Di Domain Sixen, seorang Apostle kembali dari perjalanannya. Ia di sapa dengan ramah oleh rekannya yang lain sebelum menjenguk Carmilla dan Theo yang masih memulihkan diri dari luka mereka. Setelah semua Apostle dari Varrak berkumpul di satu tempat, mereka mencoba terhubung dengan Dewa mereka. Kekuatan aneh mereka memunculkan sebuah avatar untuk menyampaikan pesan Varrak.
"Kalian semua pasti sudah melihatnya" ujar Varrak. "Aku ingin Kalian semua tidak memakai kekuatan Apostle yang terpilih untuk Eideth dan pengetahuan yang Kita dapat saat menentukan Persona miliknya waktu itu" perintah Varrak. Theo bangun dari tidurnya untuk berbicara pada Varrak, "apakah Kekacauan suci yakin dengan ini, sudah menjadi jalan Kita untuk memperkuat pondasi (kekuatan dunia lain) yang Kita kumpulkan". Theo mengungkapkan apa yang lain pikirkan, kini mereka menunggu balasan Varrak.
Varrak membalikkan tubuh avatarnya, "Pemuda itu, Eideth… Ia menyapa balik pada Kita" ujar Varrak. Semua Apostle terdiam tidak tahu harus berkata apa, mereka sendiri juga terkejut saat itu terjadi. Pada saat Talent Eideth membentuk ruangan khusus untuk dirinya dan Varrak. Mereka memainkan permainan TTRPG bersama. Varrak tidak mengerti apaun sama sekali sama seperti percobaan pertama Zatharna, konsep di luar dunia mereka terasa begitu asing.
Varrak tidak terlalu masalah karena Ia memakan semua jenis kekacauan yang Ia jumpai, memahami mereka dan mengembangkannya. Varrak telah siap untuk meniru pandangan Eideth akan sihir saat memaksakan berkahnya tapi Ia tidak menyangka apa yang Eideth lakukan selanjutnya. Eideth membantu Varrak dengan sungguh-sungguh tanpa memiliki niat kecurangan sedikitpun. Eideth menerima tubuhnya terkena serangan kuat dan Ia melawan balik sama kuatnya. Varrak merasakan hal baru diluar genggamannya dan Eideth merasakan hal yang sama.
"Varrak, Kau ingin bertaruh" tanya Eideth dengan senyum menantang. "Apa yang Kamu taruhkan" balas Varrak. "Hidupku" ujar Eideth dengan berani. Wajah Varrak terlihat kecewa mendengar itu. "Kenapa pilihannya selalu saja seperti itu padahal Aku mengharapkan sesuatu yang baru darimu" keluh Varrak. "Hey jangan seperti itu," bujuk Eideth, "sudah wajar bagi Kami makhluk fana untuk mempertaruhkan hal yang paling penting bagi Kami, salah satunya adalah hidup, maksudku lihatlah meja ini" tunjuknya.
Itu adalah meja yang hampir sama persis dengan yang Zatharna gunakan. Mereka dapat melihat lapangan pertarungan dari atas seperti papan permainan. Ada beberapa figur dan dadu berserakan dimana-mana. Buku panduan yang ditumpuk dibawah meja karena sedang tidak digunakan. Pena dan kertas didepan mereka untuk mencatat apa saja yang sudah terjadi. "Walau tidak ada cemilan, meja ini adalah medan pertempuran Kita," tunjuk Eideth, "selagi Kamu memegang kekuatanku sebagai GM, Aku yang harus melawanmu sambil terhalang dua aturan sihir ini".
"Tantangan yang sulit bukan" Eideth coba mendapat persetujuaan Varrak. Ia tidak menunjukkan ketertarikan sedikitpun. Eideth menghela nafas tapi Ia tidak kesal sama sekali. "Apa Kamu tidak membenci Kami, Kita ini kan musuh" tanya Varrak. Eideth bersandar ke kursinya menjawab, "jadikan ini rahasia antar Kau dan Aku ya, Aku tidak membenci Kalian" jawabnya.
