Chereads / Takdir Seorang Anindya / Chapter 2 - Bab 1

Chapter 2 - Bab 1

Pov Anindya

Aku Anindya Putri Deranda Maheswara, anak dari pasangan papa Danu Maheswara dan Ibu Arabella. Sejak kecil aku memang sudah terbiasa dengan kehidupan yang seperti ini. Dari kecil papa sudah berlaku tidak adil pada ibuku. Bisa dibilang hampir tiap hari Papa dan Ibu bertengkar hingga mengakibatkan Papa dan Ibu harus berpisah rumah sejak usia ku 18 tahun.

Sejak saat itu, aku hanya berdua dengan Ibu, kemana-mana hanya pergi dengan Ibu. Hingga terkadang terpikir dalam benak ini, apa aku bisa menjalani kehidupan yang kejam ini tanpa Ibu?

****

"Anin....!!! Teriak Ibu dari arah dapur.

Aku baru saja habis mandi dan membereskan kamar. Saat sedang merapikan kamar, terdengar panggilan dari Ibu. Segera aku susul Ibu.

"Ya bu...?" Tanyaku saat sudah berada di samping ibu.

"Ayo sarapan dulu sayang...! Ucap ibu sambil berjalan menuju meja makan.

Aku hanya mengekori Ibu, dan tak lupa ikut membantu Ibu membawa segelas susu coklat kesukaanku dan juga segelas teh hangat untuk Ibu.

Setelah menata semua di atas meja, aku dan Ibu hanya fokus sarapan saja. Tak ada obrolan diantara kita. Hingga tiba-tiba Ibu melontarkan sebuah pertanyaan yang membuat kegiatan makan ini terhenti sejenak.

"Anin..gimana soal kuliah kamu ?" Lagi dan lagi pertanyaan itu yang keluar dari mulut Ibu.

Memang selalu itu yang dipertanyakan oleh Ibu, tapi siapa sih yang tidak ingin kuliah? Tapi takdir sepertinya tidak mendukungku untuk melanjutkan kuliah. Rasanya aku tidak sanggup meninggalkan Ibu sendiri.

"Kamu kuliah ya nak..!" Kali ini Ibu kembali berucap

"Bukannya Anin tidak ingin kuliah bu, tapi rasa-rasanya sulit untuk meninggalkan Ibu sendiri disini." Kali ini aku yang bicara. Setidaknya Ibu tahu alasanku selama ini menolak permintaannya.

"Kalau boleh jujur bu, di hati Anin yang paling dalam, Anin ingin sekali kuliah bu, seperti teman-teman sekolah Anin sekarang. Mereka semua sudah kuliah kecuali Anin. Tapi Anin tidak boleh egois. Ibu lebih penting daripada segalanya." Ucapku lagi.

Kini hanya terdengar suara sendok dan piring yang saling beradu. Hening tak ada jawaban sama sekali dari Ibu.

Kini yang kuliat hanya hembusan nafas kasar dari Ibu. Apakah Ibu kecewa dengan alasanku tadi?

"Anin, Ibu tidak papa disini. Kamu kuliah ya nak.." Ucap Ibu.

Dalam sorot matanya jelas sekali bahwa Ibu berharap kali ini aku mau kuliah.

"Anin tidak usah pikirkan Ibu, yang terpenting sekarang itu masa depan Anin. Ibu sangat berharap kamu bisa sukses dan mendapatkan kebahagiaan yang sebenarnya."

Aku hanya diam saja mendengar permintaan Ibu. Apakah aku harus benar-benar melanjutkan kuliah seperti teman-teman yang lain. Tapi disisi lain, rasanya begitu berat meninggalkan Ibu. Apalagi jarak dari tempat tinggalku dengan kota harus menempuh jarak selama 5 jam.

"Anin? Mau ya nak..." pinta Ibu lagi.

Kali ini aku hanya bisa pasrah, mungkin ini salah satu caraku untuk patuh pada Ibu. Semoga apa yang diucapkan Ibu tadi benar. Semoga ini caraku untuk bisa menemukan kebahagiaan yang sebenarnya.

****

Hari ini, aku akan ke kota untuk mencari informasi penerimaan mahasiswa baru di salah satu kampus terfavorit di Kota. Aku hanya pergi sendiri karena Ibu tidak bisa ikut menemaniku. Biarlah, sekaligus belajar mandiri. Kapan lagi coba?

Setelah bersiap-siap, dan mempersiapkan barang-barang yang akan kubawa persiapan untuk dua hari disana. Tidak mungkin aku melakukan perjalanan yang cukup menyita waktu itu dalam waktu sehari.

Untungnya saja sahabat aku ada kuliah di sana, dan kebetulan ia juga sendiri tinggalnya. Setelah mendapat izin dari sahabatku itu akhirnya aku memutuskan hari itu juga aku berangkat ke kota.

Setelah semua dirasa siap, aku segera menemui ibu. Ibu sedang menyiapkan untuk makan ku untuk diperjalanan. Ibu memang terbaik.

Kini aku pamit pada Ibu. Tak lupa aku selalu mengingatkan agar Ibu hati-hati selama ku tinggal.

"Bu, Anin pamit ya...Ibu baik-baik disini, kalau ada apa-apa, kabari Anin, biar sejauh apapun itu, kalau untuk Ibu, Anin tidak mikir lagi." Ucapku sembari memasukkan bekal yang disiapkan Ibu kusimpan dalam bagasi motor.

"Ya nak, Ibu pasti baik-baik saja. Semoga urusan kamu disana dilancarkan ya nak.. Semoga tahun ini kamu bisa kuliah seperti teman-temanmu yang lain."

