Sasha bisa mendengarkan desahan tak bermoral itu lolos dari mulutnya. Apalagi saat bapak dosennya itu tengah memompa tubuhnya dengan kuat. Rasa perih yang menyakitkan berganti dengan rasa enak tiada tara. Keringat seksi itu menetes ke wajahnya, menimbulkan percikan gairah lagi.
Matteo semakin menggila, menangkat kedua kaki Sasha dan meletakannya ke pundak. Membuatnya memiliki akses penuh atas lubang surga yang ada di bawah sana.
"Sasha, berhenti menggigitku!"
"Bukan, itu kau yang semakin mengeras! Ahh ungg!"
Matteo merasakan licin, sempit, dan panas di dalam sana. Wah ini langka, berbeda dengan sex toys kesukaannya di rumah.
"Sasha, aku tidak bisa berhenti! Ugh!"
"Jangan berhenti!"
Wanita bermata biru itu tidak bisa berbuat apa-apa, dia hanya bisa pasrah dalam kenikmatan. Rasanya cukup lama dalam posisi ini.
Matteo kemudian mengubah posisi Sasha, memiringkan tubuh seksi itu dan kembali menghujami lubang nikmat itu dengan gairahnya.
"Ah! Aaangh! Pak! Aku tidak tahan lagi!" erang Sasha dengan mencengkram lengan si bapak dosennya.
Matteo membuka matanya. "Mau keluar bareng?"
Sasha menganggukan kepalanya.
"Oke, tahan sebentar ya."
Matteo menambah tempo gerakannya. Pria bermata hazel itu memberikan tekanan kuat pada pompaannya seiringan dengan tercapainya orgasme. Disaat yang bersaman, dia juga merasakan basah di bagian selangkangannya. Ia memeluk tubuh Sasha yang gemetaran hebat.
Tubuh mereka berhenti bergerak tapi nafas mereka memburu liar. Sasha menutup matanya menikmati hal yang tidak pernah dia rasakan selama hidupnya. Sementara Matteo membantu menata kaki wanita itu, lalu mengecup jidat, pipi, dan bibir wanita itu.
"Terima kasih."
*
Sekitar lima belas menit kemudian. Matteo tengah duduk di kursi sembari mengelap kacamatanya. Begitu dia sudah memakai kacamatanya, dia bisa melihat tubuh Sasha dari belakang. Wanita itu menggulung stoking hitam miliknya dan juga celana dalam yang dia pakai tadi menjadi satu. Kemudian, dia menurunkan roknya dan merapikan kaos turtle neck tanpa lengannya. Terakhir, Sasha merapikan rambut dengan pita putih miliknya.
"Di mana rumahmu?" tanya Matteo, "aku akan mengantarmu pulang."
Sasha tersenyum sembari merapikan bentuk bajunya. "Wow, aku tersipu mendengarnya."
Matteo tertawa kecil. "Sekarang hampir pukul setengah dua malam, berbahaya jika wanita muda sepertimu pulang malam-malam sendirian."
Sasha merapikan poninya. "Sejujurnya aku sudah terbiasa sih. Soalnya tempat ini kan bisnis milik keluargaku. Pasti ada karyawan yang akan mengantarku pulang."
"Oh baiklah kalau beg-"
"Tapi, kalau kau memaksa, sepertinya aku tidak punya pilihan lagi."
Matteo tertawa mendengarnya. Keduanya kemudian berjalan kembali ke parkiran. Sasha sempat melongo saat melihat mobil yang dibawa oleh si bapak dosen. Mobil itu adalah mobil listrik Tesla berwarna putih model X. Di mata Sasha terlihat sangat modern dan seksi.
Selama diperjalanan, mereka lebih banyak diam. Sasha merasa lelah, barusan adalah kegiatan seks pertama kali dalam hidupnya. Lalu, partnernya adalah si bapak dosen yang lebih tua darinya. Ternyata sangat melelahkan, jadi dia memilih untuk menutup matanya, beristirahat.
