"Jadi Alice ini sudah waktunya."
"Waktunya apa maksud Ayah?"
Di ruang makan. setelah komedi romantis suami istri selesai, tiba-tiba Ayah mengatakan perihal yang tidak kupahami.
"Akademi, Alice."
Ibu mengedipkan mata dan tersenyum ke arahku, memberi jawaban yang cukup menarik.
Akademi, ya? Apakah aku bisa berjalan lancar? Maksudku tubuh ini adalah perempuan, akan sangat aneh bila sikap dan tubuh bertolak belakang.
Kuharap tidak akan terjadi hal yang merepotkan.
"Jadi Alice akan pergi ke sekolah setelah ini?" tanyaku dengan wajah polos. Kuharap kalian tidak salah paham, aku harus pura-pura sok imut, ini bukan seperti aku suka menjadi imut dan mulai feminim.. aku hanya tidak ingin orang lain salah paham, jadi jangan salah paham dan memikirkan yang tidak-tidak.
"Itu benar Alice," sahut ibu dengan senyuman manis di wajahnya.
"Di sana kamu juga bisa mulai belajar sihir Alice, jadi aku harap kamu menikmati hidup sebagai siswa."
Sihir, ya? Ini semakin menjadi menarik. Jika di dunia ini ada sihir, mungkin aku bisa mengubah gendreku menjadi lelaki dan aku akan menjadi normal.
Itu benar, jika aku berada di akademi sihir plot di mana aku menjadi lelaki pasti akan terhubung.
Karena itulah aku menjadi sangat bersemangat.
"Sihir, sihir.. hehehe~ Alice makin tidak sabar."
Aku tersenyum, sangat bahagia akhirnya kehidupanku yang sebelumnya membosankan akan berakhir dengan adanya sihir pasti akan menjadi menarik.
"Sepertinya Anak kita akan benar-benar bahagia dengan kehidupan setelah ini," bisik ibu ke Ayah.
"Kau benar aku bisa membayangkan dirinya yang akan menjadi penyihir kuat, sebagai putri kerajaan dia harus bersikap dewasa dan bisa diandal-"
Ucapan Ayahku terpotong ketika menatapku. Ada apa, apa aku melakukan sesuatu yang salah? Ketika Ayah terpatung dan terdiam, Ibu juga mengeluarkan ekpresi yang lucu. Muka dia memerah dan menutupi mukanya.
"Ada apa, Ayah dan Ibu?"
"Rokmu Alice! Celana dalammu terlihat!"
Ketika Ibu megeluarkan suara setengah teriakan aku menatap ke bawah dan mendapatkan Rokku yang menampilkan Celana Dalam. Aku dengan cepat merona menahan malu dan memperat cara duduku.
Sial, karena hidup sebagai lelaki aku hampir lupa kalau aku menggunakan rok, barusan kedua pahaku terlalu terbuka sehingga rokku menampilkan celana dalam. Walaupun aku tidak tahu apa yang anak ini gunakan, namun tetap saja memalukan.
"Ah... Anakku ini emang tidak berubah, bagian inilah yang lucu," ucap Ayah dengan godaan di senyumannya.
Seperti air yang mendidih, pipiku memanas hingga sekujur tubuh.
"A.. apa yang Ayah katakana!? Yang... yang tadi Alice hanya lupa.."
Sial ini benar-benar memalukan.
"Tidak perlu khawatir Alice, aku akan mencintai celana dalam anakku bersamaan denganmu."
*Plak
"Dasar Mesum!" Ibu menampar Ayah dengan wajah yang memerah.
Aku setuju dengan perkataanya yang barusan dia katakana sudah terlalu berlebihan. Jika aku menuntutnya pasti bisa kena hukum atas perlindungan loli.
Yah, untuk sekarang lupakan tentang ini dan mari pergi ke kamar. Mungkin di sana aku bisa menemukan sesuatu yang menarik.
Dengan pemikiran seperti itu, aku berdiri dari kursi makan dan meninggalkan seorang istri yang sedang mendisiplinkan suami.
Erena, ibu muda satu ini tampak mengerikan ketika cemburu. Lebih baik aku berhati-hati denganya.
"Dasar Mesum bisa-bisanya kamu mengatakan perilah celana dalam di depan anak kecil!"
