Chereads / Void Frame: Reincarnation Strongest Demon King LEVEL 1 (Indonesia) / Chapter 59 - Ketidakpedulian terhadap lelaki

Chapter 59 - Ketidakpedulian terhadap lelaki

"Bagaimana, Charly? Apakah seragam ini cocok untukku?"

Astela Rainford, wanita berusia 19 tahun yang selalu tampil menawan meski tak pernah berdandan atau semacamnya. Astela melakukan hal tersebut bukan karena ingin mempercantik dirinya agar para pria yang selalu mengejarnya bisa melihatnya.

Astela sendiri sangat tidak suka jika orang tiba-tiba mendekatinya tanpa alasan, ini semua hanyalah kepentingannya sendiri yang berusaha mengubah kebiasaan buruknya menjadi sesuatu yang lebih berarti padahal taruhannya adalah para pria yang selalu mengejarnya.

"Tentu saja! Sekalipun aku berwujud laki-laki, saya pasti akan mendekatimu karena kecantikan alami meski tanpa perhiasan seperti orang lain."

Astela sedikit tersipu, pipinya tiba-tiba memerah saat Charly mengatakannya dengan jujur.

"Su-Sungguh?"

"Ya, kenapa saya harus berbohong?"

"Sungguh ....?!" Kata Astela masih kurang yakin.

"Iya benar, bahkan anak laki-laki di sekolahmu selalu mengincarmu, kan?"

"Itu benar, tapi ...." Wajah cemberut, bergumam sambil membuang muka. "Tidak ada satu orang pun yang kusuka dari mereka! Bahkan kakak kelas pun tidak membuatku merasa ingin berteman dengan mereka atau suka kepada mereka."

Charly bingung, ekornya bergerak-gerak dengan kepala agak miring, dia bertingkah seperti kucing rumahan pada umumnya.

"Hmmmm, kenapa anda begitu membenci laki-laki? Masih banyak laki-laki yang baik juga, kan? Apa anda mengkhawatirkan sesuatu tentang laki-laki?"

"Tidak. Tapi, entah kenapa aku tidak mau melakukannya. Mungkin terdengar merepotkan. Emmm, aku tidak tahu bagaimana perasaan ini bekerja. Bahkan laki-laki paling tampan di 3 kelas pun membuatku tidak tertarik sama sekali."

"Dengan karaktermu yang seperti ini, mungkin ada benarnya. Aku hanya tahu kalau gelar mereka sudah setara dengan dewa. Benarkah?" Charly bertanya.

"Kamu benar, sebenarnya semua orang di kelasku memiliki gelar yang berbeda-beda. Yah, aku tahu mereka keren, hebat, dan berada di level paling teratas. Tapi ...."

Nyatanya, Astela memang benar-benar sudah tidak peduli dengan para lelaki yang selalu mengejarnya.

"Tapi?"

"Tidak ada satupun yang aku suka dari mereka."

"Sepertinya para lelaki di sana kesulitan, ya. Anda benar-benar wanita mahal, Nona Astela."

"Begitu ya."

Tidak mengerti perasaan? Ya, setiap orang mempunyai pemikirannya masing-masing, tidak ada yang melarang mereka untuk ingin memiliki pasangan. Tapi, bagi Astela, itu adalah hal lain.

Ia mengira itu semua hanyalah permainan penderitaan yang lama kelamaan akan membuatnya merasa terbebani dengan perasaan tak jelas yang terus menyerang hati dan pikirannya.

Bersikap polos dalam memiliki perasaan memang lebih baik daripada bersikap terlalu terbuka sehingga kamu merasa semua akan terasa baik-baik saja.

Karena bagi Astela laki-laki adalah sesuatu yang sangat merepotkan dan menyebalkan, bahkan dia sendiri tidak terlalu memikirkan bagaimana perasaan laki-laki yang mengincarnya.

"Jadi, siapa yang pantas dan berhak untuk selalu berada di sisi Nona Astela?" Charly terus bertanya tanpa memikirkan apa yang dipikirkan Astela tentang para lelaki yang selalu membuatnya kesal.

Astela menoleh ke arah Charly, lalu mengangkat tubuhnya dengan wajah tatapan yang tersenyum manis. Seakan-akan semuanya terasa membingungkan bagi Charly.

"Kenapa wajah anda tersenyum seperti itu?" Charly menambahkan sambil melihat wajahnya yang berseri-seri.

"Menurutmu? Kenapa aku tersenyum seperti ini padamu? Hei, apa kau tahu?" Astela bertanya seraya sedikit memiringkan kepalanya dengan senyuman.

"Tidak, aku tidak paham. Kau ingin aku mencarikan pasangan yang pas?"

"Tidak, aku tidak membutuhkan itu untuk sekarang."

Firasatku agak buruk setelah melihatnya seperti ini.

