Aku meraba-raba rambut, pipi, dan dada- tidak lupakan bagian itu. Dan semua yang kurasakan tidak lain adalah tubuh anak perempuan. Ketika aku bergerak di depan cermin, maka pantulannya akan tampak seperti apa yang kulakukan.
Di ruangan ini juga tidak ada siapapun, jadi sudah bisa ditetapkan kalau anak perempuan ini adalah aku, Asano Yuji yang sudah mati.
Tapi mana mungkin aku bisa menerima semua hal bodoh ini dengan sangat gampang. Aku menepuk-nepuk pipiku, mencoba menyadarkan diri karena siapa tahu aku terkena ilusi dari sihir musuh, atau hanya bermimpi buruk.
Setiap kali aku memukul pipi yang ada malah rasa sakit jadi kuhentikan.
Sambil menatap sosok imut di cermin aku menghela napas.
"Kenapa aku berada di tubuh anak kecil ini? Apa Dewa mempermainkanku! Dasar Pak tua itu, akan kubunuh!"
Aku berteriak sekencang mungkin, ini adalah gejolat emosi paling tinggi yang pernah kualami. Tidak hanya membuat kesalahan hingga membunuhku sekarang Pak Tua itu juga menaruh jiwaku ke tubuh anak kecil imut ini.
Akan kubunuh, dia serius!
Aku mengertakan gigi dan menggulung baju lengan panjangku seperti seorang yang siap berkelahi, namun ketika aku melakukanya, aku melihat diriku sekali lagi di cermin dan tersenyum.
Anak ini benar-benar manis..
Baju ini juga terlihat.. imut..
Aku menaikan rok pendekku dan memutar tubuh, sedikit menari. Aku sangat takjub dengan keimutan tubuh gadis ini.
Memikirkan itu entah kenapa membuat pipiku mendidih. Aku menggelengkan kepala agar sadar akan dunia nyata.
Sadar Yuji, kamu lelaki. Jangan terperangkap dengan jebakan Pak Tua itu. Dia pasti sekarang sedang menikmati story ini sambal meminum kopi hangat. Benar-benar Brengsek.
Tok.. Tok..
Sebuah pintu diketuk oleh seseorang, aku menoleh kearah suara pintu tersebut.
"Putri Alice, sarapan pagi anda sudah datang. Silahkan turun, Ayah dan Ibu sudah menunggu."
Sebuah suara perempuan yang terdengar muda. Dia pasti maid di sini, aku menganggukkan kepala. Masih menatap diri sendiri di cermin.
"Baiklah."
"Dimengerti, kalau begitu saya akan kembali melakukan bersih-bersih."
Maid itu tidak mengetuk pintu lagi dan tidak bersuara, sesuai yang dia katakan dia kemungkinan sedang kembali melanjutkan bersih-bersihnya.
Aku masih terpukau dengan gadis imut ini.
"Jadi nama anak ini Alice, ya? Nama yang sangat imut. Tapi kalau keluarga mereka ada di bawah, apa yang harus kulakukan?"
"Hah. Mari lakukan saja yang terbaik."
Aku berjalan kearah pintu dan membukanya.
Setelah menuruni tangga dengan karpet merah yang besar serta terlihat megah.
Aku akhirnya sampai di tempat makan, di sana aku dapat melihat sepasang suami istri yang tersenyum gembira.
"Akhirnya kamu datang juga Alice."
Pria dengan rambut pirang bersuara, dia memiliki tubuh yang besar, namun tidak terlalu gendut dan mata dia berwarna biru sama sepertiku. Dilihat sekilas saja aku tahu, dia adalah Ayah di kehidupan kedua ini.
"Ya, Ayah. Aku tadi tertidur, hahaha~"
Aku tidak tahu bagaimana karakter dari gadis yang kugunakan sebagai tubuh ini, tapi sewajarnya anak-anak suka bercanda. Jadi aku berpura-pura.
"Itu karena kamu terlalu banyak membaca buku jadi kamu kurang tidur, kan."
