Rheya dan Alaska kembali masuk kedalam rumah mereka lalu segera mengunci pintu. Di dalam mereka berdua saling menenangkan diri dan pikiran. Rheya tak habis pikir mengapa seseorang itu mengejar Alaska. Ia masih belum tahu siapa orang itu yang penting Alaska selamat darinya.
"Kamu benar benar nggak kenapa kenapa kan?"
Alaska mengangguk melihat Rheya sudah di samping nya. Rheya begitu khawatir sesuatu terjadi kepada adiknya sendiri
"Kamu ngapain sendirian di luar?"
"Tadi aku bertemu dengan Meera, dia mengajakku bertemu di taman. Tadinya ku pikir itu loli"
Rheya meneguk Saliva mendengar cerita Alaska.
"Meera adiknya Arjuna?"
Alaska mengangguk.
"Dia nggak apa apain kamu kan?"
"Nggak, tapi-"
"Tapi, apa?"
Alaska terhenyak sejenak. Ia memilih untuk tidak menceritakan sesuatu kepada Rheya. Tubuhnya sudah lelah akibat berlari. Kondisi jantungnya juga masih berdegup kencang. Nafasnya juga masih tersengal-sengal
"Nggak apa apa. Kak aku mau tidur"
Rheya pun mengangguk dan mempersilahkan adiknya menuju kamar untuk beristirahat. Sementara ia sendiri ingin melepas gaun pesta itu lalu mandi.
"Shibb, itukan Michel! Ngapain tadi dia ngikutin aku!?"
Alaska berpikir keras mengingat wajah yang bersembunyi dibalik kegelapan tadi.
"Mungkin benar katanya Galang. Michel itu cowok brengsek, dia suka ngelihat cewek cantik dan tubuhnya. Sialan!"
Alaska memejam mata lalu membaringkan tubuhnya diatas ranjang yang empuk lalu terlelap begitu saja masuk ke alam mimpi.
____
Seperti biasanya kehidupan manusia berjalan bagai roda berputar. Pagi sudah menunjukkan pukul tujuh pagi. El,loli dan Galang yang tinggal serumah itu sudah siap di lapangan luas untuk berolahraga. Berhubung hari ini Minggu, mereka ingin menyegar bugarkan tubuh mereka bersama dengan bunda Chika juga.
"Siap, satu dua tiga!" Seru bunda Chika bersemangat melompat lompat kecil dengan bahagia.
"Bunda!" Loli berlari mengejar bunda yang larinya lebih cepat darinya.
"Ayo! Jangan lambat jadi anak muda!" Kata bunda tersenyum kearah puterinya yang sedang berlari itu.
Dibelakang ada El dan Galang yang ketinggalan lari pagi. Bukannya semangat dua pemuda tinggi itu malah saling cuek dan buang muka. Kalau saja berpapasan yang mereka lakukan hanyalah saling beradu tatapan tajam mereka masing masing.
"Galang!! El!! Ayo" teriak bunda membuyarkan lamunan mereka.
Galang berlari lebih kencang dari El sehingga ia menjadi lebih dekat dengan rombongan.
Saat El mencoba melewati mereka sayangnya ia malah melihat Meera dan Arjuna juga ikut lari pagi di lapangan. Alangkah kaget nya El ketika Meera berlari tepat di sampingnya sambil menorehkan senyuman.
"Pagi, El!" Sapa dia.
El dengan alis yang hampir menyatu mulai mengencangkan laju kakinya agar meninggalkan Meera di belakang sana.
Ternyata dengan kebetulan juga mereka bertemu 3 bersaudari yang juga sedang berolah raga di lapangan yang sama.
"Alaska..!!" Pekik Galang dengan semangat begitu melihat ada Alaska dan kakak kakaknya sedang berolah raga senam.
El juga melihat kearah mereka dan dengan cepat menghampiri mereka.
Galang dan El sama sama sampai di depan Alaska dengan terburu buru.
"Hai" sapa El pada Alaska. Dalam hatinya berkata "tumben, menyapa" ledek Alaska dalam hati
"Hai juga, kalian juga olahraga disini? Wah kebetulan dong"
"Iyaa, senang banget bisa olahraga ditemani sama bidadari" puji Galang masih menggodanya. Alaska tersipu dan senang Galang tidak cuek padanya.
