Kaca tembus pandang, sebuah cermin hampa tanpa kegelapan di baliknya.
Hanya pantulan samar mengaburkan ketidaksempurnaan diri, tak seperti cermin.
Meski gambar sempurna dari masa kini itu terperangkap di balik kaca.
-
Berbeda dengan apa yang kulihat sekarang, kaca jendela di malam hari.
Refleksi diri yang kabur dan tidak jelas seperti ujung dari ingatan kamu.
Menatapnya dengan kosong, menilik asap terdahulu dari kontemplasimu.
-
Dimulai satu bulan yang lalu sebelum kepergianku
"Tenten akan menjadi bintang utama permainan itu," putriku mengumumkanku dengan senyum lebar di wajahnya. Itu adalah momen luar biasa dalam hidupnya untuk saat itu.
"Selamat ya, kamu berhasil!"
Itu adalah tonggak pertama menuju mimpinya dan keinginannya untuk membuatku bangga. Aku bersorak-sorai untuknya―mengulang ucapan selamat sebanyak lima kali―dengan berlebihan sambal mengangkat dia tinggi – tinggi di langit.
"Waaaa-aahhh! Turunkan Tenten!"
Dia mengepakkan tangannya seperti burung―masih memohon ampun― di langit siang yang cerah. Dan terus, aku kehilangan keseimbanganku.
Di sini lah aku, terbaring di lantai dan melindungi pendaratan putriku yang jatuh. Bersamaan dengan itu, kami menertawakan kebodohanku.
"Bagai anak seperti ibunya."
Hari ceria untuk rumah tangga yang ceria. Kami berdua bangkit kembali untuk menikmati seberkas sinar matahari dari jendela.
"Mama pikir Tenten bisa gak?"
"Tentu saja kamu pasti bisa!" Tidak berpikir banyak,
Saya memberinya dorongan yang menenangkan dalam kepercayaan dirinya. Nah sekarang saat otakku sedang mikir, aku bertanya balik,
"Katakan, mengapa kamu menginginkan peran tersebut?"
Berawal dari setahun sebelumnya ketika dia akhirnya bergabung dengan komunitas teater dekat gereja setelah dua tahun sebelumnya ingin bergabung.
"Ketika Tenten pertama kali gabung, Tenten selalu suka prinsip akan motivasi. Jangan pernah menyerah! Hadapi setiap rintangan! Teruslah maju seperti yang Mama katakan sebelumnya."
"Aku bilang gitu?"
"Yeah, Mama bilang! Waktu pertama kali bertemu."
Aku ga ingat pernah bilang gitu saat itu walaupun aku ingat dengan jelas gambaran acara utama dan janji-janji kami.
"Itulah kenapa prinsip Tenten adalah memenuhi setiap janji yang Tenten buat." Jari telunjuk Tenten mengarah ke langit dan satu tangan di pinggang.
"Tenten akan mengalahkan ibu selain di bidang masak." Dia menunjuk ke arahku
Dengan senyum, dia mendeklarasikan, "Tenten akan membuat Mama lebih bangga dari sebelumnya."
Itulah semangat yang kuharapkan Ketika dia akan menepati janjinya.
"Dengan semangat itu, kamu bisa melakukan segalanya."
"Ehe~"
Mata kami terkunci seperti magnet. Senyuman kami berbagi harapan. Janji kita akan membuat kita tetap bersama.
Aku akan merindukan ini.
"Mama minta maaf harus meninggalkanmu."
"Tidak apa - apa," jamin dia. "Tenten akan segera menjadi lebih dewasa dibanding sebelumnya. Setiap makanan bisa Tenten masak sendiri, setiap bahaya bisa Tenten hajar seperti yang Mama ajarkan."
Aku tidak bisa mengatakan apa yang ingin kukatakan karena dia benci diremehkan. Tapi bagiku, dia selalu menjadi malaikat kecilku.
"Maaf aku tidak bisa bersamamu saat latihan."
"Iya, iya. Sebaiiknya Mama minta maaf karena keseringan minta maaf. Lagipula, Mama telah memberiku keberanian yang cukup."
