kebahagiaan. Firman hanya bisa mengangguk dan membalas dengan senyum sebisanya.
Tak lama menunggu, ayam panggang pun sudah mateng. Firman, Dokter Nadia dan Ricky pun mulai melahap ayam yang bumbu buatannya adalah ala Dokter Nadia. Hanya lima menit, satu paha ayam dilahap ludes oleh Ricky. Firman hampir setengah ayam, sedangkan Dokter Nadia satu sayap ayam pun tidak habis.
Dokter Nadia makan ayamnya tidak dicumuti dengan mulut, tapi is cubiti dengan jarinya yang lentik. Beda dengan Ricky dan Firman, makan ayamnya seperti ikut acara lomba makan kerupuk di tujuh belas Agustus. Tak lama kemudian ayam pun ludes, hanya meninggalkan sisa tulang belulang di atas daun pisang yang terkembang di atas rumput. Dokter Nadia membersihkan semuanya. Ricky masuk terlebih dahulu ke dalam rumah dan disusul oleh Firman.
Jam menunjukan pukul dua belas malam kurang tiga belas menit, Dokter Nadia ikut duduk dengan ayah dan ibunya di ruang tamu. Sementara Firman dan Ricky sudah ada di dalam kamar lantai dua. Malam itu Dokter Nadia menyampaikan maksudnya pada kedua orang tuanya. Dokter Nadia mendapat respon yang baik.
Namun ibunya masih menyayangkan nasib Firman yang belum membaik. Dokter Nadia sendiri tidak tahu kalau Firman sudah punya istri, apalagi ayah dan ibunya? Hanya Dokter Mega yang tahu identitas lengkap Firman dan Dokter Nadia tidak pernah bertanya pada Dokter Mega. Sementara Firman? Jangankan mengingat istrinya, ia sendiri lupa kalau ia pernah punya rambut di kepalanya.
Maka segala sesuatu untuk pesta nikah pun disiapkan dengan meriah. Karena Dokter Nadia tau bahwa si Tauke muda adalah ayahnya Firman, maka Dokter Nadia pun mengirimkan surat undangan yang sepesial untuk Tauke. Nun jauh di sana, Tauke muda bahagia sekali menerima surat undangan dari Dokter Nadia. Di sana tertulis tidak menyatakan atas acara pernikahan, hanya undangan makan malam saja. Tentu Tauke sangat senang sekali menerima undangan itu. Sebab selama ini Tauke lah yang merindukan Dokter Nadia, mencari alamat Dokter Nadia ke sana-kemari dan hasilnya nihil. Tapi Sekarang? Malah Dokter Nadia sendiri yang mengundangnya, untuk acara makan-makan pula, duh senangnya!
Tauke muda yang tadinya sakit berat, tidur tak nyenyak, makan tak terasa nikmat, kepala pusing-pusing, gigi berlubang, badan kurus kering, mata cekung, dan bibir pecah-pecah. Kini Tauke muda pulih kembali dalam waktu setengah hari saja setelah menerima surat undangan itu. Segera ia menyuruh anak buah kesayangannya untuk menyiapkan segala macam oleh-oleh untuk dibawa ke rumah Dokter Nadia. Selain oleh-oleh atas rasa rindunya pada Dokter Nadia, itu juga oleh-oleh buat Firman dan syukur-syukur Firman masih hidup, pikirnya.
Sesampainya di rumah Dokter Nadia, Tauke terkejut bahagia melihat penyambutan untuknya begitu mewah. Pagar betis lima belas meter untuk menyambutnya, para penyambut menaburinya dengan bunga-bunga warna merah dan putih, serta diiringi dengan sebuah lagu yang isi liriknya terdapat kata rindu. Bukan main bahagianya Tauke dan ia berjalan layaknya bos yang sungguhan dengan dikawal lima orang anak buahnya yang ikut menemaninya ke resepsi pernikahan Firman dan Dokter Nadia.