Matteo mengusap mulut dan dagunya. Sebenarnya kejadian malam ini bukan murni akibat alkohol, tapi karena sebelum-sebelumnya dia dan Sasha (yang dulu dia kenal sebagai Duchess) pernah melakukan telepon dan video call seks bersama.
Apa? Betul, mereka pernah melakukan telepon seks bersama. Baru tiga bulan berkenalan di game online, mereka sudah saling menggoda. Yup, jika mereka bermain game bersama, hanya berdua saja, Matteo dan Sasha akan saling menggoda satu sama lain. Awalnya sih godaan biasa, namun kemudian semakin panas saat salah satu diantara mereka mengusulkan untuk melakukan phone sex. Terus, serakhir sekitar dua bulan yang lalu, Matteo dan Sasha melakukan video call sex bersama.
Waw! Mengejutkan bukan? Pantas saja saat menari bersama di lantai dansa tadi, Matteo punya banyak petunjuk yang, pokoknya hanya dia yang tahu, ketika Sasha melancarkan godaan demi godaan tadi. Apalagi saat tahu sosok Duchess sebenarnya ternyata adalah wanita yang sama dengan yang menggodanya di lantai dansa, wah tambah panaslah tubuh si bapak dosen ini. Ngeri.. ngerii..
"Turunkan saja aku di depan," kata Sasha sembari menunjuk ke arah depan.
Matteo mengerutkan keningnya. Jalan ini tidak asing baginya, dia kemudian ikut turun bersama dengan Sasha. Mata hazelnya mengamati gedung apartemen yang ada dihadapannya itu. Kemudian, dia agak serong sedikit ke sebelah kanan, di sana adalah apartemen tempat dia tinggal. Apartemen mereka bersandingan? Pria berkacamata itu melongo. Jadi, mereka adalah tetangga?
Sasha menikmati reaksi si bapak dosen. Dia berdiri sembari melipat tangannya ke dada, senyuman miring tergambar pada wajah cantiknya.
"Gedung kita saling bertetangga?" tanya Matteo.
"Aku masuk dulu, sampai jumpa di kelas besok!" kata Sasha sembari berlalu masuk ke dalam gedungnya.
"Hah? Apa yang kau bilang tadi?" Matteo terlalu kaget sampai tidak mendengar apa yang didengar Sasha barusan.
"Hati-hati di jalan!"
*
Esok pagi di hari Senin.
Matteo baru saja keluar dari kelas tempatnya mengajar. Pria bermata hazel itu berjalan melalui lorong jurusan menuju ke ruang dosen. Dalam perjalannya, dia selalu disapa oleh para mahasiswanya. Seperti biasa, dia akan menjawabnya dengan seadanya.
Bukan karena dia dingin, cuek, atau apalah itu. Tapi, karena di kepalanya ada banyak pekerjaan dan to do list yang harus segera dia kerjakan. Selain menjadi dosen, Matteo juga mengambil proyek freelance. Apalagi kalau bukan untuk cuan, cuan, dan cuan.
"Hai, Matteo!" sapa Leah yang secara tidak sengaja bertemu di persimpangan jalan.
Matteo tersenyum. "Halo! Baru selesai dari kelas?"
"Iya nih. Barusan dari kelas 2E, seru sekali mengajar mereka," jawab Leah.
"Haha, anak-anak 2E memang seru dan pintar. Kebanyakan anak jenius mendekam di kelas itu, aku juga suka mengajar mereka. Kalau mereka mendapatkan tugas sesulit apapun pasti dikerjakan walaupun mulut mereka menggerutu."
"Kau benar. Kau tahu, aku sempat terpukau dengan kemampuan linguistik salah satu mahasiswi dari kelas 2E, namanya Sasha. Dia bisa menguasai bahasa asing dengan baik."
Matteo menghentikan langkahnya, keningnya berkerut. "Sasha?"
"Iya, dia juga anak kelas 2E," sahut Leah, "jangan bilang kau tidak hapal dengan mahasiswamu sendiri. Kau wali kelasnya loh."
Matteo memiringkan kepalanya mencoba untuk mengingat-ingat.
