Akhir pekan jam 9 malam.
"The Lavender."
Oke, hari ini Matteo pergi ke tempat yang dijanjikan oleh kawan-kawan onlinenya. Saat dia membuka pintu, Matteo mendapat dua orang bertubuh besar tengah menjaga di depan pintu yang menatapnya dengan tetapan yang mengerikan. Dia lalu menunjukan kode undangannya kepada dua orang itu, setelah dipindai dan menadapatkan persetujuan, lalu melewati pengecekan jaket, Matteo dipersilakan masuk.
"Selamat datang di The Lavender, Tuan," sapa salah seorang wanita berpakaian seksi sembari membuka pintu.
Saat masuk, Matteo terkejut melihatnya. Dia langsung disambut lagu Love Game milik Lady Gaga. Tempat itu ternyata sangat luas dan megah. Lantai dansa yang ada di bawah saja terlihat lebih luas dari tempat-tempat pada umumnya. Dibagian atas terdapat meja-meja untuk para pengunjung minum. Ada banyak spot meja bar di tiap-tiap lantai.
"Wow, ini sih lebih mirip seperti klub malam yang lain," gumam Matteo.
Meskipun begitu, klub malam ini tidak seheboh seperti klub-klub malam lain yang jumlah pengunjungnya selalu saja membludak. Namun, masih ada banyak orang yang menari di lantai dansa, mixing lagunya juga oke didengar. Masih ramai, tapi tidak seheboh itu.
Matteo mengecek ponselnya, para kawan-kawan onlinenya ada di lantai satu, pada bar bagian selatan. Dia kebingungan, untungnya si JagungManis menawarkan bantuan untuk menjemputnya.
"BloodyRegina ya?" sapa seseorang yang ada di belakangnya.
Matteo menolehkan kepalanya. Dia melihat seorang pria tersenyum cerah kearahnya.
"Ya?"
"Aku JagungManis, kami sudah menunggumu," katanya dengan mengulurkan tangannya.
"Oh ya ampun, maaf aku telat," sahut Matteo dengan menyambut tangan sahabat onlinenya.
Matteo diajak ke kursi yang ada di dekat meja bar. Ia melihat seorang pria berjaket hitam tengah menikmati minumannya.
"LangitBiru, ini BloodyRegina sahabat kita," kata si JagungManis.
Pria itu menolehkan kepalanya, dia langsung tersenyum. "Halo, Kawan! Akhirnya kita bertemu juga di dunia nyata!"
"Senang bertemu denganmu juga, Bro," sahut Matteo, "ngomong-ngomong, aku Matteo Reid, panggil Matteo saja."
"Aku Asher," sahut si LangitBiru.
"Caleb," sahut si JagungManis.
"Duchess ada di mana?" tanya Matteo sembari mencari-cari.
"Entahlah, dia sulit dihubungi juga," jawab Asher.
"Kalaupun dia tidak ikut juga tidak masalah, dia pasti takut karena kita semua adalah pria matang," kekeh Caleb.
Matteo tertawa mendengarnya.
Mereka kemudian memesan minum dan berbincang. Rupanya mereka bertiga sangat seru dan lucu. Ketiganya punya hobi dan kesukaan yang sama. Mereka juga mengaku suka dengan konsep The Lavender yang cukup menipu orang. Mereka bilang, memang hanya orang-orang tertentu yang memiliki kode undangan untuk bisa masuk. The Lavender hanya menerima 250 orang dalam satu malam. Cukup private, bukan? Meskipun begitu yang ada di lantai dansa rupanya cukup banyak juga.
Matteo yang mendengarnya hanya menganggukan kepalanya. Bukan berarti sepi, tempat ini memang di buat untuk pengunjung khusus. Lihat saja, yang datang adalah orang-orang yang berduit semua, bukannya yang serampangan.