Varrak menanyakan alasan Eideth. "Aku tidak bisa membuat diriku membencimu, setiap kali Aku mencoba Aku menyadari Kita itu sama, Aku dan pengikutku, memiliki banyak kesamaan yang harus Aku akui, disaat Kamu melihat semua ingatan dan pengetahuanku, Aku juga mendapat sedikit pengetahuan tentang dirimu dan duniamu" Eideth menjelaskan perasaan aneh saat informasi dimasukkan kedalam kepalanya tanpa konteks.
"Akan ada masanya Kita akan jadi musuh satu sama lain, apapun yang Kalian lakukan di masa depan, Aku yakin Aku akan mendapat alasan untuk membenci Kalian, sebelum itu Aku akan memberitahumu, karena percakapan ini hanya untuk Kita berdua," Eideth berhenti sejenak memilih untuk mengucapkannya atau tidak, "Aku menghormatimu, lima Dewa dunia lain sama sepertimu, dan pengikut Kalian, ini membuatku sedih harus melawan Kalian".
Setelah mengalami kehidupan yang cukup panjang, Eideth menyadari baik dan buruk tidak selalu sesederhana seperti di pikirannya. Di dunia yang besar itu, Eideth sadar Ia hanyalah sebuah titik diantara jutaan titik lainnya. Ia meneguhkan dirinya, hal baik atau buruk apapun yang Ia lakukan, Ia akan mencoba membuat dunia sedikit lebih baik. Pikirannya itu tersampaikan kepada Varrak, baik lewat perkataan dan kekuatan misterius yang diberikan olehnya. Varrak kemudian mengambil dadu di meja itu, "kalau begitu, ayo Kita bermain".
Kembali ke masa sekarang, Varrak menoleh pada pengikutnya. "Ia memintaku untuk merahasiakan hal ini dari Dewa lain, hingga Ia akan mengungkapkan dirinya sendiri ketika waktunya tiba, Aku tidak boleh merusak kejutan itu" ujar Varrak. "Di masa depan, lawan dia dengan hormat" perintah Varrak. Apostle perlahan mulai menerima ini dan membentuk rasa hormat untuk Eideth. Ia juga orang pertama yang di akui oleh Dewa dunia lain dan berhasil selamat dari pengaruhnya.
"Aish…" Eideth menggaruk telinganya dengan kasar karena gatal yang begitu menyengat. Sementara Keluarga Kekaisaran sedang berbincang dengan jiwa putri Gyslaine, Eideth tidak bisa bergabung karena Ia tidak bisa masuk ke Planarsphere (bentuk alam kematian). Eideth memutuskan untuk menunggu diluar memberi keluarga itu sedikit privasi. Selagi Eideth melihat ruang hampa itu, Ia hanya dapat ditemani oleh pikirannya sendiri. "Kenapa sihir sangat membingungkan di dunia ini" renungnya.
Eideth masih tidak begitu mengerti tentang dunia baru ini. Itu bukanlah masalah karena Ia juga tidak terlalu paham dengan dunia di kehidupan keduanya, namun berpindah dari alam semesta satu ke yang lainnya membuatnya sedikit kesulitan menerima ilmu dan istilah baru. Di Artleya, sihir adalah sumber daya yang unik tidak seperti di dunia fantasi yang di gambarkan dalam film dan buku. Mereka tidak dapat menghasilkan Mana dari tubuh mereka, sehingga mereka menggunakan sihir dengan Mana yang tersedia di alam.
Hal ini membuatnya mengingat sebuah permainan kartu dengan gimmick yang sama. Ia tidak membenci ide itu namun Ia segera menyadari banyak kelemahan. Eideth tidak tahu situasi Artleya sebelum penjajahan oleh Pasukan dunia lain tapi pengetahuan umum saat ini adalah sihir itu sangat sulit. Eideth tidak menyangka kelangkaan Mana begitu parah sebelum keluar dari kota Raziel.
Ketika Pasukan dunia lain menjajah Artleya, mereka membangun ratusan menara di seluruh penjuru dunia. Pada masa itu, dewa dunia lain memperkenalkan diri mereka yang terdiri dari enam entitas. Karena itulah menara yang mereka bangun dinamai Sixen. Tidak ada yang tahu mengapa mereka membangun menara itu sampai semuanya sudah terlambat. Menara Sixen itu menarik urat nadi Mana dari tanah Artleya merusak ekosistem disekitarnya untuk selamanya.