Rheya melambai tangan melihat Arjuna mendekat dengan Meera di sampingnya.
"Hai, Jun!"
"Hai"
Mereka saling melempar senyum. Meera langsung berubah dingin ketika melihat ada Alaska di sana dengan kedekatan mereka.
"Hai Tami" sapa Arjuna pada Tami yang kelihatan sangat lemas padahal masih pagi.
"Loh kok lemas-"
"Dah dah dah, nggak usah komen. Diem aja!" Sanggah Tami terduduk di rerumputan. Ia langsung tidak mau mendengar ucapan Arjuna dan lebih memilih untuk tidur di atas rerumputan. Sejak dulu, Tami memang punya kenangan dengan Arjuna. Tidak lain tidak bukan kenangan yang sangat membekas di hati. Keduanya sering bermain bersama dan saling bertengkar juga. Sering manjat memanjat kala dahulu mencuri mangga. Keduanya sudah seperti tom and Jerry yang sulit akur namun di saat tertentu dapat menjalin kerja sama yang baik.
"Apa kabarmu, Tami?" Arjuna mengajak Rheya untuk duduk di samping Tami.
"Baik" jawab Tami tanpa melirik mereka sama sekali.
"Dari dulu judes Mulu bisanya" sindir Arjuna mencolek dagu Tami.
"Arghh capek nih jangan di ganggu" kesal Tami memejam mata kuat. Kondisi tubuhnya dari kemarin sedang tidak fit jadi wajarlah jika Tami suka marah marah.
"Hmm si Tami memang begitu, kayak nggak tau aja sifatnya" kata Rheya.
"Lupa, soalnya sudah lama ninggalin dia disini" kata Arjuna.
"Pen pulang" lirih Tami.
"Minta pacar mu antarkan pulang" kata Arjuna
"Maksud lu ape? Ngeledek? Mentang mentang punya pacar disini, heeeuhh!"
Arjuna terkekeh melihat ekspresi lucu Tami saat sedang marah dengan mata setengah terpejam.
El dan Galang sama sama mendekati Alaska. Melihat itu, Meera panas dingin sendiri. Kekesalan nya soal tadi malam masih belum pupus. Rasanya ingin sekali ia Jambak rambut Alaska dan mempermalukan nya disana. Sayangnya niat itu tetap harus di urungkan, di sekitarnya banyak orang yang akan membela Alaska. Termasuk kakak angkatnya sendiri.
"Lari yuk" ajak Galang santai.
Ketiga nya berlari lari kecil mengelilingi lapangan yang sangat luas itu sampai Peluh membasahi wajah dan tubuh mereka. Canda dan tawa mengiringi tiap langkah yang diambil. Alaska terlihat sangat bahagia di dampingi oleh El dan Galang meskipun dua pemuda itu selalu bertengkar satu sama lain.
Meera berdiri dengan tangan mengepal melihat kearah ketiga orang yang sedang berlari itu. Nafasnya memburu karena sedang marah. Bisa dibilang cewek itu cemburu melihat El ada disana bersama Alaska. Ia juga kesal melihat Alaska di kerumuni cowok cowok tampan.
"Meera"
Meera menoleh kepada Arjuna. Tak ingin menemui mereka, Meera lebih memilih pergi dari sana dan duduk di sebuah taman yang tidak jauh dari lapangan.
Ia menangis disana. Menangis terisak mengingat bahwa ia sudah bukan pacar El lagi. Ia tidak terima saat El bilang putus, tapi bagaimana pun juga El sudah tidak mau menerima nya lagi. Untuk melihat wajahnya saja tidak mau apa lagi menyapanya.
"Tega banget El sama aku!"
Ia masih menangis, menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya.
"Ini semua gara gara loli dan Alaska! Loli yang bilang ke El kalau aku cuma pura pura selamatin dia doang! Si sialan Alaska juga ngapain ikut ikutan pake jadi pacar pura pura nya El lagi!" Gerutu cewek itu mengepal tangannya kuat.
Arjuna melihat nya terduduk sendirian di bangku taman. Ia ikutan sedih dan tidak tega jika adiknya larut dalam kesedihan terus menerus. Arjuna mendekati nya lalu duduk tepat di sampingnya. Ia mengelus punggung Meera lembut dan berbicara halus.
"Meera, ada apa?" Tanya Arjuna.