Tauke pun dipersilakan duduk di kursi tamu undangan. Setelah lima menit ia duduk, barulah ia menyadari bahwa ini bukanlah undangan kecil-kecilan. Melainkan ini undangan sepesial atas rasa rindunya Dokter Nadia pada dirinya yang tak dapat diungkapkan langsung oleh Dokter Nadia sendiri, begitu Tauke menafsirkannya. Makin lebar senyum Tauke, sesekali ia merapikan rambutnya. Lima menit sekali ia bertanya pada Botak.
"Sudah gantengkah Aku, Botak?"
"Wah, ganteng banget Bos!" jawab Botak penuh menyakinkan. Kalau Botak yang bicara, sembilan puluh sembilan persen Tauke percaya dan satu persennya lagi adalah waspada. Sebab Botak tak jarang juga bikin Tauke kecewa. Tapi memang Botak adalah ajudan paling ia sayangi. Tak lama kemudian, sang master ceremony pun memulai acara. Dan sebelum acara dimulai, sang mc memanggil pasangan pengantin untuk duduk di atas pelaminan yang telah disediakan.
Begitu Dokter Nadia menarik tangan Firman menuju tempat duduk mereka, bukan main kagetnya Tauke ketika Dokter Nadia dan Firman memakai pakaian khas untuk pernikahan. Pakaian yang dikenakan pengantin pria dengan seragam nikah khas Kuta Cane, pun yang dikenakan oleh Dokter Nadia. Ganteng dan cantik sedang bersanding berdampingan di atas panggung romansa itu.
Tauke sudah tak tahan lagi mendengar kata-kata sang pembawa acara, tak kuat lagi membuka kelopak matanya, ia menunduk dengan jantung yang berdetak kencang, wajah masam dan malu. Badannya lemas dan ia terjatuh dari tempat duduknya, hampir saja kepalanya terbentur ke lantai namun dengan sigap Botak mencegahnya dengan kedua tangannya.
Dokter Nadia, Firman dan seluruh tamu undangan kaget menyaksikan seorang bapak paruh baya pingsan di tengah acara pernikahan. Telah diketahui sebelumnya dari mulut ke mulut bahwa Tauke adalah ayah Firman. Firman pun segera berlari ke arah Tauke dan ikut mengangkat Tauke dengan dibantu Botak ajudan kesayangan. Karena ulah Tauke, terpaksa resepsi pernikahan ini ditunda hingga esok hari. Dan Tauke dilarang pulang sebelum ia menjadi saksi untuk pernikahan Dokter Nadia.
Firman sempat menangis karena ia tahu Tauke jatuh sakit seperti orang tak punya tulang, seperti orang lumpuh lebih tepatnya. Tauke diinfus oleh Dokter Nadia di lantai dua kamar Firman. Ayah, ibu dan Dokter Nadia ikut cemas kalau sampai Tauke tak sadarkan diri hingga seminggu atau sebulan, maka pernikahan pasti ditunda hingga sedemikian hari. Dokter Nadia sendiri tidak mau diwakilkan, dia hanya mau walinya adalah Tauke sendiri selaku ayah dari Firman, sebagaimana yang ia ketahui.
Jam satu malam, Tauke sadarkan diri. Ia mendapati hanya Firman dan dirinya di dalam kamar, ia melepaskan infusnya lalu membangunkan Firman yang sedang tertidur di sampingya. Ia membangunkan Firman. Firman amat senang sekali ketika ia menemukan ayahnya telah sadar.
"Ayah sudah sehat?"
"Aku bukan ayahmu! Aku hanya orang yang pernah menolongmu!"
"Ayah belum sembuh, silakan istirahat dulu, Ayah."
"Aku sudah sembuh, tadi aku pura-pura sakit supaya kau tidak menikahi Dokter Nadia. Kamu sudah menikah. Istrimu tidak terselamtkan, ia meninggal ketika kalian jatuh ke jurang gara-gara mobil fuso-ku yang dikendarai anak buahku. Hanya kamu yang dapat aku selamatkan dan istrimu tak tertolong karena ia terlalu parah dan aku menyuruh temanku untuk membawanya ke rumah sakit agar segera dikafani. Sekali lagi, aku bukan ayahmu. Aku adalah Tauke, panggil aku Tauke." Firman mengerutkan kening dan sedikit panik mendengar itu semua, ia mulai mengingat-ingat kejadian terakhir kalinya.
