«
Pak Jarwo memulai kisahnya, bagaimana gedung yang kini menjadi bangunan sekolah Jingga itu menjadi benar-benar angker.
"Begini ceritanya .... Ini terjadi sekitar tahun 2008.
Malam di pertengahan Februari, pemuda-pemudi lalu-lalang, mereka sedang merayakan Valentine Days,
V-pay atau VD.
Pak Tomo, duduk di teras rumah sambil menikmati kopi buatan istrinya. Mata tua itu melihat kejalanan yang basah karenaguyuran hujan.
"Kampung ini sudah ramai, ckckck ..." Disesapnya minuman mengepul di atas meja.
"Ini Pak jaketnya. Malam ini dingin banget. Oya Pak, gak usah deketdeket bangunan menyeramkan itu ya. Aku takut Bapak kenapa-kenapa." Istrinya yang datang dari dalam sekonyong-konyong — memakaikan jaket padanya.
"Oalah kok yang begituan dibikin
takut to Bu. Apa Dhira sudah tidur?" Bu Tomo mengangguk.
"Jangan biarkan dia keluar rumah, bulan begini gadis baik-baik bisa rusak karena teman-temannya." Pak Tomo menghela berat.
"Iya Pak, Ibu ngerti."
Tak lama Pak Tomo meninggalkan rumah dengan sepedanya, membawa senter dan tongkat kecil yang digantung di celananya.
Yang mereka jaga bukan hanya maling, tapi juga hantu-hantu gentayangan yang timbul menjadi sampah peradaban. Hantu dalam wujud manusia, yang merusak tatanan.
Dilihat arloji di tangannya, pukul 2215 WITA. PakTomoterusmenggoes sepeda pelan, berkeliling kampung. Sesekali, Ia di sapa pemuda-pemudi yang masih di jalanan. Nampaknya, mereka sudah tak malu-malu lagi berduaan di jalan. Apa daya, mereka bukan anaknya, tak ada yang bisa Ia perbuat.
"Kling."
Sms masuk ke hape Nokia jadul di sakunya. Dari Mang Ojol, teman rondanya malam ini.
Pak Tomo tersenyum. Gelenggeleng pelan. Kemudian melanjutkan mengayuh sepeda. Ternyata rekannya berjaga itu masih membujuk istri yang tidak mau
ditinggal sendirian. Hal itu membuat Pak Tomo tersenyum sendiri.
Hingga di suatu bangunan. Lebih layak disebut gudang terbengkalai. Dari jauh terdengar riuh tawa.
Dahinya mengernyit.
"Bukankah tempat itu sudah kosong bertahun-tahun?"
Ditamparnya pipi berkali-kali. "Apa aku mimpi?"
Sebelumnya dia tak percaya hantu, meski ramai orang bicara tempat itu adalahpasarjindan beberapakaliada warga ditemukan pingsan di sana. Dari pengakuan mereka, masuk ke sana karena melihat keramaian dan penasaran dengan itu, tapi setelah
melihat sendiri keramaian dalam bangunan itu, Ia merinding.
"Ah, aku tak ingin bernasib sama seperti mereka. Bisa jadi mereka sudah dinodai hantu-hantu itu." Kejantanan dan kebijaksanaan seorang bapak yang ada padanya, seolah luruh karena rasa takut.
Buru-buru ia menelpon seseorang, sebelum kesadarannya hilang.
"Mang cepat kemari!"
Tak lama, sahabatnya datang. Menghampiri Pak Tomo yang celingukan, tak berani mendekat ke gudang.
"Ada apa?"
"Sttt ...." Pak Tomo meletakkan satu jari di mulut.
"Kamu lihat ramai tidak bangunan itu?"
Mang Ojol mulai serius memperhatikan hingga dua alisnya tertaut.
"Iya .. maksudmu jin-jin itu mau ngerjai kita seperti warga lain yang sudah jadi korban? Apa kita berdua bisa melihat makhluk ghaib berbarengan?"
Pak Tomo menaikkan kedua pundaknya.
"Sepertinya ada yang tak beres." Mang Ojol memegang janggutnya.
"Kalau itu aku juga tahu Mang. Kalau beres-beres saja ngapain aku manggil Mamang."
"Ya sudah kamu tunggu sini, biar aku panggil Darman Cs di pos ronda."