"Hisk.. lepasin!" Meera berontak. Ia menghempaskan tangan Arjuna dari tubuhnya.
"Kau masih mengingat mantan pacarmu itu? Kenapa diingat terus sih, lupakan saja"
"Ngerti apa kakak!? Kalau nggak tahu apa apa mending nggak usah ngomong aja!"
"Kakak kesini nggak tega melihat mu menangis sendirian. Ada baiknya kamu ikhlasin mantan pacarmu sama orang lain"
"Kakak bicara begitu karena kakak tahu pacar barunya El itu Alaska kan!?? Kakak senang melihat orang lain bahagia dibanding adiknya kakak sendiri!??"
Arjuna terdiam mendengar kata kata Meera. Sebenarnya bukan karena itu Arjuna memintanya ikhlas tapi ia cuma tidak ingin Meera terlalu sedih.
"Dengarkan kakak, cowok di dunia ini bukan cuma satu! Kamu bisa cari yang lain dan mungkin lebih baik dari pada El!"
"Nggak ada yang lebih baik dari pada El! El itu sempurna kak! Semuanya ada padanya!"
"Dari mananya yang sempurna?"
"Buktinya aku cuma cinta sama dia!!! Aku nggak mau putus dari El kak!"
"Itu bukan cinta! Kamu cuma terobsesi sama El! Masih kecil sudah kekeuh soal cinta, ngerti apa kamu??"
Hari sudah menjelang siang. Rombongan olahraga itu terduduk di bangku pinggir lapangan sambil menyantap beberapa makanan yang mereka bawa. Seperti roti selai dan sandwich.
Galang masih mencoba mendekati Alaska dengan memberikan nya sebotol teh dan membantunya mengupas kacang tanah yang sudah matang.
Seolah masih bersaing dengan El untuk mendapatkan hati Alaska. Galang bersikap sangat romantis. Alaska tidak kaget dengan perlakuan yang ia dapat dari Galang sebab ia tahu karakter cowok itu yang sebenarnya sangatlah lembut kepada wanita.
"Al, mau ini?"
El memberikan kotak bekalnya, dan ia duduk dengan hati hati tepat di samping Alaska.
El memandang nya. Lalu tersenyum tipis.
"Terimakasih" Alaska membalas nya dengan senyuman saat menerima kotak bekal yang El kasih. Ia mendapatkan perlakuan hangat dari dua cowok tertampan sekaligus. Menang banyak bukan?
El di buat kesal setengah mati gara gara Galang menarik kotak bekal dari tangan Alaska lalu membuka nya untuk melihat isinya. Galang mengangkat alis dengan wajahnya di buat jelek. Seperti halnya dengan yang ingin ia katakan.
"Nggak enak banget!" Kata Galang kembali menyodorkan nya pada Alaska.
"Kenapa di buka? Itu bukan untukmu!" Kesal El.
"Wahh. Kayaknya enak, aku coba satu ya!"
Alaska mencomot satu potongan bolu matcha yang lapisan lapisan nya terasa lumer di mulut. Kebetulan Alaska suka sama matcha.
"Gimana, enak?" El menunggu jawaban Alaska.
"Enak banget, bunda yang buat?"
"Ee iya" El menggaruk tengkuknya yang tak gatal membuat Alaska tertawa garing.
"Punyaku lebih enak, Alaska" Galang menyuapinya dengan sandwich yang sempat ia buat bersama bunda di dapur tadi pagi.
"Iya enak, buatan bunda kan?" Lagi lagi tebakan Alaska benar. "Tapi aku juga bantu" sargah Galang.
"Mana yang lebih enak? Punyaku atau punya si monyet Galang!?" Dengan gigi bergemeletuk karena kesal El menanyai pendapat Alaska.
"Semuanya enak! Karena bunda yang buatin" Alaska tersenyum menghambur di pelukan bunda Chika yang tadi mendengar namanya di puji puji.
Galang dan El tersenyum melihat kedekatan bunda dengan Alaska yang sudah seperti anak dan ibu.
"Kak Arjuna mana, Rhey?" Alaska mendekati kakak pertama nya itu lalu duduk di samping nya.
"Nggak tahu, mungkin lagi ke toilet"
"Meera juga nggak ada disini, ataukah dia lagi sama kak Arjuna?"
