Hari itu Matteo baru saja menyelesaikan kelasnya. Dia juga telah memberikan tugas untuk para mahasiswanya. Begitu kelas cukup sepi, seseorang tiba-tiba saja mengetuk pintu depan kelas.
Matteo yang sedang merapikan meja langsung menghentikan kegiatannya. Dilihatnya seorang wanita, mungkin dua tahun lebih muda, tengah berdiri di depan pintu dengan malu-malu. Wanita itu berwajah cantik dengan rambut sebahu, berwarna cokelat gelap bergelombang khas.
"Hei, sudah selesai kelasnya?" tanya wanita itu
Matteo tersenyum. "Ya, barusan selesai."
Wanita itu berlari kecil masuk ke dalam kelas, dia kemudian menghentikan langkahnya setelah berada di depan meja Matteo.
"Apa kau ada waktu luang sepulang dari kampus nanti?" tanyanya.
Wanita itu mengedipkan matanya, dia lalu mengayunkan tangannya, memberikan kode kepada Matteo untuk mendekatkan telinganya.
"Aku dan dua temanku ada acara kencan buta, malam ini pukul tujuh. Kami kekurangan personil, apakah kau bersedia sebagai pelengkap?" bisiknya.
"Ya ampun, jujur sekali kau ini," komentar Matteo dengan menghela nafasnya.
"Oh ayolah, aneh sekali kalau kami cuman berlima. Genap lebih baik, biasanya kalau berlima, yang nomor lima itu setan," canda wanita itu.
Matteo tertawa kecil mendengarnya. "Oke, oke. Baiklah, aku ada waktu luang. Kirimkan aku lokasi tempatnya."
Wanita itu melompat kegirangan. "Yuhu! Gitu dong, sesekali ngumpul bareng kawan ya kan," ujarnya dengan mengambil ponselnya dan mengetikan sesuatu.
Detik berikutnya, ponsel Matteo yang ada di atas meja bergetar, menandakan ada pesan masuk.
"Aku sudah mengirimkan lokasinya. Jangan lupa datang, pakai baju rapi dan wangi, pukul tujuh malam."
"Oke!"
Setelah mengucapkan hal itu, wanita berambut cokelat itu kemudian naik ke podium dan mengecup pipi kiri Matteo. Setelah itu dia pamit dan berlari meninggalkan ruang kelas.
Mendapatkan hal itu, Matteo seketika itu langsung membelalakan matanya. Dia membeku.
"Bapak kenapa senyum-senyum sendiri begitu?" tanya seseorang yang mengagetkan Matteo.
"A-apa?"
Matteo melihat ke arah bangku kelas. Dia sana, dia melihat sesosok wanita muda berambut hitam kelam dengan potongan hime cut, memakai bando pita putih di atas kepala, bermata biru, dan memakai baju cokelat dan putih, tengah duduk di bangku mahasiswa.
Wanita muda itu tengah merapikan buku dan juga laptopnya, setelah itu mengambil tasnya dan berjalan turun tangga menuju ke muka kelas.
Matteo adalah tipikal orang yang mudah lupa dengan orang lain. Maksudnya, dia tidak hafal dengan mahasiswanya sendiri. Baik itu wajah ataupun namanya. Mungkin dia pernah berkenalan dengan seseorang, tapi esok harinya dia pasti lupa. Begitu terus.
Termasuk sekarang. Dia tidak tahu siapa wanita muda itu, yang jelas dia duduk di bangku mahasiswa dan tengah merapikan buku dan laptopnya. Sudah pasti dia adalah salah satu mahasiswanya.
"Kau-" tunjuk Matteo terkejut.
Mungkinkah mahasiswinya itu tadi melihat kejadian intim tadi?
"Sasha Velez," sahut Sasha dengan menyambut tangan Matteo. Dia menjabat tangan dosennya.
"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Matteo.
"Sasha ikut kelas bapak tadi, lalu merapikan buku, dan melihat bapak ngobrol bareng Dosen Ortiz."
"Ah, begitu."
"Dan sekalian melihat bapak dicium pipinya sama Bu Ortiz," lanjut Sasha.
Mendengar hal itu, Matteo membelalakan matanya. "Apa tadi kau bilang?"
"Sasha bilang mau pamit pulang, Pak. Semoga hari bapak menyenangkan," kata Sasha dengan berjalan keluar kelas dan melambaikan tangannya.
Matteo mungkin salah dengar, pria itu kemudian melepas kacamatanya dan mengusap wajahnya. Mungkin dia sedang kelelahan sampai salah dengar.
*
"Terakhir saya, Leah Ortiz, dosen bahasa asing di Universitas Crosaroni," kata Leah memperkenalkan dirinya.