Mengabaikan beberapa suara gaduh dan teriakan penderitaan dari Ayah aku menuju di kamar.
***
Sesampainya di kamar aku menghela napas. Jika dilihat lagi dengan teliti ini benar-benar kamar yang besar.
Dinding-dinding berkilauan dalam cahaya, kain tirai menari-nari karena terkena hembusan angin kencang. Setiap elemen di sini terlihat hidup harmonis.
Aku melangkah menatap salah satu meja yang seperti meja belajar di sana, Berbagai jenis buku tertumpuk di sana, ini sedikit aneh. Aku bukan berasal dari dunia ini, namun entah kenapa. Aku dapat membacanya.
Mungkin skil membaca dari Alice sudah membekas di ingatannya.
Beberapa buku yang ada di sini adalah buka pelajaran, novel, dan ada buku harian.
Aku menarik kursi ke belakang dan membaca buku harian itu.
Alasan aku memilih buku harian sebagai bacaan adalah demi mencocokkan sikap serta karakter, agar tidak ada yang curiga dengan tingkah laku putri kerajaan yang tiba-tiba berubah.
Tapi sangat disayangkan buku harian ini seperti memiliki kode angka.
Aku menghela napas pasrah. Mana mungkin aku tahu Kodenya.
Tatapan penuh harapan yang sebelumnya bersinar kini telah menjadi pupuh.
Aku menatap jendela yang menampilkan beberapa burung yang beterbangan, lalu menghela napas.
Semoga saat aku di Akademi tidak terjadi hal yang merepotkan.
***
beberapa minggu telah terlewat dan kini aku mulai masuk ke akademi sihir yang cukup terkenal.
Tapi sebelum masuk tentu saja aku mencoba baju seragam versi akademi dan melihatnya di cermin.
sangat imut, seragam ini sangat terlihat cocok untuk tubuhku.
Aku tanpa sengaja tersenyum memikirkan betapa imutnya diriku, berpakaian seperti ini ternyata cukup asik.
tunggu apa yang baru saja aku pikirkan?
Aku menggelengkan kepala dengan sangat cepat agar pikiran tersebut lenyap hingga tidak tersisa.
Ingat Yuji, kamu laki-laki jangan terbawa suasana.
Tujuanmu adalah belajar tentang sihir dan mencari cara agar bisa berubah kelamin jadi laki-laki kembali.
Saat aku sibuk dengan pikiranku sendiri salah satu maid membuka pintu dan menyuruhku untuk segera turun karena sekolah akan segera di mulai.
"Kya~ imutnya."
Ibu langsung memelukku dengan sangat erat, hingga membuat tubuhku sesak dan mengeluarkan wajah pucat.
"Kamu benar sayang dia benar-benar imut," ucap Ayahku.
Aku menghela napas. Rasanya sangat malu diperlukan seperti ini.
"Ayah, ibu hentikan... Ini memalukan."
Aku mengeluarkan suara yang cukup lirih tanpa kusadari pipku memanas dan menjadi merah padam.
"Kya~ benar katamu sayang dia sangat mengemaskan!" Kini Ayah yang memelukku.
Ini sangat membuatku malu hingga jantungku berdetak. Pipiku menjadi makin memerah.
"H-hentikan Ayah! Moo~ bodoh!"
Ada apa dengan diriku, bisa-bisanya salting dengan pak tua seperti ini. apa aku menjadi gila.
"Sayang, jangan lupakan tentang pembicaraan beberapa hari yang lalu."
Mengatakan hal itu ibu mengeluarkan aura kegelapan yang cukup pekat, beruntung kegelapan itu tidak tertuju untukku melainkan Ayah.
Ayah berkeringat, dia melepaskan pelukannya dariku.
"M-maaf."
Aku tertawa kecil melihat pertengkaran mereka berdua. Ini sangat cukup lucu jika dibayangkan.
Seorang istri yang sangat cemburu bahkan hingga ke anaknya, dan suami yang takut oleh istri. ini beneran menarik.
Tapi senyum itu memudar karena teringat oleh masa lalu burukku.
Kalau diingatkan lagi, aku tidak pernah merasakan perasaan seperti ini. Karena Ayah sudah meninggal bahkan sebelum aku terlahir.
Jadi aku tidak tahu bagaimana perasaannya memiliki seorang Ayah.