"Dia yang paling pintar di kelas 2E dan selalu bersaing dengan Evan juga."
Matteo masih belum bisa mengingatnya.
"Yang rambutnya hitam potongan ala-ala orang jepang itu loh, apa ya namanya? Hime cut! Ah ya itu."
"Sasha… Sasha… Sasha…" gumam Matteo dalam hati.
"Kemarin sempat bertemu di ruang admin jurusan. Kau betulan lupa atau memang amnesia sih?"
"Waduduh, kau tahu kalau aku lemah dalam hal itu, otakku terlalu sering berpikir logika untuk pekerjaanku," sahut Matteo.
Tiba-tiba saja dia teringat dengan wanita semalam, si Duchess. Nama mereka juga mirip, Sasha. Apakah mereka orang yang sama?
"Leah, aku sepertinya akan ke kantin sebentar, mau membeli soda dulu," kata Matteo pamit.
"Oh, kau tidak makan siang dulu?" tanya Leah.
"Aku nanti makan di sana sekalian."
"Oke! Nikmati makan siangmu, Pak!"
"Oke! Makasih!"
Matteo berjalan cepat menjauh dari Leah. Pria berkacamata itu kemudian mengecek ponsel tabletnya, dia ada kelas di 2E sekitar pukul 2 siang nanti. Berarti ada kesempatan untuk mengeceknya secara langsung di kelas nanti. Setelah menyakinkan dirinya, dia kemudian memasukan ponsel tabletnya ke dalam tas.
Setibanya di vending machine, Matteo kemudian mengambil ponselnya untuk membeli sekaleng soda. Sayangnya dia belum mengisi ulang saldo dompet virtualnya, duh memakan waktu sekali.
"Kau tidak perlu menggunakan uang cash kalau beli di vending machine ini," kata seseorang yang ada di belakang Matteo. Itu pasti salah satu mahasiswanya.
"Oh, maafkeun ya. Soalnya di vending machine dekat asramaku pakai uang cash."
"Vending machine di apartemenku juga masih pakai uang tunai sih. Tapi di kampus kita beda, semuanya serba modern. Jadi top up dulu dompet virtualmu."
"Oh oke, oke. Aku top up dulu."
"Pakai uangku dulu saja deh. Top upmu pasti lama, keburu banyak yang antri nanti. Kau jadinya beli apa?"
"Kau kan belum dapat transferan dari kakakmu."
"Kau juga sama, kan? Kita andalkan sisa-sisa rejeki saja. Kau mau yang mana?"
"Aku mau macchiato dingin, sepertinya enak."
Begitu status top up berhasil, Matteo melakukan pemindaian untuk membeli minuman sodanya. Kali ini dia membeli minuman soda cola rasa ceri. Setelah mendapatkan minumannya, dia lalu berjalan ke arah samping vending machine.
Rupanya yang di belakangnya adalah dua mahasiswi yang tengah mengantri. Salah satunya memiliki kulit eksotis dengam rabut keriting panjang, sementara yang satunya memiliki kulit seputih salju dengan rambut lurus panjang berpotongan aneh baginya. Duh, Matteo tidak tahu siapa mereka.
Dua mahasiswi itu mencoba vending machine baru di kampus. Mereka nampak sedikit kesusahan, tapi yang beramput lurus panjang terlihat menguasai dan mengajari temannya. Matteo terus memperhatian si rambut hitam panjang itu, seperti pernah melihat dia, tapi di manaaa gitu ya, Pak.
"Oh, ada Dosen Reid, halo selamat siang, Pak," sapa mahasiswi yang berambut keriting.
Yang berambut hitam lurus nampak baru menyadari keberadaan Matteo. "Halo, selamat siang, Pak."
Matteo menganggukan kepalanya. Ia bisa melihat si rambut hitam panjang memiliki mata berwarna biru cantik.
"Selamat siang. Mau beli minuman apa?" ujarnya basa-basi.
"Kalau saya macchiato dingin, Pak. Buat moodbooster," sahut yang berambut keriting, "kalau dia beli cola rasa ceri."