Charly merasa gelisah, terlihat jelas di wajah dan kedua matanya.

"Hebat, ya. Gaya bicaramu benar-benar sudah seperti manusia biasa, ya."

"Apakah itu bagus?"

"Khe— Charly ...?" Dahi Astela berkedut, dia merasa sedikit kesal setelah Charly bertanya balik dengan nada datar.

"Mengapa ekspresi anda tiba-tiba menjadi seperti itu?"

"Tidak ... Kau benar tidak tahu?"

"Siapa? Ada apa? Dan kenapa?"

Astela masih memasang wajah senyum dan bergumam. ".... EHehehemmm ... Yakin? Ini akan menyenangkan, lho."

Apa maksudnya ...?

Menghela nafas, kucing hitam yang tidak peka. ".... Dasar ... Kamu benar-benar membuatku merasa tidak punya orang lain saja."

"Huh?"

"Tidak, rasakan ini!!"

"Tunggu ... Hughhhkkk ....!"

Astela dengan cepat memeluk Charly sekuat tenaga di dadanya dengan wajah geram dan perasaan kasih sayang karena lucu melihat sikap Charly yang bisa berbicara lancar seperti itu. Alih-alih Charly merasa senang karena diperlakukan seperti itu, ia malah merasa tertekan karena pelukan kuat yang diberikan Astela padanya.

Astela menempelkan pipinya ke kepalanya, mengusapkannya di kepala Charly sambil menggelengkan kepalanya dengan lembut, seperti seorang tuan yang terlalu menyayangi hewan peliharaannya.

"Kau benar-benar seperti bantal. Bulumu lembut sekali Charly."

Hentikan ....

"Meskipun kamu adalah seekor kucing yang dulunya berbicara seperti robot rusak, aku tidak peduli jika itu kamu. Karena sekarang kamu adalah kucing kesayanganku."

Itu memang benar ... Aku dulunya hanya sistem bodoh yang tidak bisa berbicara dengan baik. Tetapi ... Perasaan ini ....

Astela terus memeluknya dengan tekanan yang lebih terasa, membuat Charly semakin tertekan.

Tunggu ....!

"Charly, kamu satu-satunya teman yang selalu ada untukku. Aku tidak tahu apa jadinya aku tanpamu meski kamu hanya sebuah sistem." Jawab Astela terus menekan pelukannya.

Tunggu, tunggu! Aku tahu aku adalah sistem yang berbentuk kucing ... Tapi, jangan membuatku ingin mati seperti ini juga!

Charly merasa sesak napas, ia sungguh tertekan dengan eratnya pelukan yang membuatnya merasa mati nyaman.

"Jika kamu ingin mengetahui jawabannya ... Mungkin hanya kamu yang bisa membuatku seperti ini, Charly. Karena kau adalah kucing sistem favoritku yang selalu ada di mana pun aku sedih. Jadi, kamu tidak perlu khawatir tentang aku yang berubah menjadi seperti ini."

"A-a ... Meski begitu ... Bisakah anda memberiku sedikit nafas?"

"Ohh, maafkan aku. Tapi, bukannya kamu suka kalau aku memelukmu seperti ini?"

Charly Menghela nafas di dalam dirinya karena berhasil keluar dari kesempitan luar biasa yang membuatnya merasa lega.

Hahhhhh, itu memang 2 bantal yang sangat empuk ... Bagiku, itu mungkin sesuatu yang akan membuatku mati dengan rasa kenyamanan yang berlebihan, padahal itu adalah kenyamanan yang tidak boleh diberikan kepada orang lain ....

Astela menambahkan, bertanya lagi, bingung. "Ada apa Charly? Apa kamu sedang memikirkan sesuatu?"

"Tidak ada. Aku hanya memikirkan sesuatu yang tidak penting."

"Apakah kamu bersungguh-sungguh?" Astela menatapnya dengan tidak percaya.

"Tentu saja! Jika ada informasi tentang jadwal misi harianmu, aku pasti akan memberitahukan padamu."

Astela menyipitkan matanya. "Jika kamu ketahuan berbohong padaku, kamu harus tidur di luar!" Astela sedikit menggertak di akhir kata-katanya dengan senyuman.

"Di mengerti. Tapi, itu tidak mungkin bukan? Kalau saya berbohong pada tuanku sendiri."

"Hmmmm, aku kurang percaya karena gaya berbicaramu sudah seperti manusia pada umumnya. Kamu pasti punya pemikiran lain juga bukan?"

Charly merasa takut, bingung kalau dia benar-benar disuruh tidur di luar, dia tidak tahu harus bicara apa lagi.

".... Mana mungkin."

"Hmmmm ... Begitukah."

Tri-tring.

Tiba-tiba suara gadget layar hologram terdengar di sisi lain meja dekat tempat tidurnya.