Kini Seorang perempuan muda berkomentar dengan sedikit tertawa. Dia memilik perawakan sama persis denganku. Rambut berwarna silver dan matanya yang biru seperti langit, wajahnya juga sangat cantik.
"Itu benar, Alice. Membaca buku memang penting, tapi jangan terlalu berlebihan."
Aku memberikan senyuman manis dan memiringkan kepala.
"Ya, Ayah dan Ibu. Alice paham~"
Ketika aku melakukan ini, terlihat wajah kedua orang tua tersebut merona. Mereka pasti terpesona akan keimutan gadis kecil ini.
"Alice, kamu sangat imut… Sini duduk dipangkuan. Anakku."
Sang Ayah yang tidak aku tahu Namanya berkata dengan menampilkan senyuman yang bagiku menjijikan. Tapi entah kenapa aku malah merona dan merasa malu.
"A.. a.. Ayah Alice sudah dewasa jangan berkata seperti itu, dong, bodoh!" ucapku setengah berteriak dengan wajah merona.
Sial, apa-apaan perasaan ini. Jika aku menggunakan tubuh lelaki pasti pak tua itu sudah kuludahi dan aku pasti tidak akan merasakan sensasi jijik, bukan malu seperti ini.
"Ayolah, nak. Ayah sangat berharap besar kepadamu!" Dia memohon dengan wajah menyedihkan dan menyatukan kedua tangan miliknya.
Melihat ini aku jadi sedikit iba dan memang aku sudah lama tidak merasakan sensasi seorang Ayah, jadi aku tidak punya pilihan selain menurut.
Ingat ini bukan seperti aku menyukai Ayah ini, atau semacamnya… aku hanya, tidak mau menyakiti perasaan dia, jangan salah paham!
Wajahku makin memerah dan hangat ketika berpikir seperti itu dengan kepala yang menunduk, berusaha untuk menyembunyikan rasa malu aku berkata, "I… Iya, Ayah. Tapi hanya untuk kali ini! Jangan minta lagi." Aku mengembung kan pipi dan berjala kearah Ayah.
Dia terlihat kelelahan jadi aku terpaksa mengikuti keinginannya. Aku berjalan dengan wajah menunduk dan duduk di pangkuan Ayah.
Ketika melakukan ini aku dapat merasakan kehangatan yang mengalir dari pipi ke sekujur tubuhku. Ayah mengelus rambutku dengan lembut.
"Ayah… jangan mainkan rambut Alice, Mo~"
"Maaf, tapi Alice terlalu imut."
"… Jangan terus panggil 'imut!' itu memalukan… Alice sudah dewasa."
Dengan perkataan tersebut Ayah berhenti mengelus kepalaku dan menatap serius.
Gawat aku terlalu berlebihan, aku sejatinya tidak tahu kepribadian Alice jadi seharusnya aku tidak usah terbawa suasana..
Aku menyadari hal itu dari awal. Tapi entah kenapa aku tidak bisa menghilangkan rasa malu dan gugupku ketika Ayah membelai kepala ini, mungkin kata-kataku kasar, namun sebenarnya…
"Maaf Ayah… jangan tatap Alice dengan mata serius seperti itu, apa Ayah benci Alice?"
"Eh? Apa yang kamu katakana Alice? Aku hanya berpikir entah kenapa hari ini kamu lebih jujur dan sedikit pemalu…"
Setelah selesai mengatakan itu Ayah menyeka Air mataku dan berkata dengan nada hangat.
"Ayah mana mungkin membenci Alice, apa yang kamu pikirkan?"
"Itu benar, Alice. Dia sangat suka dengan anak-anak, bahkan dia minta lebih banyak anak ketika aku sedang di ranjang. Hahaha~"
Itu bukan candaan yang cocok untuk Anak kecil, tapi sepertinya Ibu Alice menganggapku tidak paham dengan maksudnya. Tapi itu salah besar, aku adalah pria tentu saja makna bermain di ranjang terdengar sangat familiar.
