Selesai jama'ah subuh, Tauke, Firman dan para anak buah Tauke melakukan senam pagi, senam rutin yang tidak pernah ditinggalkan oleh Tauke dan ia mewajibkan siapa saja yang berkerja dengannya harus melakukan senam pagi kecuali yang piket malam.
Senam pagi yang biasa diterapkan Tauke ialah mengikuti senam yang ditutoriali oleh sebuah tv yang ada di depan dan mereka mengikuti gerak apa saja yang dilakukan oleh orang yang ada di dalam TV itu, hanya tiga puluh menit saja. Padahal setiap hari anak buahnya bekerja berkeringat tetapi senam pagi tidak boleh absen.
Setelah senam pagi mereka pun langsung menyeruput minuman yang telah disediakan oleh penanggung jawab yaitu mereka yang tidak ikut senam pagi tentunya dan itu bergilir alias terjadwal. Hidup di lingkungan Tauke semacam hidup berasrama. Disiplin wajib yang Tauke terapkan adalah ada tiga: wajib shalat jama'ah lima waktu di masjid, wajib senam pagi dan wajib jujur. Bekerja dengan Tauke haruslah wajib jujur.
Tauke mewajibkan olahraga agar anak buahnya selalu dalam keadaan sehat dan kuat seperti dirinya, walaupun kalau dilihat dari ukuran badan adalah Tauke yang paling kecil. Tauke hanya terlihat lebih besar sedikit ketika berdampingan dengan Firman.
Di depan teras yang mengahadap ke kolam renang itu, Tauke dan Firman duduk sembari menikmati secangkir teh hangat di pagi hari.
"Wah, ternyata suaramu bagus juga ya, Nak Firman? Tak kusangka suaramu sebagus itu! Bacaanmu juga bagus. Kalau boleh tahu, kamu dulu ngaji di mana, Firman?" tadi subuh, Firman sendiri yang meminta izin kepada Tauke untuk mengimami shalat subuh berjamaah di masjid. Hal itulah yang membuat Dokter Nadia kagum padanya karena ia hafal al-Quran dan bersuara merdu. Amnesia tidak membuat hafalan al-Quran Firman hilang. Tauke berdiri tepat di belakang Firman.
"Saya dulu kuliah di Awamaalia University, Tauke, yang tadi malam Tauke suruh anak buah Tauke menuliskan alamat kampus saya di Gps. Dulu saya tinggal di masjid sambilan kuliah, menjadi pengurus masjid. Berdua dengan teman saya. Kami memanfaatkan waktu kosong kami untuk mengaji di masjid yang kami tempati.
Di masjid itu ada pengajian rutin tiap habis asarnya untuk anak seumuran lima sampai sepuluh tahun. Mereka ngaji tajwid, menghafal Al-Quran dan juga bahasa arab. Gurunya juga lulusan Awamaalia University. Nah, karena biasanya jam kuliah kami sudah mulai masuk pagi dan pulang siang, kami pun memanfaatkan waktu sore kami untuk mengaji dengan ustadz Muhammad Ishaq.
Awalnya kenapa kami bisa tinggal di masjid itu jugalah karena kami waktu itu sedang mencari tempat tinggal ke sana kemari dan kami singgah di masjid Shasaeedishal lalu teman saya Gunawan mengumandangkan azan Zuhur. Sebab waktu shalat sudah masuk dan tidak ada siapa-siapa selain kami, masjidnya juga terbuka. Lumayan besar masjidnya, Tauke. Bisa menampung tiga ratus jamaah. Jamaah yang datang juga cuma lima orang selain kami,"
"Ya memang seperti itu di sebagian masjid. Masyarakat memang suka begitu. Ketika tidak ada masjid di desanya, mereka minta dibangun dan ketika sudah dibangun malah tidak datang ke masjid."