Malam hari pukul tujuh, sesuai dengan janjinya, Matteo datang ke tempat yang diberikan oleh Leah. Tempat itu adalah sebuah restoran bagus di pinggir kota. Empat orang bekerja di tempat yang sama, sementara itu dua orang pria lainnya, bekerja di pusat kota.
Matteo sempat tersipu melihat cara Leah memperkenalkan dirinya. Wanita itu tampil ceria dan cantik malam ini. Benar-benar seperti dua orang yang berbeda. Di kampus, terlihat tegas dan anggun, sementara sekarang terlihat lebih muda dan manis.
"Wah, Ms. Ortiz kau cantik sekali malam ini," puji salah satu pria, yang berambut hitam kepada Leah.
"Ah, benarkah? Terima kasih banyak, Tom!" senyum Leah senang dengan pujian itu.
"Mari saya tuangkan lagi bir untuk anda, Ms. Ortiz," kata pria berambut hitam yang bernama Tom itu.
Merasa kesal dengan kelakukan Tom, yang terlihat kampungan itu, Matteo memilih untuk menyesapi birnya sebagai tanda menenangkan diri. Dilihatnya Tom menuangkan bir ke gelas Leah. Setelah itu, si Tom memberikan sedikit senggolan sebagai bentuk skin ship. Matteo membelalakan matanya.
*
Esok sorenya, setelah kelas, secara tidak sengaja Matteo bertemu dengan Leah, yang tengah berbincang dengan dosen muda yang lain. Ingin sekali rasanya menyapa wanita itu, tapi dia mengurungkan niatnya dan memilih untuk segera kembali pulang.
Malam harinya, dia memutuskan untuk bermain game online. Tanpa sengaja, dia melihat sebuah nama yang tidak asing baginya. Id gamenya bernama 'iamyourduches5', Matteo tersenyum saat dia melihat si Duchess tengah bermain game kesukaannya.
"Tumben sekali dia sedang bermain di jam-jam segini," gumam Matteo sembari mengetikan pesan pada kolom pesan langsung.
BloodyRegina : "Hey, tumben main game sekarang? Join dong!"
Agak lama si Duchess membalas, Matteo memutuskan untuk bermain game seadanya dulu.
Iamyourduches5 : "Iya nih, kelasku lagi jam kosong tadi, jadinya pulang lebih cepat. Situ juga tumben main jam segini."
BloodyRegina : "Iya nih, lagi suntuk. Main bareng yuk, game zombie biasa, mau?"
Iamyourduches5 : "Kuy bikinkan ruang onlinenya, ajak yang lainnya juga."
BloodyRegina : "Ajak LangitBiru, ya."
Iamyourduches5 : "Boleh, boleh, jadi seru nih. Tapi keknya si JagungManis gak bisa ikut. Lagi shift malam di kantornya."
Bloody Regina : "Tidak masalah, kita bertiga juga cukup. Nanti yang satunya bot deh."
Jadilah Matteo bermain game bersama dengan dua orang teman onlinenya. Si Duchess adalah seorang perempuan, dari suaranya sih masih muda ya, tapi dia selalu menolak saat ditanya umurnya. Yang jelas dia bukan tante-tante ataupun bocah cilik, dia mengaku masih kuliah. Sementara si Buyung Upik adalah pria berumur 30 tahunan, dia bekerja di sebuah kantor pemerintahan di dekat kampus tempat Matteo mengajar.
Mereka memainkan game zombie multiplayer yang cukup terkenal. Sembari menjadi para pembersih zombie dalam game, Matteo sering menggunakan sesi bermain game mereka sebagai sesi curhat. Mereka berkomunikasi menggunakan aplikasi chat terkenal bernama Discord.
[Dalam percakapan telepon ini mereka menggunakan nama panggilan sesuai id game. BloodyRegina adalah id game Matteo, dia adalah player hode atau seorang laki-laki memakai karakter perempuan untuk id game dan avatarnya, mengaku-ngaku perempuanlah intinya padahal dia mah laki-laki.]
"Aku mau cerita," kata Matteo memulai.
"Apa nih?" tanya si LangitBiru.
"Ada apa?" tanya si Duchess.
"Jadi, kemarin aku kan ikut acara kencan buta tuh, awalnya aku cuman sebagai pelengkap, soalnya personilnya kurang satu, gak enak kalau ganjil kan," ujar Matteo memulai, tapi matanya fokus membunuh para zombie pada game, "dan asal kalian tahu, yang mengundangku itu si Leah-"
"Wanita yang kau sukai itu?" potong si Duchess.
"Wadududuh!" si LangitBiru ikut memanasi.
Matteo tertawa kecil. "Iya! Di sana ada pria namanya Tom. Dia sering banget godain Leah. Mau marah, tapi kami bukan siapa-siapa."