Sulit bagiku untuk mengucapkan selamat tinggal―berharap sebulan bisa berjalan cepat. Tapi seperti ibu dan anak perempuannya, Tenten tahu cara meyakinkan orang lain dengan sebuah janji.
"Mama berjanji pada Tenten untuk kembali saat pertunjukannya. Dan sebagai gantinya, Tenten berjanji ke Mama,
"Tenten akan menjadi Angel of Sin seperti Mama."
Jadi, dia membentangkan tangannya selayak malaikat kecil.
※ ※ ※ ※ ※
Di sini lah saya berdiri, di awal segala penebusan, lahirnya siklus konsekuensi baru, simbol perubahan Ruluna, Taman Oripeccatum. Bagi banyak orang, ini adalah permulaannya. Untukku dan lainnya, ini seharusnya menjadi akhir di mana perdamaianku berada. Itulah apa yang persis aku dapatkan dan aku berkonflik dengan apa yang aku lewatkan.
[Keirian] akan hadiah tuk diba di permulaan
[Keserakahan] di hadapan karma, agar aku menemukan kedamaianku.
[Kemalasan] untuk mencapai perubahan dalam daku.
[Kenafsuan] akan penebusan.
[Kerakusan] atas kemegahan di karirku.
[Kemarahan] atas masa lalu.
[Kebanggan] sebagai pencipta permulaan ini.
Seseorang tak bisa bilang bahwa aku tak punya penyesalan. Tapi satu hal yang tetap sama yang membawaku ke ketenangan atau akhir yang aku syukuri telah mempunyaimu sebagai putriku, untuk berada di sisimu di alam baka ini. Karena hanya di sisi akhir, aku menemukanmu.
"Selamat datang di kerajaanku!"
Dor!
Pengenalan dimulai dengan dor yang berasal dari pistol malaikat kecilku yang membidik ke arahku―bukan jenis kembang api atau piroteknik yang kuduga. Untungnya, aku sudah menutup mataku dan membayangkan acaraku selanjutnya. Untuk malam ini, pada waktu yang tepat dalam suasana yang tepat.
"Sudah diputuskan," aku mengumumkan. "Pertunjukan hari ini untuk merayakan tahun baru Angel of Sin."
Aku merentangkan tanganku untuk menyambut kerumunan lunak yang mengelilingiku. Itulah mengapa itu adalah pekerjaan kami sebagai pemain panggung. Apakah kamu setuju denganku, Tenten?
"Kamu tak bisa menjadi pemain sepertiku jika kamu tertidur seperti penontonmu. Kita di sini untuk membangunkan mereka. Ingat?"
Tenten tidak memberiku jawaban. Berdiri bertelanjang kaki dengan posisi menembak yang kuajarkan dia empat tahun yang lalu.
"Ga ada gunanya, aku antipeluru ketika aku menutup mataku."
Aku mengingatkan dia akan Ilahi yang dia hadapi.
Serta tambahan untuk mata tertutup ini, aku juga bisa melihat suhu tubuh orang-orang di sekitarku, terutama putriku yang ada di depanku. Aku melihat kehangatan serupa yang biasanya mengalihkan perhatianku dari dinginnya malam dan darah.
"Setiap hari, kamu menyerupai diriku yang dulu."
Dia bukan satu – satunya yang diingatkan. Bukan dengan diberitahu, tapi kehadirannya di sini saja sudah menjadi penjelasannya. Wajahnya terfokus ke arahku, tapi dia terlihat seperti anak hilang―tidak sekali pun dia menyadari kehadiranku. Perilakunya aneh, tapi bukanlah hal asing.
"Jiwa yang dibutakan oleh hasrat entah untuk kepuasan atau apapun yang kau inginkan, Tenten."
Dan di sini lah kamu berakting sebagai Angel of Sin, membasmi kejahatan dari tanah ini.
Itu sebabnya kamu menyembunyikan semua ini di belakangku, kan? Memalukan, bukan? Saat orang yang kau perankan melihatmu… Aku juga malu dengan ketidakmampuanku untuk… ketidakmampuanku untuk mengakui bahwa hal itu telah mengotorimu.