Tauke adalah orang yang hebat, bukan sekali dua kali ia telah berhasil mengembalikan ingatan orang lain. Botak yang dulu sempat amnesia, Tauke juga yang mengembalikan ingatannya, namun karena botak keras kepala dan susah ia mengingat masa lalunya, akhirnya Tauke tidak sabaran dan ia benturkan kembali kepala si Botak ke dinding dan Tauke berhasil menjalankan terapinya.
Tauke bersyukur Firman mulai mengingat kembali kejadian terakhir kali menimpa dirinya. Kalau saja Firman masih pada amnesianya, maka terapi yang dulu pernah Tauke praktekkan pada Botak anak buahnya akan terulang kembali.
"Tidak mungkin, Ayah. Kamu benaran ayahku! Ayah yang selalu menjengukku ketika aku sakit. Ayah yang selalu membawakan buah-buahan dan pakaian untukku. Ayah belum sembuh, tolonglah, Ayah beristirahat kembali."
"No!, Kau yang tidak sehat. Aku sudah benar-benar sehat. Kau bukan anakku. Mirip saja tidak, kamu jauh lebih tampan dibanding aku. Kamu ditemukan oleh anak buahku di jurang lalu dibawa ke rumah sakit, kepalamu dijahit dan badanmu dilumuri banyak darah. Kamu dilarikan anak buahku ke rumah sakit Asal Eswid dan dirawat di sana. Kamu belum benar-benar sembuh tapi Dokter Nadia melarikan kamu ke sini dengan niat menjadikanmu suaminya. Jangan Nikahi Dokter Nadia, dia adalah calon istriku."
"Dokter Nadia calon ibuku yang kedua?" tanya Firman makin kaget. Ia mulai diserang pusing seperti dimasuki angin ribut yang ganas, mengakibatkan mual-mual. Firman duduk lalu berbaring, ia tak kuasa berdiri sambil mendengar omongan Tauke. Tak dapat ia percaya dan ia terima bahwa Tauke pun mencintai Dokter Nadia. Walau pun Firman sedang berbaring Tauke tetap melanjutkan ucapannya.
"Ya Dokter Nadia adalah calon istriku. Sadarlah Firman, sekali lagi kamu bukanlah anakku. Kebetulan saya menemukan handphone kamu waktu kecelakaan itu. Dan handphone itu masih bagus, hanya sedikit saja layarnya pecah. Sedangkan mobilmu hancur hingga tak bisa menyala dan sekarang ada di gudang rumahku dan aku telah membelikan yang baru untukmu," Tauke pun menyuruh anak buahnya untuk mengambilkan handphone Firman yang ada di mobil Tauke.
Ternyata handphone Firman disembunyikan oleh Botak sejak pertama kali ia menyelamatkan Firman dan baru-baru ini saja ia berikan kepada Tauke. Tauke sengaja membawa handphone itu kemana-mana, untuk jaga-jaga jika da yang bertanya dan mencari Firman maka ia akan memberitahunya.
Tauke sendiri tidak mau mengumumkannya lewat koran dan semisalnya. Ia tidak ingin berurusan dengan polisi. Firman memegangi kepalanya, ia puyeng sembari mengerutkan dahinya. Air matanya membasahi pipinya. Ia menangis tanpa suara.
Tidak lama Botak masuk ke dalam kamar dan memberikan handphone milik Firman kepada Tauke. Tauke segera mengelik pada layar galeri. Di sana terdapat puluhan foto Firman bersanding di atas panggung romansa bersama sang istrinya tercinta, Marwa. Terlihat seksi pemandangan di beberapa foto ketika Firman mencium kening dan bibir Marwa. Firman kaget bukan buatan, ternyata yang kemarin pagi adalah kedua kalinya ia naik ke atas panggung romansa yang seperti itu.