Eideth membaca kembali buku sejarah yang sudah Ia salin ke dalam ponselnya. Itu adalah bacaan menarik baginya karena Ia suka genre fantasi walau situasinya kini berbeda. Artlean tidak dapat dengan mudah memakai sihir karena Mana mereka ditarik kedalam Sixen. Hal ini membuat peluang orang dapat menguasai sihir menjadi sangat rendah. Satu-satunya tempat yang memiliki simpanan Mana hampir tak terbatas hanyalah di Menara Sixen, tempat pasukan dunia lain keluar dan berkumpul. Mereka yang mencari perlindungan di tempat aman takkan pernah bisa melihat potensi mereka karena hampir tidak pernah sekalipun menyentuh Mana.
Ketika Artleya hanya mengenal dua sistem sihir, mantra dan teknik, muncul jenis kekuatan ketiga. Sesuatu yang muncul karena afinitas yang unik akan Mana dan faktor internal pemiliknya, Talent. Eideth juga bingung pada awalnya mengenai asal mula Talent, tapi Ia bisa melihat beberapa petunjuk dari pemilik Talent yang sudah Ia temui selagi menghitung dirinya sendiri.
Talent adalah kemampuan unik dalam menggunakan sihir. Secara teknis, pemilik Talent tidak bisa memakai Mantra dan Teknik sihir umum, namun itu tidaklah benar. Pemilik Talent adalah pelopor jenis sihir unik mereka sendiri. Mereka dapat mengembangkan Mantra dan Teknik sihir umum agar dapat mendukung Talent mereka. Contoh yang baik untuk Talent yang mengembangkan mantra sihir sendiri adalah Zain dan Eideth.
Talent milik Zain adalah [Starlight Magic], dengan menggunakan mantra sihir Ia dapat mengembangkan sihir baru yang memanfaatkan Talentnya sebagai pondasi. Sama halnya dengan sihir TTRPG yang Eideth gunakan selama ini. Namun pemilik Talent bukanlah serba bisa. Mereka terhalang oleh pemahaman akan Talent dan improvisasi sumber luar. Eideth sering melihat Zain mencoba mencari mantra yang cocok dengan atribut cahaya dari Talentnya. Salah satu sihir yang Ia kembangkan dari mantra sihir umum adalah untuk memperkuat pedangnya ketika mereka berduel.
Eideth belum pernah melihat implementasi Talent menggunakan Teknik sihir jadi Ia tidak punya contoh untuk mereka. Ia berpikir mungkin cara kerjanya secara garis besar akan sama. Eideth juga berpikir memakai Teknik sihir saat Ia memakai kelas yang fokus dalam pertarungan fisik dan jarak dekat seperti Barbarian. Namun Ia masih tidak dapat memadukan mereka untuk saat ini. Eideth berpikir Ia masih punya kesempatan untuk berkembang.
Eideth mengakui masalah terbesar Talent adalah fleksibilitas dan implementasi. Ia sudah menyadari ini sebelumnya. Eideth harus menerjemahkan mantra sihirnya dengan aturan Artleya. Mengingat Eideth berniat mengumpulkan semua mantra sihir dari setiap kelas, ada 500 mantra lebih yang harus Ia terjemahkan, belum termasuk mantra baru yang ingin Ia ciptakan sendiri. Bahkan seorang penyihir butuh waktu untuk mengisi buku sihir mereka dengan beberapa mantra. Eideth sedikit tidak optimis melihat tembok tinggi itu.
Eideth menampar kedua pipinya untuk menyadarkan diri, "Aku pasti bisa" gumamnya. Lagipula itu adalah sihir yang akan Ia pakai sepanjang hidupnya, Ia punya banyak waktu. Ia juga bersemangat untuk bereksperimen dengan Teknik sihir saat Ia sudah cukup mahir dengan mereka. Liur keluar dari mulutnya selagi Ia membayang berapa banyak kombinasi yang bisa Ia lakukan dengan Mantra dan Teknik sihir.