Tentu saja aku paham. Bagaimanapun, kita setara, tapi tidak sama. Itulah akal sehat yang kamu tiduri.
"Itu sebabnya aku di sini untuk membangunkanmu."
Aku hanya perlu mendekatinya dan memberinya tepukan yang cukup.
Aku dapat mendeteksi posisinya dengan tepat karena suhu seluruh tubuhnya sangat merah, sehingga dia menonjol di antara… kerumunan ini?
"kalahkan…"
Mayat ini masih punya suhu tubuh?
"Kalahkan Mama!"
Huph!
Tiba - tiba, kerumunannya bangkit dari kematian.
"Ka-lah-kan Ma-ma!"
Aku menendang salah satu dari mereka di kepala. Sekilas, kuamati kepala yang baru kutendang dan aku melihat mata kanannya memancarkan warna biru. 'Mayat' ini bukanlah satu – satunya yang memilikinya.
"Ka-lah-kan Ma-ma!"
Mereka, kerumunan kematian ini, menyuarakan pernitahnya seperti perekam rusak. Mereka tergagap dengan kesedihan yang menguras jiwa mereka―dengan wajah menyedihkan seperti zombie, tapi juga menangis. Semuanya terdengar statis dan tidak―
"Ka-lah-kan Ma-ma!"
Gah! Serangga – serangga ini mengerumuniku seperti orang fanatik. Sebelum aku menyadarinya, di depanku sudah penuh dengan kerumunan. Solusi sementara untuk menghindari crowd crush adalah dengan pindah dan mencari ruang untuk bernafas. Solusi permanennya adalah dengan Solusi permanennya hanya memerlukan mereka untuk menatap ma―
"Ka-lah-kan Ma-ma!"
Ujung pisau dilancarkan langsung ke depan mata kiriku sebelum aku mengelak di detik terakhir. Sebagian besar pipi kiriku teriris, dan aku berhasil melumpuhkan salah satunya dengan mata deku. Tapi banyak orang―
"Ka-lah-kan Ma-ma!"
Kasih aku nafas lah! Aku harus memukul, menendang, dan mendorong di kiri dan kanan sebelum aku sadar bahwa aku kehilangan putriku di antara kerumunan orang fanatiknya.
"Ka-"
"Bacot!"
Mereka tidak memberi nafas di sini.
Aku hampir tidak bisa membuka mataku tanpa terluka. Bahkan ga ada kesempatan buatku untuk berkomentar mengenai fakta bahwa dia tahu persis siapa yang dia lawan. Alasan dia menjadi seorang maniak dan alasan dia melawan ibunya itu tidak jelas bagiku.
Seperti tujuh tahun yang lalu.
"―"
Mungkin, ini benar seperti tujuh tahun yang lalu.
"―"
Suara kerumunan tak bejiwa telah terblokir oleh telingaku―karena aku mengabaikannya. Sekarang, semua yang perlu kulakukan adalah merangkak jalanku ke atas. Sungguh dilakukan secara harifiah. Saat kunaiki punggung salah satu dari mereka, menuju salah satu bahu mereka, dan memanfaatkan mereka sebagai tangga untuk membebaskan diri.
Dor! Dor! Dor!
Beberapa dari mereka menembakku ketika aku terus berlari sambil terus menutup dan membuka mata. Berlari dan berlari melintasi taman yang luas ini sampai aku menemukan tempat persembunyianku di salah satu pepohonan.
Hah! Hah! Hah!
Aku emang gak cocok untuk pertarungan langsung. Untungnya, tempat ini besar sekali bagi ratusan orang untuk melacak aku.
Untuk sementara waktu, aku meregenerasi lukaku―luka tembak di dahu dan irisan yang sudah bergumpal darah di pipiku. Selama itu, aku berpikir mengenai apa yang harus kulakukan selanjutnya.
Aku mengecek apa yang kupunya. Di balik jaketku, terdapat "perlengkapan mewahku": sebuah Glock 18―terisi dengan magasinnya― di kantong penyembunyian, pisau, dan korek api dengan simbol tertentu.