Firman memandangi foto-fotonya dengan menjatuhkan air mata. Ia zoom bagian wajahnya dan wajah istrinya. Ia pun mulai menyadari dan menyakini bahwa itu adalah dirinya dan istrinya. Album wisuda dan album pernikahannya yang ada di handphone miliknya itu ia ingat betul.
Begitulah cara Tauke mengembalikan ingatan orang yang diserang amnesia, Tauke mengingatkan masa lalu yang pernah dan terakhir kalinya dialami oleh Firman.
Tak heran lagi, jurus Tauke sangatlah ampuh. Hanya butuh empat jam saja ia mampu menyadarkan kembali ingatan Firman dan dapat pula menyakinkan Firman dengan seratus persen. Sebelum adzan subuh dikumandangkan, sebelum penghuni rumah bangun tidur dan sebelum ayam berkokok, Tauke mengajak dengan mendesak Firman kabur dari rumah Dokter Nadia.
"Tidak izin dulu Tauke?"
"Tidak perlu izin, Dokter Nadia saja tidak izin dariku saat membawamu kabur kemari."
Firman hanya menurut dengan Tauke. Sejak Firman sudah yakin dan sadar bahwa ia sudah punya istri, ia mulai memandang buruk pada Dokter Nadia.
"Dokter pencuri hatiku!" gumamnya. Sebab memang Firman juga tulus mencintai Dokter Nadia, ia sendiri tidak tahu dari mana sebab dan asal rasa cintanya timbul pada Dokter Nadia. Tak lama kemudian Firman, Tauke dan serta anak-anak buahnya meninggalkan kampung Kekucakeme. Mereka juga melewati rumah yang dulu ditempati oleh Marwa. Jarak rumah Dokter Nadia dan rumah itu hanya beda waktu tempuh lima belas menit saja dengan jalan kaki.
Rumputan di depan rumah Dokter Nadia hampir saja tak terlihat karena ditutupi oleh embun subuh. Ayam mulai berkokok, ayam jantan mulai membuktikan bahwa ia punya suara yang bermanfaat, membangunkan umat manusia untuk menunaikan ibadah subuh.
Dokter Nadia bangun lebih awal, setelah dari kamar mandi. Ia menuju ke kamar Firman dengan niat membangunkan Firman. Namun begitu sampai di depan pintu, ia menemui pintunya terbuka dan lampu kamar tidak menyala, dan alangkah kagetnya lagi ketika ia tidak menemukan Firman dan Tauke. Segera ia siar-siar dalam rumah, namun tak kunjung ia temukan Firman. Dia menyusul ke luar rumah, tak juga ia temukan. Mobil Tauke yang hitam mengkilat sudah tidak ada di parkiran. Dokter Nadia menjatuhkan air mata cinta untuk pertama kalinya.
Belum pernah ia sesedih yang sekarang dirasakannya. Ia benar-benar menangis dengan linangan air mata yang membasahi pipinya, ia menyembah ke kursi. Seperti waktu kecilnya, kalau ia menangis, apa saja yang ada di dekatnya juga ikut menangis, kursi ikut menangis karena kesakitan habis dihentakkan Dokter Nadia, gelas-gelas yang masih parkir di atas meja sisa minuman para tamu yang pulang jam dua belas malam, gelas itu hancur berkeping-keping.
Dokter Nadia menuju ke pelaminan, di sana ia duduk di atas kursinya. Ia menangis memandangi kursi-kursi tamu undangan yang kosong. Mungkin para malaikat subuh sedang duduk di sana dan menyaksikannya menangis di atas pelaminan itu.
Malaikat subuh turut berduka cita atas nasib yang menimpanya, pengantin pria alias calon suaminya dibawa kabur oleh Tauke yang punya rasa cinta yang tinggi padanya. Tauke mencintai Dokter Nadia dengan sepenuh hati dan jiwanya, maka tak heran jika sempat Dokter Nadia menikah dengan Firman, Tauke seperti tak bertulang. Dokter Nadia sendiri tidak pernah berpikiran bahwa ayahnya Firman, Tauke, mencintainya. Sungguh ia tidak mengetahuinya.
***