…
"Aku tidak yakin Ayah, Ibu" jawab Gyslaine. Ia menunjukkan keraguannya untuk dibangkitkan kembali, berpikir ini adalah hal yang tidak normal untuk mencurangi kematian. Ditambah Ia tidak mau orang lain di usir dari alam kematian hanya karena Ia dapat hidup kembali menjalani sisa hidupnya yang seharusnya. Kaisar dan Permaisuri kesulitan membujuk Gyslaine, akhirnya mereka memberi bujukan terakhir. "Bisakah Kamu setidaknya mendengarkan perkataan orang yang membawa Kami disini, Ia yang menyarankan untuk membangkitkanmu" ujar Kaisar. Gyslaine kesulitan untuk menolak, akhirnya Ia pun setuju untuk mendengarkan orang yang dimaksud ayah dan ibunya.
"Halo… Tuan Eideth" panggil Gyslaine. Eideth terkejut dan mengusap liur dari mulutnya sebelum berbalik menghadap tuan Putri. "Tuan Putri… Aku mengerti, karena Anda disini berarti Anda masih tidak yakin ya" tebak Eideth tepat sasaran. Eideth memikirkan apa yang ingin Ia katakan untuk meyakinkan Gyslaine. "Tuan Putri, Saya akan jujur, Saya mengajukan usulan ini bukan karena perintah Dewi" ungkapnya.
Eideth mengakui semuanya di depan keluarga Kekaisaran. Ia tidak melupakan pengaruh Dewi dengan perkembangan sihirnya tapi bukan itu alasannya. "Aku tidak terima tuan Putri mati begitu saja, Anda begitu baik dengan Saya ketika upacara kedewasaan Saya waktu itu, ah… jika tuan Putri ingat tentunya" Eideth merasa Ia terlalu sok akrab dengan Gyslaine. Eideth menjelaskan Ia senang dengan kedatangan Gyslaine waktu itu dan berterima kasih sudah mengobrol dengannya. Karenanya upacara kedewasaannya waktu itu tidak terasa terlalu buruk.
Mendengar itu, Gyslaine tertawa. Ia sedikit tidak menyangka Ia akan dibangkitkan kembali hanya karena keegoisan kecil seperti itu. "Meskipun begitu, Saya tidak berbohong tentang kumunculan pahlawan, Ia akan muncul di era ini dan Saya ingin tuan Putri mendukungnya" jelas Eideth. Kaisar bertanya bagaimana Eideth bisa tahu dengan yakin tentang hal itu. "Saya punya… kenalan dari kuil… ya" jawabnya dengan canggung.
"Meskipun Saya bisa membangkitkan Anda diluar kemauan tuan Putri, Saya ingin menanyakan, apakah Anda ingin hidup kembali" tanya Eideth sambil berlutut didepannya. Gyslaine diam sejenak sebelum menjawab, "ya, Aku ingin hidup kembali, kumohon bangkitkan Aku". Gyslaine sebenarnya tidak punya alasan untuk hidup kembali dan Ia sudah menerima takdir itu sebelumnya. Namun kini Ia punya sebuah tujuan baru untuk hidup, untuk membantu sang Pahlawan.
"Baiklah, karena pembicaraan ini sudah selesai, sudah saatnya Kami semua kembali" ujar Eideth. Ia meminta Gyslaine untuk menunggu dirinya di bangkitkan karena ada beberapa persiapan yang harus Ia buat. Gyslaine mengerti dan berjanji untuk menunggu dengan sabar. Eideth menempelkan kedua tangannya seperti berdoa untuk membawa mereka semua kembali. Dalam hatinya Ia berkata 'Mystra, Zatharna, siapa saja, tolong bawa Kami kembali, Aku tidak tahu cara Kami pulang' ujarnya. Eideth agak ragu karena Ia tidak mendapat respon apapun berpikir apakah cara komunikasi ini salah. Ia ingin menggunakan ponselnya tapi tak mau terlihat aneh, 'menelpon dewa, mana mungkin itu normal' pikirnya.