"Mungkin" Rheya mengendik bahu tanpa melirik pada Alaska. Ia sibuk mengikat tali sepatunya
"Al, ayo pulang! Aku harus kembali ke kantor"
"Hari ini Minggu kan kak?"
"Minggu hanya untuk anak sekolahan. Aku tidak punya hari libur!" Kata Rheya kemudian menarik tangan Alaska untuk pergi dari sana.
Tami sudah menunggu di parkiran sejak tadi. Ia tertidur di sepeda motor nya. Alaska geleng geleng kepala lalu mengguncang motor itu membuat Tami harus terlonjak kaget.
***
Saat sudah sore, Alaska bingung ingin melakukan apa. Tami memang di rumah seharian, tapi wanita itu masih tidak fit sehingga dia hanya banyak tidur nya.
Alaska ingat bahwa ia masih harus mengumpulkan bukti bukti lain yang mengarah pada Kayla. Ia tidak mau berlama lama lagi dan langsung tancap gas menuju tempat perjanjian nya dengan Arjuna.
Sampai ditempat, Alaska memarkirkan motor Tami yang ia pakai tanpa izin.
Melihat lewat pintu kaca, Arjuna duduk sendirian bersama laptopnya yang terbuka diatas meja. Pria itu memakai kacamata untuk melindungi matanya dari paparan sinar yang keluar dari layar laptop. Mungkin. Padahal hari masih terang.
"Kak Juna!"
Pria itu tersenyum melihat kedatangan Alaska. Ia mempersilahkan adiknya itu untuk duduk di kursi kosong tepat di depan nya.
"Hari ini kita bakal ngapain?" Tanya Alaska
"Hari ini temani aku ke kantor polisi ya. Pak Hadiyanto meminta bukti yang kamu kasih kemarin. Hari ini juga kita akan melacak keberadaan tersangka"
Arjuna berucap santai masih belum luput dari laptopnya.
"Kakak lagi kerja?"
"Iya. Aku sedang mengumpulkan data data tersangka, nanti bisa ku serahkan bersama bukti"
"Kayla tidak ada disini kak! Dia pindah ke luar negeri untuk melanjutkan pendidikan nya dan juga demi terhindar dari kejaran polisi!" Kata Alaska.
"Aku sudah tahu, dia juga sudah pasti mengubah identitas nya disana. Sehingga akan sangat susah mengenalinya"
"Lalu kita harus bagaimana?"
"Aku seorang detektif, Al! Mungkin hanya butuh beberapa waktu tertentu untuk mencari informasi nya"
"Hmmph... Semoga kita bisa menemukan Kayla secepatnya" kata Alaska.
"Dia kabur bersama kakak tirinya kan?"
"Iya. Dia kabur bersama dengan fagan! Mungkin mereka masih bersama sama sampai sekarang ini"
Ia tidak mengerti. Fagan adalah seseorang yang mudah di tebak. Dia memang membenci ayah dan adik tirinya itu karena sebuah alasan. Ia menyakiti nya untuk menjadikan adiknya kuat dan tidak mudah rapuh, namun ia salah menafsirkan harapan nya. Justru Kayla menjadi pribadi yang rusak serta pembangkang. Kayla ketakutan setiap kali melihat fagan, yang menjadikan nya pembully disekolah. Semua yang di ajarkan fagan berdampak lain pada Kayla.
Kini fagan membantu Kayla kabur. Ia sendiri tidak ingin adiknya di bawa pergi oleh polisi sehingga ia jugalah yang menjadi buronan atas apa yang bukan ia lakukan.
"Lagi mikirin apa?"
Alaska tersadar Arjuna sedang memperhatikan nya.
"Nggak ada" ucapnya menunduk.
"Oh iya. Bagaimana kelanjutan hubungan mu dengan El?"
Alaska mengerutkan keningnya. Ia tidak mengerti kenapa Arjuna bertanya soal itu
"Tidak ada yang terjadi"
"Setelah kejadian malam itu, apa El tidak berkata apa apa lagi?"
"Kak, Meera bercerita sesuatu padamu kan? Dia membuatmu kasihan padanya?"
Alaska balik bertanya. Isi kepalanya masih tentang malam itu.
"Bukan, jangan terpengaruh dengan itu. Katakan saja apa yang aku ingin dengar"
"Masih belum, El belum bilang apapun"
"Apa itu artinya kamu lagi menunggu El bilang sesuatu? Kamu suka sama El?"