"Godanya sampai skinship gitu?" tanya LangitBiru.
"Iya, sampai nganterin pulang pula," jawab Matteo.
"Wadududuh, terus gimana?" tanya si Duchess.
"Lalu, sore tadi, aku mendengar percakapan Leah dengan teman-teman dosen lainnya," imbuh Matteo, "sepertinya si Leah suka sama si Tom."
LangitBiru dan Duchess sempat terdiam sejenak. Mereka bingung harus bersikap bagaimana.
"Emangnya kamu yakin kalau Leah benar-benar suka sama si Tom itu?" tanya Duchess lagi.
"Dari nada suara dan tawanya sih sepertinya iya," jawab Matteo.
"Turut berduka cita ya, Bro," sahut si LangitBiru.
"Memangnya sespesial apa sih Leah itu? Kok kamu sampai sebegitunya suka dengannya?" tanya si Duchess.
Matteo sempat diam sejenak. Setelah itu dia kembali membuka mulutnya dan berkata, "dia itu orang kutaksir sejak SMA dulu."
"Terus? Terus?" tanya LangitBiru terdengar antusias.
"Aku kan pernah cerita, kalau dulu aku punya sahabat dekat sedari sekolah dasar, kan. Terus sewaktu SMA, aku suka sama Leah. Naksir berat aku waktu itu, disitu posisinya aku tidak tahu kalau sahabatku juga naksir berat dengan Leah. Gara-gara itu, hubungan kami berdua jadi retak, terus sahabatku pindah ke sekolah top tier di kampung halamanku. Leah dan aku jadi dekat sejak itu, hanya saja aku gak berani nembak."
"Ini kali pertamanya nih aku dengar itu darimu. Terus gimana?"
"Kenapa begitu?"
"Soalnya, aku sering teringat sahabatku. Tiap kali mau mengutarakan isi hati, ada rasa tidak enak hati ke sahabatku, padahal kami sudah pisah kontak," jawab Matteo.
*
Sementara itu, disebuah kamar yang gelap. Seorang wanita berambut panjang tengah meneguk air mineral dari botolnya. Dia nampak menghadap ke arah komputernya, sembari mengangguk-angguk mendengarkan curhatan temannya.
"Ya begitulah intinya, padahal aku sudah setua ini, mau nembak aja nyali masih ciut," kata BloodyRegina.
"Bukan begitu, kau itu masih menghargai sahabatmu. Rasa-rasanya kalian masih ada sesuatu yang masih belum diselesaikan. Kalau kau ketemu sama sahabatmu, coba deh ngobrol-ngobrol masalah itu," kata si LangitBiru.
Mata birunya nampak bergerak cepat melihat musuh, jari telunjuknya juga menekan cepat mousenya.
"Gimana menurutmu, Duchess?"
"Iya nih, si Duchess diem-diem bae dah. Lagi fokus bunuhin zombie dia ini."
Wanita itu memiringkan kepalanya. "Kalau kata aku sih, yang pertama coba dipastikan dulu si Leah betulan oke sama si Tom atau tidak. Kalau ternyata tidak, berarti Regina masih punya kesempatan kan. Gak perlu bertele-tele, langsung tembak aja. Nikahin kalau perlu. Masalah sahabat mah bisa dibicarain nanti-nanti, toh ketemunya juga masih lama, kan? Masih untung-untungan bisa ketemu begitu kan?"
"Wahahahaha! Langsung pada intinya! Tuh dengerin kata si Duchess!"
"Waduduh, kamu beneran anak kuliahan nih? Cara ngomongnya pedes banget kek orang tua."
Wanita itu kemudian tertawa mendengarnya. "Habisnya, kesel banget. Si Leah juga, kalau sama-sama ada rasa kenapa gak jujur ke Regina langsung. Semuanya pada malu-malu, mana ada kemajuan kalau begitu."
"Wahahaha! Duchess ikutan pegel dengerinnya."
Mungkin sekitar 3 jam mereka bermain bersama, sebelum akhirnya Matteo berpamitan karena harus mengajar kelas pagi besok. Begitupun dengan dirinya, LangitBiru masih memilih untuk bermain game lain.
Dia melepas headphone miliknya begitu komputernya dimatikan. Setelah itu, dia mengambil botol air minum dan berjalan ke arah jendela yang ada di ruang tengah apartemennya. Dia menenggak minumannya sembari terus mengawasi seorang pria, yang tengah mengganti pakaiannya, di gedung apartemen seberang sana.
"Ya ampun, kasihan sekali bapak dosen kita satu ini, cintanya bertepuk sebelah tangan mulu," ujarnya dengan tersenyum miring, "baiklah. Rencanaku telah matang, saatnya melancarkan rencana sebelum ujian tengah semester bulan depan."
-Bersambung ke Chapter 03-