Walaupun peralatanku kurang, bagiku ini hanyalah perjalanan santai lainnya di taman. Aku bisa saja mencari titik bagus dan melumpuhkan mereka dengan kekuatan ilahiku. Akan tetapi, prioritasku bukan di sana. Prioritasku terletak di malaikat kecilku, Tenten.
Mengetahui dengan pasti keadaan dia saat ini; yang perlu kulakukan hanyalah membangunkannya. Tapi itu hanyalah awal untuk membuka gerbang menuju prioritasku. Untuk lebih spesifik tentang prioritasku…
Bagaimana aku bisa memeriahkan anniversary ini untuk putriku?
Aku tak dapat menyebut diriku sang Angel of Sin jika aku merayakan anniversary aku tanpa kekacauan.
Untuk memuaskan satu takdir, seseorang perlu bermain di garis antara hidup dan mati.
Itulah makna dari hiburan yang kamu perjuangkan untuk mencapai puncaknya.
Di kerajaanku waktu kerumunannya akan meledakkan tempat ini. Dalam pesta penuh dengan kekacauan dengan…
…adrenaline in my soul…
Biarlah maksud musik terus menyatukan perhatian mereka; untuk membersihkan mereka untuk selamanya, terutama dia.
Ci-luk-baa.
Terdengar bisikan dari belakang saat aku menoleh dengan cepat. Tidak ada apa pun di sana, selain suara di kepalaku.
aku menemukanmu
Bulan biru melihat segalanya di langit.
Hitung mundurku untuk berpikir telah berakhir, tapi tapi itu sudah cukup waktu bagiku untuk bernapas. Berkat itu, hal itu meniupkan api dalam diriku. Lebih besar dan lebih panas dari sebelumnya.
Saat aku mengamati sekelilingku, aku melihat sekelompok zombie memanjat pohonnya. Beberapa sudah barbar dengan pistolnya. Bagus.
Datangilah aku! Kejar aku! Ikutiku wahai para domba! Lihatlah aku!
Aku melompat dari satu pohon ke pohon lainnya. Menuju tujuan utamaku. Batasi diri untuk mengurangi jumlah penontonnya kecuali memang perlu. Bergegas menuju misimu. Bergegas. gegas dan Gegas. Habisi dia sekarang.
Bů̶̦̰̻n̶̮͠u̴̳͂h̶̢͒
"Hahahahahahahahahahahahahahahahahahahahahahahahahahahahahahahahahaa!"
Kubiarkan air mataku memahami azab dari para zombie ini.
Itu mengaburkan penglihatanku dan berubah menjadi wahyu. Setiap napas yang kuhirup sama dengan detak jantungku, dipompa dengan kegairahan, dan didorong oleh kepuasan.
Apa hanya aku saja atau semuanya bergerak begitu cepat?
Bisakah kamu memahami perasaanku, Tenten?
Aku terus bergerak kaya Tarzan, memperlakukan ranting seperti jerami, dan itulah seberapa tipisnya benang yang mengkontrol fisikku. Hingga tak ada lagi pepohonan di hadapanku, hanya hamparan hijau.
Melaju. Saya melompat dengan segala momentum yang tersisa di dalam diri saya.
Bulan merah melihat segalanya.
Banyak penonton di bawah telapak kakiku, serangga – serangga yang terpancing oleh percikan moncong senjataku. Salah satu yang menonjol di antara mereka adalah dia, rekan dansaku di tempat pesta dansa.
"Apa yang kamu lihat?"
Aku mengobrol dengan suara yang membuat kepalaku merinding. Seperti yang aku nasehatkan kepadanya sebelumnya, ketika seseorang berbicara dengan kamu, pertahankan kontak matanya.
Kedua bulan melirik satu sama lain. Paralel dengan langit dan bumi
Itu hal terakhir yang aku lihat dengan jelas.
"aku menemukanmu, Mama."