Beberapa menit kemudian, Mystra (Dewa perbatasan) memahami maksud Eideth dan mengembalikan mereka kembali ke Istana kerajaan. Mereka tersadar kembali di tubuh mereka di ruangan itu. Eideth segera menuliskan sesuatu di secarik kertas, "yang Mulia, ini adalah bahan-bahan yang Saya perlukan untuk mantra ini". Eideth memberi daftar bahan-bahan untuk mantra pembangkitan tersebut, "kalau begitu saya permisi dulu".
Kaisar melihat secarik kertas di tangannya dan berpikir untuk sejenak. "Apa dia baru saja lari agar tidak dimarahi karena berbohong padaku" tanya Kaisar pada istri dan anaknya. Mereka mengangguk memikirkan hal yang sama. Kaisar hanya menghela nafas sambil membaca isi daftar itu, Ia kemudian menghadap kembali pada keluarganya. "Ayo Kita jemput Gyslaine" ajak Kaisar.
…
Eideth kembali ke klinik karena hanya itu tempat yang Ia ketahui di istana. Ia mendapat waktu sendiri disana, sesuatu yang Ia butuhkan untuk mengontak Game Master. Eideth membuka ponselnya memanggil Zatharna untuk mendiskusikan sesuatu dengan yang lain. Ia berbaring di atas ranjang tidur agar jiwanya bisa pergi ke domain Zatharna.
Setelah sadar dalam domain Zatharna, Eideth langsung saja membahas rencananya dengan mereka. Para GM sudah tahu apa yang Eideth kerjakan dan ingin tahu bagaimana Ia akan menyelesaikan masalah tersebut. Eideth mengajukan sebuah lembar karakter dari berkas buku catatannya. Hal itu sama seperti saat Eideth mengajukan Halq (Chronurgy Wizard Level 20) pada Zatharna.
Eideth mengaku pada Fawn dan Ryx bahwa Ia punya banyak karakter yang sudah Ia mainkan selain Halq. Zatharna tidak masalah dengan hal itu namun karena Ia bukan satu-satunya GM seperti dulu, Ia perlu menanyakan pendapat saudarinya. Fawn dan Ryx akan mengizinkan dengan satu syarat, Ia ingin mendengar kisah karakter itu hingga Ia mencapai level saat ini. "Ayolah teman-teman, Kalian serius? Ini karakter level 20, Aku menghabiskan beberapa tahun memainkan ini" Eideth berkata ceritanya akan sangat panjang tapi mereka masih bersikeras. "Kamu punya banyak waktu Eideth, lebih tepatnya, waktu bukan masalah disini" ujar Zatharna menyuruh Eideth bercerita.
Mau tidak mau, Eideth mulai menceritakan sesi permainannya dengan karakter tersebut. Ia menceritakannya dengan sangat detail mulai dari alur cerita, kutipan dialog, dan latar cerita. Ia seperti menceritakan sebuah film hingga detail terkecil. Eideth menceritakan kisah itu dengan penuh perasaan setiap kali Ia mengutip perkataan temannya yang merupakan pemain lain. Ada sedikit nada rindu dan nostalgia dalam perkataannya membuat kisah itu kian menarik.
Eideth tidak mengurangi cerita itu sedikitpun. Sebuah kisah yang lengkap dari awal hingga akhir. Ia memastikan untuk mencantumkan semuanya, tambahan dari catatan yang Ia tulis hingga apa yang Ia ingat lewat ingatannya. Setiap kali ada bagian dimana mereka bercanda, Eideth memastikan menjelaskan lelucon itu supaya para Dewi mengerti. Eideth juga menjelaskan perkembangan karakternya dari setiap level dengan jelas, menunjukkan bekas penghapus di kertas itu.
Ia pun sampai pada kesimpulan dari cerita itu, dimana semua karakter mendapat akhir dari cerita mereka. "Dan itulah bagaimana karakterku, Falyn, mendapat mantra [Resurrection] dari Dewi bulan untuk membangkitkan kembali keluarganya. Untungnya grupnya sudah menabung dahulu hari untuk membeli semua bahan untuk mantra itu. Camie pun dapat berkumpul kembali dengan keluarganya. Tamat". Zatharna dan Dewi lain bertepuk tangan dengan meriah menyoraki kisah itu, Deith juga bertepuk tangan bersama mereka.