"E... eh jangan, masa aku sendiri lagi. Panggil saja lewat hp kan lebih efektif."
"Mo ... Mo ... gitu aja takut. Malu sama uban." Mang Ojol mengambil hp di sakunya.
Pak Tomo berdecih, la sadar merasa takut di usianya separuh baya, meski tak setua Mang Ojol.
Sudah lima belas menit mereka di sana. Ketika Darman dan temantemannya datang, suara di gudang
Cinta di Sekolah Jingga 45
itu mulai pelan.
Setelah bertemu dan saling mengangguktanpa basa-basi mereka semua mendatangi area gudang. Melihat cara mereka bergerak, sepertinya Darman cs tahu apa yang terjadi di dalam.
Saat mereka di depan pintu, hanya terdengar sesekali suara tawa dari dalam.
Pintu di kunci. Beberapa orang mengelilingi bangunan untuk memeriksa. mereka menemukan tiga motor terpakir di semak belukar.
Ketika digedor suara menjadi senyap.
Darman menendang pintu tua itu
hingga jebol.
Saat pintu terbuka, semua orang terperangah.
Di dalam sana, ada empat pemuda usia dua puluhan dan satu gadis belia.
"Astagfirullah!" Pak Tomo kaget melihat gadis itu.
Gadis yang biasa memakai gamis dan jilbab itu hanya mengenakan kaos you can see, dengan posisi rok terbalik. Bagian atas dadanya yang ranum itu terbuka. Rambutnya acakacakan. Dia terlihat lemas bersandar ke dinding ... buru-buru Mang Ojol menutupi gadis itu.
Sedang empat pemuda dalam
keadaan telanjang dada, dan dua diantaranya sudah sempat memakai celana panjang, sisanya hanya memakai kolor.
Mereka pun diseret beramai-ramai ke rumah warga terdekat. Tak lama berkumpul Pak RT, dan orang tua sebagian pemuda dan gadis itu. Untunglah kejadiannya malam hingga tak banyak warga yang tahu.
"Ke mana jilbabmu Siti?" Wajah ibu gadis itu merah padam. Matanya
sudah basah sedari melihat putrinya duduk di sana.
Siti bergeming, berkali-kali mengusap air matanya yang terus saja jatuh berlinangan, sembari tangannya mengucek roknya yang
kusut dan berdarah. Gadis yang badannya ditutupi jaket Mang Ojol itu tak bisa menyembunyikan rasa bersalah.
Beberapa kali kakak Siti mencoba melayangkan pukulan pada pemudapemuda itu, namun Darman cs berhasil mencegahnya.
"Ceritakan!" Bentak Darman pada pemuda-pemuda itu.
Anton satu dari pemuda itu buka suara, lirih,
"Tadinya kami bertiga menunggu Dimas di gudang. Dia janji akan bawa pacarnya yang masih perawan dan baru jadian tahun baru kemaren ke Sana, untuk digarap bareng-bareng."
"E, i, iya Pak, saya terpaksa. Karena saya kalah taruhan. Jadi mau gak mau saya yang harus bawa pacar," Dimas menimpali, suaranya gemetaran.
"Kalau sudah begini bagaimana? Anak orang kalian rusak!?"
Pak Tomo kembali menghela nafas panjang, mendapat giliran ronda di malam tahun baru dan malam valentine itu sungguh berat. Dia pikir malam ini akan ada kejutan dari penghuni gudang tua, tapi ternyata hantu-hantu itu adalah bajingan yang berpesta.
Pasalnya, warga bergilir ronda karena tahun sebelumnya mereka menemukan botol-botol alkohol dan kondom berserakan di tengah
kebun. Tahun berikutnya, mereka tak ingin kecolongan. Namun, jaman memang sudah berubah. Untung bukan Dhira anaknya yang menjadi korban.
"Brengsek .. Awas kalian .... !" Ali terus saja menghujani sumpah serapah.
Sudahlimatahun,diamenggantikan posisi ayahnya yang meninggal, dalam keluarga. Malam itu dia tak di rumah, menjaga ibu dan adiknya. Sebab sejak sore, dia harus bekerja di restaurant hotel yang setiap V-Day ramai dengan pesta. Pikirnya, lumayan sebab di hari biasa dia hanya mendapat gaji seperlimanya.
Tak disangka, baru sebentar dia