"Amin, semoga bu. Doakan Anin ya bu.."

"Itu pasti nak."

"Ya sudah bu, kalau begitu Anin jalan dulu ya bu. Nanti Anin bakal kabarin Ibu jika Anin singgah istirahat di jalan.

"Ya nak." ucap Ibu. Tak lupa senyum yang begitu hangat terpancar dari wajah Ibu.

Aku langsung berhampur di pelukan Ibu, rasanya sangat berat. Tapi aku pasti bisa. Demi kebahagiaan Ibu.

Setelah berpamitan, aku langsung melajukan kendaraan roda dua ku membelah jalanan. Sengaja aku berangkat pagi sekali, memanfaatkan jalanan yang masih minim kendaraan.

****

Tak terasa 4 jam lebih perjalanan kulalui seorang diri. Kini aku sudah ada di Kota. Sekarang tujuanku menuju ke tempat sahabatku.

Gegas aku merongoh saku gamisku, dan mengambil benda pipih yang kugunakan untuk menghubungi sahabatku itu.

Tuutt...tutt...tutt...

["Halo Len, Kamu di rumahkan?"] Tanyaku langsung pada Elena.

["Iya Anin. kamu udah dimana?"] Tanya Elena dari seberang.

["Aku baru aja nyampe di Kota. Tapi aku menghubungi kamu dulu. Kan nggak enak kalau aku kesana tapi tuan rumahnya nggak ada."]

["Ada kok, kamu langsung kerumah aja ya.. Ntar aku kirimkan alamatnya padamu."].

Setelah mendapat notif alamat Sahabatku, gegas ku tancap kembali kendaraanku membelah jalanan kota. Rasanya badan ini sudah remuk.

Akhirnya setelah menempuh perjalanan selama sejam, aku sudah tiba di depan rumah sahabatku. Gegas ku ambil ponsel ku dan segera ku kabari sahabatku kalau aku sudah ada di depan rumahnya.

Tak lama terdengar suara pintu terbuka, dan muncullah sosok yang sedari tadi kutunggu.

Aku langsung turun dari kendaraanku dan segera menghampiri sahabatku. Setelah berbincang-bincang sejenak , aku pamit pada sahabatku untuk istirahat sejenak.

"Len, aku izin istirahat sejenak boleh? Rasanya badanku ini sudah tak karuan."

"Oke, aku tunjukkin kamar kamu ya.."

Tak lupa aku mengambil barang-barang bawaanku di motor, dan mengikuti dari belakang langkah Elena. Setibanya di kamar, aku langsung membersihkan badan. Dan langsung merebahkan tubuh ini di kasur.

Tak lupa aku mengirimkan pesan pada Ibu kalau aku sudah tiba di rumah temanku. Nanti habis istirahat saja baru aku akan menelpon Ibu.

****

Tok...tok...tok....

"Anin...." Panggil Elena dari luar kamar membuat tidurku terusik. Segera ku buka pintu dan kutemui Elena.

"Len, maaf ya.. Aku tidurnya kelamaan ya?"

"Eh maaf ganggu tidur kamu, aku kira kamu udah bangun. Gimana? Masih capek?"

"Udah nggak sih, apalagi tadi aku tidurnya lumayan lama."

"Keluar yuk..! Sekalian cari makan.." ucap Elena

"Boleh.." balasku

"Ya sudah siap-siap sana. Aku juga mau siap-siap." ucap Elena lagi dan langsung melamgkah menuju ke kamarnya.

Akupun melakukan hal yang sama, aku lamgsung masuk ke kamar lagi. Aku mengecek ponselku dulu, sekalian aku mau menelpon sama Ibu.

Tutttt...tutt..tutt...

[Halo, assalamu'alaikum Anin..

Waalaikumussalam bu, Bu maaf ya Anin baru nelponnya sekarang.

Iya nggak papa nak, yang penting kamu sudah sampai ditujuan.

Setelah berbincang sama Ibu dengan puas, ku letakkan kembali ponsel di atas meja dan bergegas siap-siap.

****

Kini aku dan Elena ada di sebuah mall di Kota. Hari ini tidak terlalu ramai kata Elena, biasanya kalau ramai-ramainya, desak-desakan yang ada.

Aku dan Elena mengelilingi Mall ini hingga cacing diperutku pada mengamuk minta diisi.

"Anin, makan yuk.? Lapar nih .." ucap Elena sambil melihat ke arahku.

Kini aku dan Elena menuju sebuah tempat makan, tak terlalu ramai, aku dan Elena memilih duduk di pojokkan biar lebih leluasa ngobrol.

Setelah memesan beberapa menu, aku kembali ngobrol dengan Elena. Apalagi kita baru lagi bertemu. Setelah waktu yang cukup lama tidak pernah bertemu.

"Jadi besok kamu ke kampus?" Tanya Elena

"Iya rencananya gitu, biar lusa aku bisa balik."

"Maaf ya aku nggak bisa nemenin, besok kuliah aku itu padat banget."

"Nggak papa."

Tak lama, pesanan kami berdua sudah ada. Aku langsung mencicipinya. Enak..

Tak butuh waktu lama, kami sudah selesai makan. Setelah membayar, aku dan Elena langsung pulang.

Setibanya di rumah, Elena langsung pamit ke kamarnya duluan. Akupun juga langsung menuju ke kamsr dan segera istirahat. Besok aku sepertinya butuh tenaga yang banyak.

Tak butuh waktu lama, kini aku sudah masuk ke alam mimpi.

****