Ketiganya kemudian memilih untuk mengesampingkan Duchess yang tidak kunjung datang. Mereka memilih untuk mendekat ke arah lantai dansa dan menikmati lagunya. Asher dan Caleb memilih untuk bergabung menari di lantai dansa, sementara Matteo memilih untuk berdiri di pinggiran saja.
Tak lama kemudian, mata hazel Matteo menangkap sebuah pemandangan yang cukup mengesankan. Seseorang tengah menari di dekat tiang sana. Diantara para wanita yang menari di sana, hanya satu yang menarik baginya. Lalu mungkin karena pengaruh alkohol yang membuat logikanya melemah, pria berkacamata itu merasa penasaran dan mendekatinya.
Sosok itu cukup lihai menari begitu. Semua lekuk tubuhnya terlihat cantik didukung dengan lampu remang-remang merah dan biru. Tubuh itu meliuk-liuk lentur dan nampak menggairahkan. Matteo mengawasi sembari menyesapi minumannya. Pria itu tertegun saat sepertinya si wanita meletakan jari telunjuknya ke bibir.
"Isyarat itu untukku?" Matteo kebingungan, dia melihat ke arah pengunjung yang lain yang juga tersenyum melihat wanita itu.
"Wah, tidak beres. Aku pasti mabuk," pikirnya.
Tapi, bukannya kembali ke meja bar, dia malah berdiri membeku saat sosok wanita itu mendekatinya. Matteo malah terhipnotis, dia meletakan gelasnya dan mengikuti kemana sosok wanita itu pergi.
Matteo di bawa ke tengah-tengah lantai dansa. Lagu kali ini dimainkan dengan lambat dan seksi. Beberapa pengunjung lain menari berpasangan, oke ini cukup menggairahkan. Tidak, Matteo bukannya seorang newbie yang baru pertama kali ke tempat seperti ini, tapi dia tidak pernah menari di tengah-tengah lantai dansa begini, paling mentok hanya duduk di dekat meja bar untuk minum.
Wanita itu menempelkan tubuhnya pada Matteo, dari situ, pria berkacamata itu bisa mencium bau yang sangat enak. Bau yang terkesan manis dan seksi, seperti itu. Dia menikmati setiap alunan lagu, tarian mereka, dan juga baunya.
Hingga ketika Matteo menyadari dia telah sendirian, dia memutuskan untuk kembali ke meja bar. Di sana dia melihat Asher dan Caleb tengah berbicara dengan seorang wanita muda berambut hitam.
"Oh, ini nih si BloodyRegina!" tunjuk Asher.
Wanita muda itu menolehkan kepalanya. Keduanya kemudian saling bertukar pandang. Siapapun pasti tahu kalau mata hazel dan mata biru itu saling membulat karena kaget. Lalu sedetik kemudian si mata biru langsung bertingkah biasa. Matteo terkejut dengan kecepatan wanita itu dalam merubah reaksinya.
"Ini si Duchess barusan datang, dia tadi sedang sibuk mengerjakan tugas kuliahnya," sahut Caleb mengenalkan wanita itu.
"Hai, panggil saja Sasha," kata Sasha dengan mengulurkan tangannya.
Matteo menyambut uluran tangan Sasha. "Matteo."
"Aku tahu." Senyum Sasha yang langsung membuat Matteo memincingkan matanya.
Mereka kembali berbincang-bincang. Asher dan Caleb terlihat sangat asyik bercanda bersama dengan Sasha, sementara Matteo yang ada di sebelah wanita itu, nampak terdiam. Bukan, ini bukan sifat alaminya yang pendiam, tapi karena dia tertegun dengan bau parfum Sasha. Baunya sama. Apakah Sasha adalah wanita yang mengajaknya dansa tadi?
Selama pembicaraan itu, dada Matteo berdebar-debar. Dia suka bau dan kehadirannya. Nampaknya ini pengaruh alkohol juga. Ia tidak berhenti mengawasi Sasha sejak tadi, seperti berada di dunia lain.