"Oh, saya juga beli cola rasa ceri," ujar Matteo dengan menunjukan minuman kalengnya.
"Wah samaan rupanya haha!"
Namun sepertinya yang bermata biru itu tidak tertarik dengan basa-basi itu.
Gluduk! Gluduk! Gluduk!
Terdengar suara minuman kaleng terjatuh ke keranjang di bawah.
"Oh! Berhasil keluar?"
"Wah, untung saldoku cukup. Nih punyamu," kata si mata biru.
Mata hazel itu masih mengamati si mata biru. Entah mengapa sepertinya mahasiswi itu tengah menghindari kontak mata dengannya.
"Wew, makasih, Sha," kata si rambut keriting, "Pak, kita balik dulu ya. Semoga hari bapak menyenangkan!"
"Pamit, Pak," kata si mata biru.
"Ya-"
Suara Matteo mendadak terhenti saat kedua mahasiswi itu berjalan melewatinya. Angin awal bulan September kala itu berhembus, di saat yang bersamaan dia mencium bau yang sama. Bau manis dan seksi, seperti bau parfum semalam. Mirip dengan si Duchess yang melakukan short time dengannya semalam. Apakah daia Sasha, si Duchess? Apalagi tadi si rambut ikal memanggilnya 'Sha', kan?
"Sasha?" panggil Matteo.
Mahasiswi berambut lurus panjang itu menghentikan langkahnya dan kemudian membalikan badan lebih dulu, sebelum si rambut ikal itu membalikan badannya.
"Ya, Pak?" jawab si rambut lurus panjang.
"Tuh, kan. Wajah dan nama mereka sama!" seru Matteo dalam hatinya.
Keduanya saling beradu pandang. Pernik mata hazel dengan mata biru itu tidak berencana untuk menghentikan kegiatan mereka beradu pandang. Anehnya, Sasha yang satu ini menatapnya dengan tatapan yang dingin, seperti tidak tertarik dan tidak bersahabat dengannya.
"Saya cuman mau memberitahu, nanti saya ada kelas di 2E ya. Mau mengecek progres proyek kalian," kata Matteo membuat alasan.
Mata biru terlihat mengejap pelan. "Oh, oke," sahut Sasha, "ada lagi, Pak?" tanyanya lagi. Kali ini seluruh perhatiannya dijatuhkan kepada Matteo.
"Mungkin saya bakalan telat lima belas menit, tapi saya tetap datang buat mengecek proyek kalian. Siapkan baik-baik ya, tolong beri tahu teman-temannya."
Sasha menganggukan kepalanya. "Ya, Pak. Hanya itu saja?"
Matteo terasa terintimidasi dengan tatapan mata biru yang dingin itu.
"Tidak ada. Hanya itu saja. Saya pergi dulu, nikmati makan siang kalian!" ujarnya yang kemudian berlalu meninggalkan tempatnya tadi.
Sementara itu, Sasha dan Yasmin menatap kepergiaan Matteo dengan penuh tanda tanya. Yasmin berkaca pinggang, sekali-kali menggaruk kepalanya.
"Gawat, tugas proyekku belum ada kemajuan sejak seminggu kemarin. Sasha, ajarin dong!" katanya.
Sasha yang nampak melamun mendadak terkejut saat sahabatnya menepuk pundaknya. "Hah? Oke, oke. Aku bantu nanti."
Setelah mengucapkan itu, mereka kemudian kembali melanjutkan perjalanan mereka. Selama itu Yasmin terus mengoceh tentang tugasnya dan cuaca yang panas. Sementara itu, Sasha menikmati cola cerinya dan tanpa sadar dia tersenyum.
"Kenapa kau senyum-senyum begitu?" tanya Yasmin.
"Hah? Oh, ini rasa colanya enak. Sudah lama gak beli."
Andai Yasmin tahu kalau Sasha tersenyum karena mengingat tingkah dosennya tadi.
-Bersambung ke Chapter 07 -
Note : pindah ke apk sebelah Fizzo Indonesia. Hayulah ramein kolom ulasan dan komentarnya :") update tiap hari kok tenang