"Jadi, bisakah Aku memainkan Falyn, Twilight Cleric level 13 ini" Zatharna dan GM lain setuju. Tak lama kemudian, Ryx bertanya, "tunggu, karakter ini kan Perempuan" tunjuknya. Mereka langsung berpikiran negatif Eideth akan mengubah penampilannya untuk memainkan karakter tersebut tapi Ia membantah. "Tentu saja tidak, Aku gak akan Crossdress ya, beri saja Aku aura nyaman keibuan saat memainkan karakter ini untuk kameo" jelasnya.
Eideth mulai mendeskripsikan kembali rupa Farlyn. "Ia seorang wanita berambut pirang. Ciri yang paling menonjol darinya adalah Ia jarang bicara dan selalu menutup matanya namun entah bagaimana Ia dapat melihat. Ia hanya membuka matanya jika Ia sedang dalam kondisi emosional yang serius. Ia memakai jubah yang menutupi seluruh tubuhnya, memakai sebuah tongkat untuk merapal, kurasa Aku dapat berpakaian seperti itu dan meniru karakternya, tapi Aku tidak akan crossdress mengerti" serunya.
Zatharna setuju dengan usulan itu berkata Ia menunggu pertunjukkan Eideth nanti. Eideth berkata Ia akan mempersiapkan yang terbaik karena ini adalah pertunjukkan terakhirnya sebelum Talentnya di nyalakan ulang. Eideth mengingatkan bahwa selama Talent diberhentikan sementara, Eideth akan kembali ke dirinya yang hanya bisa memakai Teknik sihir. "Jangan khawatir, Kita masih dapat berhubungan melalui ponsel yang kupinjamkan, ini hanya pembersihan sementara, tanpa Kalian sadari, Kita akan bermain lagi seperti biasa" ujarnya.
Eideth tidak ingin para Dewi khawatir Ia tidak akan bermain lagi dengan mereka. Eideth pun mengusulkan sistem catatan sementara. Eideth akan tetap bermain TTRPG walau Talentnya tidak aktif dan GM akan mencatat semua poin Exp yang Ia dapat untuk dikonversi kemudian hari. Mereka setuju dengan usulan itu namun khawatir apa Eideth mampu. "Apa maksud Kalian" tanya Eideth. "Kamu tahu semua kelebihan dari TTRPG seperti mantra unikmu, Spell Slot, bahkan keuntungan dari istirahat panjang takkan bisa Kamu dapatkan diluar Talent" ungkap Zatharna.
Eideth sadar Ia bermain dengan api disini. Jika Ia tidak ingat informasi penting itu, Ia bisa melompat masuk kedalam masalah tanpa pikir panjang. Eideth mengaku Ia terlalu mengandalkan keuntungan istirahat panjang. Jika Ia tidur atau istirahat selama delapan jam, Eideth dapat pulih dari semua luka hingga kondisi tubuhnya kembali prima. Ini adalah konsep biasa dalam permainan namun dalam kehidupan nyata, itu adalah kemapuan yang curang.
Orang biasa umumnya perlu istirahat beberapa hari. Jika mereka mendapat luka yang serius, mereka perlu istirahat beberapa minggu hingga beberapa bulan. Eideth hanya perlu istirahat delapan jam untuk memulihkan semua luka itu. Walaupun Zatharna dan GM lain menaruh beberapa batasan, Ia dengan mudah mengeksploitasi kemampuan itu. Eideth mengingat beberapa kejadian saat petualangannya dimana Ia seharusnya mati karena kelalaian jika bukan karena fitur TTRPG itu.
Eideth berterima kasih karena Zatharna sudah mengingatkannya. Ia berjanji untuk lebih berhati-hati dan meminta GM untuk menyetujui rencana mereka itu. Setelah semua persiapan selesai, sudah saatnya Eideth kembali. Ketika Eideth bangun, Ia sudah merasakan kekuatan Talentnya mulai padam, menunggu untuk pembersihan ulang. "Tolong tunggu sebentar lagi, Aku akan segera selesai disini" ujarnya berharap para kontraktor IDC mendengarnya.