*
Jam menunjukan pukul setengah satu pagi saat keempat berkawan itu memutuskan untuk pulang. Mereka berjalan ke arah parkiran yang tidak jauh dari sana. Asher dan Caleb berpamitan pulang lebih dulu, sementara Matteo mendapat titipan dari dua temannya itu untuk mengantarkan Sasha pulang.
"Sasha."
"Ya?"
"Mari langsung pada intinya, apakah kau yang mengajakku berdansa tadi?" tanya Matteo menatap mata Sasha tajam, "kau sengaja menggodaku dahulu sebelum bertemu dengan Asher dan Caleb kan? Makanya kau mengatakan kau tahu namaku."
Sasha tertawa kecil. Ia menghela nafas panjang. "Matteo, Matteo, kau memang pintar. Sayangnya kau tidak pandai mengingat orang."
"Apa maksudmu?"
"Ya, aku memang yang mengajakmu dansa tadi," sahut Sasha dengan nada yang rendah, "dan ya aku memang menggodamu dahulu sebelum bertemu dengan dua kawan kita."
Matteo tersenyum miring. "Lebih baik, kau tidak melakukannya lagi."
"Apakah itu artinya aku gagal?"
"Tidak, kau tidak gagal," jawab Matteo yang langsung mendekat, meraih kepala Sasha dan mencium bibirnya.
Sasha terpaksa menjinjitkan kakinya karena perbedaan tinggi tubuh mereka. Matteo terlalu ganas, dia mendorong tubuhnya hingga terjepit di antara mobil dan tubuh pria itu. Sasha memegangi tangan Matteo dan menikmati ciuman panas itu.
Seperti hewan yang kepalaran, Matteo melumat bibir Sasha. Dia juga memaksa memasukan lidahnya dan mengobrak-abrik bagian dalam mulut wanita itu.
"Ceri, rasanya seperti ceri," erang Matteo dengan nafas terengah-engah.
"Apa kau tidak suka rasa ceri?" tanya Sasha dengan tersenyum miring, ia membantu Matteo melepaskan kacamatanya agar tidak menghalangi kegiatan mereka berdua.
Matteo kemudian kembali mencium bibir rasa ceri itu, kali ini lebih menuntut. Dia menekan kepala Sasha dari belakang, pokoknya dia tidak akan melepaskan wanita itu sampai dia benar-benar puas.
Ketika mereka melepaskan ciumannya, terlihat benang tipis yang terbuat dari air liur mereka yang terus memanjang hingga terputus. Sasha mengusap bibirnya dengan masih menatap ke arah mata Matteo.
"Sial, ini di tempat umum-"
"Aku punya akses VIP jika kau mau," sahut Sasha.
Lo lo lo! Tawaran yang bagus! Berhubung The Lavender jauh dari motel, ruang VIP adalah pilihan yang paling oke. Sasha menunjukan ponselnya yang memiliki kartu VIP digital. Matteo semakin bergairah mendengarnya.
Tak perlu menunggu lama, mereka telah berada di ruang VIP. Dengan perintah Sasha, dia tidak ingin mendapatkan tawaran dari pelayan dalam bentuk apapun untuk saat ini. Sekarang tinggal mereka berdua, tidak ada satupun di sana.
Matteo kembali menyerang Sasha. Dia membawa tubuh wanita itu ke sebuah sandaran sofa tinggi yang ada di dekat sana. Dia tidak bisa melihat apapun, semuanya buram akibat kenikmatan. Pria itu kembali mencumbu Sasha, rasanya jauh lebih liar dan buas lagi.
Ketika tautan bibir mereka merenggang, Sasha turun dari tempatnya dan mendorong tubuh Matteo ke dekat sofa. Wanita itu menciumi ceruk leher pria itu sembari melepaskan jaket dan kemeja pria itu. Setelah itu menciumi seluruh tubuh bagian atas pria itu.
Matteo kembali mendesah keenakan. Ia membantu Sasha untuk melepaskan sabuknya dan membuka resleting celananya.
"Ya Tuhan!" erang Matteo saat merasakan kuluman Sasha.