"Dan setelah shalat jamaah, kami dipanggil pengurusnya. Dan kami ditawari tinggal di masjid itu. Dengan senang hati kami menerima tawaran beliau dan akhirnya sampai wisuda kami tinggal di masjid itu. Setahun mengaji dengan ustadz Ishaq, kami pun mulai paham dengan ilmu tajwid, Al-Qur'an dan juga bahasa arab. Terlebih di kampus kami jugalah jurusan bahasa arab. Begitulah, Tauke cerita singkatnya. Soal suara saya merdu, itu sudah bawaan lahir, Tauke." Tauke hanya bisa menganggukkan kepala, berekspresi seakan dari tadi ia mengikuti dan mendengarkan cerita Firman. Padahal ia sendiri sedang terbayang dengan isi inbox-nya kepada Dokter Nadia tadi malam dan ia berharap Dokter Nadia membalsanya. Ternyata ia masih punya rasa cinta pada Dokter Nadia.
"Baiklah, Firman, setelah sarapan nanti, kita akan segera ke Awamaalia University. InsyaAllah sore nanti kita sudah tiba di sana. Sekarang mandilah dulu supaya saudaramu tidak kebauan ketika memelukmu karena rindu yang tak terperikan itu!"
"Baiklah, Tauke." Firman pun segera memakai baju renang dan nyemplung ke dalam kolam renang dan disusul oleh Tauke.
Pukul setengah sembilan pagi mereka berangkat rombongan. Firman, Tauke dan Botak bertiga di dalam mobil Firman yang disupiri oleh Botak. Firman dilarang Tauke mengemudi walaupun mobil sendiri sebab ia baru sembuh dari amnesianya. Firman dan Tauke duduk di bangku tengah. Mobil Firman ada di depan dan diikuti oleh empat mobil lainnya. Semuanya mobil hitam dan yang paling baru di antara lima mobil itu ialah mobil Firman yang dibelikan Tauke sebagai ganti kecelakaan tempo hari.
Kecepatan laju mobil ditentukan oleh Tauke. Bila Tauke masih berjaga maka Botak tidak pernah berani sampai seratus kilo meter perjam namun ketika Tauke sudah tertidur lelap, Botak pun mulai bertingkah sesukanya. Kalau Botak tancap gas, itu tandanya Tauke sedang tertidur. Para supir untuk mobil yang di belakang juga suka ugal-ugalan. Sesekali mereka saling mendahului. Pernah ketahuan oleh Tauke ketika ada polisi tidur dan seketika Tauke bangun kemudian ia melihat mobil yang tak jarang ia lihat, ia kenal betul mobil itu dan ia hafal sekali nomor yang tertulis di pantat mobilnya.
"Suruh minggir yang di depan kita, Botak!" tanpa pikir panjang Botak langsung menekan kelakson berkali-kali sehingga mobil yang di depan pun minggir lalu berhenti. Botak juga berhenti di sampingnya.
"Kalau masih mau bekerja sama saya, tolong dipertimbangkan!" kata Tauke dengan nada mengancam. Lalu Tauke kembali mengenakan kaca matanya dan kembali ke posisi tidurnya. Setelah dimarahi Tauke, tidak ada lagi yang berani waktu perjalanan mendahului Tauke.
Tauke adalah orang yang baik, yang bekerja dengannya selalu betah, mereka yang bekerja tidak pernah merasa diri mereka seperti buruh. Mereka sendiri merasa dianggap anak oleh Tauke. Sekasar apa pun yang diucapkan Tauke, mereka tidak pernah sakit hati dan Sepedas apa pun yang Tauke katakan, Tauke sendiri lupa bahwa kata yang perih itu pernah ia ucapkan. Tauke tidak pernah lama memendam amarah.
Satu jam setelah ia marah, anak buahnya yang kena marah sudah boleh minum kopi bareng Tauke lagi di depan teras atau di bawah pohon sawit atau juga di pinggir kolam renang. Kebaikan Tauke lah yang membuat anak buahnya betah bekerja, jujur dan nurut atas disiplin yang Tauke gariskan. Terkadang Tauke jugalah sahabat, kadang ia jadi guru, kadang ia juga sebagai orang tua yang punya anak puluhan orang yang sebagian usianya melebihi usia Tauke.
***