Alaska menatapnya lekat. Nafasnya berada di ujung hidung.
"Bagaimana kalau aku bilang kalau aku memang suka sama El? Aku jatuh cinta sama dia sejak awal kami bertemu?"
Arjuna tertawa kecil.
"Bagus, aku hanya ingin tahu itu"
"Tidak kak. Kau bertanya soal ini karena Meera kan?"
"Iya. Meera benar benar sakit hati dan kecewa terhadap kalian berdua. Ia pikir kalian berdua menusuknya dari belakang. Ia masih terpikirkan El. Dia terobsesi pada El"
"Apa dia minta bantuan kakak untuk membicarakan ini denganku? Apa dia ingin aku-"
"Bukan Al, bukan seperti itu! Jangan kau pikir Karena Meera adalah adikku dia jadi meminta tolong padaku untuk memintamu jauh jauh dari El"
"Memangnya salah kalau aku tahu, adikku sedang dekat dengan siapa?"
Alaska menggeleng pelan. Ia sudah salah sangka.
"Ayo, kita ke kantor polisi. Sebelum kemalaman"
Alaska mengangguk. Merekapun sama sama pergi ke kantor polisi dan menyerahkan bukti pada kepolisian. Kasus kematian Karina dara masih menggantung. Sudah di putuskan di awal bahwa kasus ini murni bunuh diri namun sekarang sudah ada titik terang. Arjuna juga sudah mengumpulkan bukti cctv jadi satu meskipun tersangka utama mereka sedang tidak ada di Indonesia. Mereka kabur sampai ke Belanda.
____
El menduduki sofa ruang tamu. Disana ada loli yang sedang ngemil sambil nonton tv.
"Lol"
"Hmm?"
"Duit kita sisa berapa?"
"Masih ada sekitar 50 jutaan"
"Ada job manggung nggak dalam waktu dekat?"
"Belum ada, tumben nanya?"
"Salahnya dimana?" El menatap adiknya sengit. Loli hanya mendengus nafas sambil mengemil makanannya.
"Aku mau keluar"
"Sama siapa?"
"Sama gebetan ku"
Loli tersedak kue. Gebetan? Yang mana?
"Siapa, siapa??? Alaska maksudmu??" Loli memastikan dengan alis hampir menyatu.
"Hmmph mungkin"
Loli tersenyum hampir tertawa. Rupanya El sudah mulai suka pada Alaska. Entah sejak kapan, cowok itu juga jadi sering membuka ponselnya di manapun ia berada. Memang nya mereka sudah tukeran nomor? Tapi El selalu tersenyum senyum saat memandang layar ponselnya.
El beringsut keluar dari ruang tamu dan berjalan menuju pintu utama lalu menghilang di baliknya. Loli menggeleng geleng kepala mengetahui tingkah kakaknya itu.
"Woi! Si El mau kemana?"
Galang berdiri di anakan tangga sambil melirik pada pintu yang telah kembali di tutup.
"Nggak tahu, kayaknya mau pacaran?" Loli mengangkat bahu.
"Sama siapa? Sundel bolong?" Galang turun dari tangga menghampiri ruang tamu.
"Katanya mau keluar bareng Al"
Galang terkejut.
"Alaska? Ngapain!" Cowok itu bergegas menerjang pintu lalu mungkin mengejar El dan menanyai sesuatu.
Loli masih fokus dengan makanannya sambil berbaring di sofa dan menonton channel tv kesukaan nya.
"El Karan!!!"
Teriakan dari arah belakang terdengar cukup keras di telinga El. Sebelum cowok itu memutar badan ia sudah tahu pemilik teriakan itu adalah Galang Pradikta.
El menghadapi nya dengan wajah dongkol.
"Mau kemana?" Tanya Galang sembari berjalan mendekat dan berdiri di hadapan El dengan wajah tak kalah songong.
"Bukan urusan mu"
"Jadi urusanku kalau kau berani mengajak Alaska jalan jalan"
El tersenyum smirk.
"Memangnya kau siapanya Al, Pacarnya? Tidak kan"
"Heeh! Meskipun bukan tapi hampir jadian, jangan membuat rencanaku bubar"
"Aku tidak peduli " El pergi dari hadapannya berjalan menuju mobil.