"Daripada itu, sepertinya kedua temanmu sudah terlalu lama menunggu di sana." Seru Charly yang mencoba memberitahunya, menghentikan pembicaraan yang membuatnya merasa tertekan.

Astela tersadar dan terkejut sesaat. "Eh? Gawat, aku lupa kalau sekarang aku akan berangkat bersama mereka." Astela melepaskan Charly, lalu buru-buru mengambil gadget yang ada di atas meja dekat tempat tidurnya.

(Panggilan video)

(Lucia)

Astela melihatnya, video call dari Lucia yang membuatnya merasa cemas dan bersalah karena membuat mereka harus menunggu, pikir Astela sejenak.

Bagaimana ini? Apakah mereka akan marah padaku? Hmmmmmm, aku tidak yakin jika ini adalah masalah besar. Ini pertama kalinya aku bisa berjalan bersama dengan teman pindahan.

Aku harus menerima panggilan teleponnya.

Astela merasa yakin bahwa semuanya akan baik-baik karena tidak ada pilihan lain.

Astela menggerakkan layar sentuh hologram dengan jari telunjuknya ke bawah, seketika memproyeksikan cahaya layar monitor hologram muncul di hadapannya.

Ini mungkin sebesar monitor komputer pada umumnya.

Lucia dan Liza memandangnya dari sana, jauh di halte.

"Hallo!" Seru Liza menatapnya dengan wajah datar.

"Astela-san ...." Lucia tersenyum, memanggil namanya seolah Lucia ingin memberikan pertanyaan padanya.

"Ya?" Astela membalas senyumannya dengan cemas.

"Berapa lama kami harus menunggumu seperti ini? Kita mau berangkat bersama, kan?" Lucia bertanya sambil tersenyum padanya, berusaha sedikit menahan kekesalannya.

"Ehehehe ... maafkan aku." Astela menggaruk pipinya dengan lembut, tidak tahu harus berbuat apa.

Lucia menambahkan, mencoba menenangkannya. "Jangan takut seperti itu ... Ayo berangkat Astela-san. Sebelum kita—"

Liza menyela, mendorong Lucia ke samping kiri untuk melihat lebih jelas ke depan layar monitor kamera dari sana. Mata Liza terbelalak, mencari sesuatu.

"Hei, apa yang akan kamu lakukan Liza?"

"Di mana kucingnya? Pasti itu salahnya karena kamu selalu memanjakannya, kan?" tanya Liza dengan wajahnya yang memenuhi tampilan layar monitor hologram Astela.

"Uh? Maksudmu Charly?" Astela terkejut sesaat, lalu menunjukkan Charly yang ada di belakangnya. "Ini kucingku. Ya, kamu benar, dia selalu ingin dimanjakan."

"Apakah kamu tidak berbohong?" Liza terus mendekatkan wajahnya.

"Tidak terlalu."

"Benar-benar?" Liza terus mendekatkan wajahnya, kini hanya satu mata yang terlihat dari monitor Astela yang berkedip-kedip tak percaya.

"Ya. Tapi, kenapa kamu harus melihatnya seperti itu juga?" Astela bertanya penasaran, merasa khawatir.

"Tidak apa-apa. Ohh, namanya Charly ya. Sepertinya dia bukan makhluk biasa."

"Bukan "makhluk biasa"?"

Liza melihatnya, Charly hanya menatapnya sejenak dan tidak menjawabnya sama sekali selain menjilati tangannya sendiri.

"Apakah ini benaran kucingmu?" Liza bertanya sekali lagi dengan nada datarnya.

"Benar. Ada apa emang? Dia manis, bukan?"

"Ya, aku ingin membunuhnya. Berikan padaku."

Seketika Astela kaget setelah Liza mengatakannya dengan santai, dia bahkan tidak percaya bahwa Liza akan mengatakan itu.

Bahkan Charly sendiri tidak memperdulikan hal itu dan terus menjilati tangannya (mencuci muka).

"Ehh? Kenapa kamu ingin "membunuh" dia?"

"Dia manis, kan?"

"Ya, kamu benar. Tapi ...."

"Ya. Itulah jawaban kenapa aku ingin membunuhnya."

Astela semakin bingung, tidak mengerti maksudnya.

Ehhhhhh ... Apa maksudnya? Setertarik itu dia ingin membunuhnya?

"Sudahlah, jangan dianggap serius juga Astela-san. Liza memang seperti itu, nanti kamu akan tahu sifat aslinya." Ucap Lucia sambil menariknya ke belakang sehingga dia bisa melihat Astela yang berada di depan layar monitor hologramnya.

"Tunggu saja, kucing rumahan!" Liza menambahkan ketika Lucia menariknya kembali.

Apakah sikap mereka benar-benar seperti ini? Entahlah, sepertinya semuanya akan baik-baik saja. Mungkin, aku harus menjelaskannya terlebih dahulu pada mereka.

.

.

**********