Mungkin sedikit mempermainkan mereka akan asik
"Ne, Ibu, Ayah? Apa maksudnya di ranjang?" tanyaku dengan sok imut.
Dengan pertanyaan ini muka kedua suami istri itu memerah karena malu. Hehe sesuai rencana
"Ehem, Ranjang. Itu adalah permainan yang dilakukan oleh pria dan perempuan."
Jawabanan berasal dari Ayah. Ini adalah alibi yang baik, mungkin bisa menipu beberapa anak sekitar, tapi aku tidak naif. Aku akan menyerang dengan pertanyaan memalukan sekali lagi.
"Kalau begitu Alice mau bermain di ranjang bersama dengan Ayah!"
Aku membesarkan suara, hampir terdengar satu ruangan dan dengan cepat kami menjadi pusat perhatian para pelayan di sini.
"Eh.. Bagaimana ya-"
"Sayang kamu tidak akan berani melakukan itu, kan?" tanya Ibu dengan aura gelap yang menusuk kulit siapapun yang melihat. Senyuman manis yang biasa dia keluarkan sekarang menjadi sangat menakutkan.
"M-mana mungkin! Dia anakku. Aku tidak sebejat itu."
"Tapi, jika dia menjadi dewasa dan aku mulai menjadi keriput seperti nenek-nenek, kamu bisa saja melakukan itu dengan anak ini atau gadis cantik yang lainnya."
Ibu terlihat cemberut dan dari sudut pandang lelaki sepertiku, ini adalah cara cemburu yang imut. Di pikir di manapun mana mungkin seorang suami akan melakukan hal seperti itu, tapi Ibu cemburu sampai ke anaknya sendiri, ini menggambarkan seberapa cinta dia dengan suaminya.
"Dengar Erena, aku hanya ingin denganmu. Aku hanya menaruh c-cinta untukmu, bukan ke orang lain! Meskipun Alice menjadi cantik dan kamu menjadi nenek-nenek aku tetap mencintai istriku!"
Dengan wajah merah padam dan jantung yang berdetuk Ayah berteriak lantang. Kedua orang ini menjadi pusat perhatian pelayan di rumah, namun para pelayan hanya tersenyum melihat perkelahian kecil antar suami istri.
"A.. a… aku mengerti Aron, maaf sudah berpikir buruk, aku tahu kamu bukan orang seperti itu, tapi. Aku takut jika suatu hari kamu tidak mencintaiku karena aku yang makin menjadi tua."
Ibu yang kutahu Namanya Erena, tampak malu-malu. Dia menundukkan kepala dan memainkan rambut silver miliknya. Mata biru bagaikan langit miliknya sedikit berair, menunjukan bahwa dia terharu akan ungkapan Aron, Ayahku.
"Jangan berkata bodoh, kamu seperti mengatakan bahwa aku hanya mencintai wajahmu saja."
"Jika bukan perawakanku saja, terus apa yang kamu su-sukai dariku?"
Apa-apaan dengan komedi romantis ini, aku jadi sedikit jijik.
"Aku menyukai cara kamu yang terkadang malu-malu, sikap yang susah jujur, masakanmu, suaramu, sikap yang kadang mengekang, dan bla bla bla bla…"
Ayah terus berkomentar segalanya tentang ibuku, setiap Ayah berkomentar wajah ibu semakin memerah. Berkat momen ini juga aku sedikit tahu bagaimana sikap ibu, ini semua berkat Ayah yang menceritakan segala kekurangan serta kelebihan ibu.
Merasakan rasa malu yang luar biasa wajah ibu menjadi sangat merah, dia berteriak. "Stop! Aku tahu Aron, jadi berhenti mengatakan itu semua… memalukan."
Hari ini aku dapat menyimpulkan bahwa ibu adalah tipe 50 persen tsundere dan 50 persen kudere. Dia kadang terlihat dingin, tampak tidak tanpa emosi, tapi kadang juga bisa menjadi malu-malu seperti ini.
Sungguh maha karya, aku bertanya-tanya Dewa mana yang menciptakan waifu seperti ini?
Author be like : Gw yg buat 😁