"Aku sudah menyatakan perasaan ku pada Alaska, dan kau tahu jawabannya?"
Langkah El terhenti. Cowok itu terdiam di tempatnya tanpa menoleh pada Galang.
"Dia-"
"DIAM!" El berteriak mengalahkan derasnya suara Galang. Cowok di belakang nya tersenyum miring menanggapi ekspresi El.
"Kau itu tukang kibul! Jangan pikir aku percaya dengan semua omongan mu itu. Sialan" maki El sudah kesal.
"Al tidak akan mau di ajak jalan jalan olehmu! Nanti malam kami mau jalan jalan berdua saja dan aku sudah buat janji dengannya!" Galang berucap santai kemudian kembali masuk kedalam rumah.
Rusak sudah moodnya hari ini sehingga ia tidak jadi keluar untuk menemui Alaska.
"Kak" panggil loli.
"Aku nggak mood hari ini" kata El.
***
Alaska sudah kembali dari kantor polisi. Sesampainya dirumah hari sudah malam. Ia juga baru bisa mengecek ponselnya dan ternyata ada pesan masuk dari 2 pengirim.
Rupanya Galang dan El sama sama mengirimnya pesan di jam yang berbeda. Alaska terlebih dahulu mengecek pesan dari El namun isinya sudah di hapus sehingga al tidak dapat membaca pesan itu lagi. Dalam isi pesan Galang ia mengajaknya jalan jalan malam ini dan waktunya sudah sangat mepet.
"Mau kemana lagi?" Tami menginterogasi nya dengan wajah kusut.
"Nggak pakai motormu kok"
Alaska menata rambutnya di hadapan cermin.
"Cuma nanya mau kemana?" Tami bertanya lagi.
"Mau keluar bareng Galang"
"Siapa lagi Galang? Galang dana?"
"Cih sembarangan" Alaska mencebik.
"Sekarang ini, kamu jadi lebih sering keluar malam ya, lupa sama tugas tugas sekolah! Nggak usah keluar deh" kata Tami di ambang pintu kamar.
"Lah, kenapa? Aku juga tetap akan mengerjakan tugas tugasku kok"
"Jangan terlalu sering keluar malam, Al. Dengarkan apa kataku!"
"Apa masalahmu si??" Alaska marah.
"Jadi cewek diem di rumah aja. Masih kecil asik pacaran"
"Aku yang rasakan bukan kamu! Ngiri ya?"
Tok tok tok!
Keduanya sama sama melirik kearah pintu. Alaska menduga yang mengetuk pintu itu pasti adalah Galang.
"Maaf ya, aku sudah di jemput Galang! Bye!" Alaska berjalan menuju pintu lalu membukanya namun ia kaget melihat yang berdiri di depannya bukan Galang melainkan El.
"El?" Desis Alaska kaget.
"Malam," kata El dengan suara lembut.
"Salamnya mana?" Tegas Tami.
"Assalamualaikum warahmatullahi wa barakatuh" kata El lagi.
"Waalaikumsalam, mau ngapain?" Tami menyempil di pintu melihat dengan jelas wajah pemuda yang akan mengajak adiknya jalan jalan.
"Maaf, aku mau minta izin ajak Alaska jalan jalan sebentar" kata El pada Tami.
"Kamu Gaara ya?" Tami teringat Gaara padahal sudah jelas wajah mereka berbeda. Tami hanya mengenal gaara di banding cowok lainnya yang pernah kenal dengan Alaska.
"Bukan. aku El"
"El??" ulang Tami.
"Iya"
"Namamu cuma segitu? Pendek amat!" Ledek Tami. Alaska kesal lama lama melihat kakaknya dengan sifat yang begitu.
"Namanya, El Karan! Puas!" Kata Alaska kemudian menyeret El pergi dari teras menuju mobil El yang terparkir.
"Kamu benar benar mau ngajakin aku jalan?" Tanya Alaska memastikan. "Bukan Galang?"
"Emh kamu pengennya Galang yang ngajakin jalan ya?"
"Bukan begitu, kaget aja lihat kamu sudah di depan pintu" Alaska menggaruk tengkuknya.
"Jadi, mau nggak nih jalan sama aku?"
Sumpah Alaska benar benar kaget dengar kata kata itu dari mulut El.
"Mau!" Sambut Alaska antusias