Aku mencapai titik tanpa kembali. I dibutakan oleh visi aku ini. Aku sangat gembira. Aku adalah seorang ibu yang buruk. Aku adalah segalanya yang kamu inginkan padahal seharusnya tidak. Aku―
"aku akan mengalahkan Mama."
Aku――■■■
"―akan meledakkan patung itu!"
Mendarat dengan kakiku, ■ melewati malaikat kecilku.
Karena para zombie melihat bulan merah dari matanya, gerakan mereka terhenti sejenak. ―Dukdukduk― Mereka mencengkram kepala dengan kesakitan. Sinyal berat berinteraksi dengan otak, pembuluh darah, dan saraf di sekitarnya mereka. ―Dukduk Bumbum― suara genderang yang memainkan kepala mereka, ―bumbumboom― bagaikan Sangkakala, dan ―krek― menjadi orkestra baru.
"AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA
AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA"
―――
Simfoni yang sampai ke telinga tuli. Lirik Rock n' Rolla menjadi alasan mereka menyebutnya sebagai lagu 'kematian'. Sebaris lirik yang menjadi mayoritas atau bahkan keseluruhan lagu dihina oleh artis lain seperti seni abstrak Jackson Pollock.
"Sebuah karya memenuhi tujuannya jika memicu keributan," beberapa orang bodoh menaunginya ketika mereka sendiri tidak pernah mendengar keributan itu dan menyebutnya sukses hanya dengan melihat teks tak berarti di atas kertas.
Tunjukkan panas nuklir. Dengarkan. Biarkan semuanya keluar, ketika…
…every thought out of control…
―――
"AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA
AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA"
Saatnya menuju ke acara utama.
"Ka-lah-kan Mama!"
Sebelum ■ mengutuk mereka lagi, meninggalkan mereka di belakang ■ lagi. Dan setelah melodi tetap―seperti suara air mancur―dari leher mereka saat sumber melodi itu berceceran di sekujur tubuh ■. Setelah ■ menavigasi jalan ■ menerobos malam yang terdistorsi ini untuk menghindari tabrakan. Setelah dan setelah ■ mengabaikan luka tembaknya seolah itu tidak mengenai ■, meninggalkan tubuh dengan kesakitan dan cat merah sebagai lencana kehormatan. Setelah, tekanan tinggi di dalam jiwa memenuhkan pembuluh darahku. Setelah semua itu, itu tidak pernah berhenti. Hanya… Terus. Bergerak. Maju.
"Ka-lah-kan MamaaaaAaaAgh!"
■ joging. Lari untuk meraih target. Misa kesedihan dari orang banyak yang menyertai ■. Itu satu-satunya hal yang jelas di kepala.
■ menutup mata karena sasarannya lurus di depan ■. ■ tetap melihat segalanya. Para zombie mengangkut 'kembang apinya' dengan taptaptap perlahan dan tertatih – tatih di tanah, ■ menembak mereka. Dor! Kembang api teramankan.
Sepertiga menit untuk mempersiapkan pertunjukkan musik. Letakkan bahan peledak di tempat yang tepat, dan pamerkan alatnya. Menunggu waktu yang tepat. Terdengar langkah kaki menuju panggung utama.
Tap!
Dengan mata tertutup, ■ mendengar isyaratnya di dekat ■. Tap ringan namun juga keras saat ia menginjak tanah secara tiba-tiba untuk mengerem pengejaran. Sebuah hentakan yang pas dari kaki kecilnya. Ini dia, berdiri di depan ■ ketika ■ dapat melihat suhu tubuh kecilnya meningkat dibandingkan sebelumnya. Melelahkan, eh? hanya bisa membayangkan wajah kekaguman dan teror dalam dirinya seperti yang ■ lihat tujuh tahun yang lalu.
Kebanggaan yang terdorong dalam ■ dipicu oleh hal itu karena penonton penuh penggemarnya di belakangnya masih berteriak. Pada akhirnya, detak jantung ini memberikan isyarat detak yang stabil dan cepat untuk pertunjukan musik.
Itu hal terakhir yang ■ dengar dengan jelas.
■■■■■■■