Rasanya lembut, panas, dan basah. Pria itu memegangi rambut hitam wanita itu dan membantu untuk menggerakan kepalanya.
"Lagi, Sasha! Hisap terus! Arrgh!"
Sasha menuruti. Awalnya dia cukup kewalahan dan bingung untuk mengatur nafasnya, tapi kalau dirasa-rasa lagi sepertinya tidak perlu banyak latihan, Sasha sudah tahu cara mengulum dengan sendirinya. Bravo!
Merasa puas, Matteo kemudian menggendong tubuh Sasha dan mendudukannya ke pinggiran sofa lagi. Dia melepas kaos turtle neck tanpa lengan itu, matanya membulat saat tahu kalau Sasha tidak menggunakan bra. Dia senang melihat dua benda bulat dan pandat itu.
"Tubuhmu kecil tapi kau punya benda yang cukup besar juga," senyum Matteo memuji sembari meremas-remas payudara itu.
"Apa yang kau tunggu, Pak? Kau tidak mau mencicipinya?" tanya Sasha.
"Oh sial, tentu aku mau!"
Setelah mengucapkan hal itu, selayaknya bayi, Matteo mencincipi payudara kenyal itu. Dia suka saat Sasha mendesah dan meremas rambutnya. Rasanya seperti tengah melakukan hal yang tepat. Pria itu gemas dengan payudara itu, dia lalu mengigit dan meninggalkan tanda merah di dada dekat payudara itu. Tidak puas, pria itu kemudian meninggalkan tanda di leher bagian kiri juga.
"Kalau begini jauh lebih seksi," pikir Matteo.
Kemudian, setelah puas dengan payudara bulat itu, tangan kanan Matteo turun ke bawah, menyelipkan tangannya di antara paha untuk mengecek bagian pangkalnya.
"Kau basah sekali," ujar Matteo.
Pria itu kemudian merobek stoking hitam Sasha, setelah itu dengan liar menarik celana dalam seksi itu hingga robek. Matteo menindih tubuh seksi itu sembari terus mencumbunya. Lalu perlahan-lahan dia memasukan kepala rudalnya ke dalam.
"Aahhh! Aah!"
Awalnya sangat sulit saat masukan, rasanya seperti sedang membuka jalan yang telah lama ditutup. Dia juga merasa sakit dibagian punggungnya. Sepertinya Sasha tengah menancapkan kuku-kukunya ke kulit punggungnya. Begitu masuk semua, Matteo kemudian duduk, dia mengecek bagian bawah karena penasaran.
Matteo mengecek di bawah sofa, ada cairan yang aneh. Pria itu kemudian mengendusnya, amisnya seperti darah. Apakah dia baru saja memecah keperawanan anak orang?
"What the fuck! Kau masih perawan?!"
"Sekarang tidak lagi," sahut Sasha dengan menarik tubuh Matteo untuk kembali pada posisi mereka.
"Sasha, apakah kau kesakitan?" tanya Matteo khawatir.
"Lihat aku," kata Sasha memegang wajah Matteo, "apakah aku terlihat seperti sedang kesakitan?"
Melihat wanita itu adalah hal terpanas dalam dirinya. Wajah yang cantik, manis, dan tubuh yang seksi ada di bawah tubuhnya sekarang. Matteo mengusap peluh yang ada dijidat Sasha, mengecup pipi wanita itu dengan pelan.
"Kau sempat kesakitan," sahut Matteo, tapi dia malah menggerakan pinggulnya.
Sasha menutup matanya, menikmati rasa perih dan nikmat yang campur aduk gila.
"Kau mengernyit, sekarang masih kesakitan," ujar Matteo lagi yang terdengar seksi di telinga Sasha.
Matteo memompa tubuh itu dengan amat pelan dan menyiksa. Tapi dengan itu, cukup menyalakan api gairah Sasha.
"Sasha, boleh aku mempercepat temponya?"
"Ya."
-Bersambung ke Chapter 06-