Chereads / Go to Another World with The Beautiful Goddess / Chapter 27 - Chapter 26: Rasa kantuk yang tiba-tiba menyerang

Chapter 27 - Chapter 26: Rasa kantuk yang tiba-tiba menyerang

Aku segera menyeret dewi itu ke pojok ruangan, kami sama-sama memiliki ekspresi yang rumit. Estella memiringkan kepalanya dengan bingung ketika dia melihat kami berdua, tapi aku mengabaikannya.

"Oi, apa yang harus kita lakukan sekarang? Bukankah kau bilang semuanya akan baik-baik saja?" bisikku dengan suara yang panik.

"Dasar bodoh, aku juga tidak akan tau jika Crsyta itu merupakan penghalang di desa ini."

"Sial, kau benar-benar tidak berguna."

"Kau bilang begitu, tapi bukankah kau juga sangat bersemangat ketika mengambil Crsyta itu!"

"Ya-Yah, itu..." Aku kesulitan mencari alasan.

Pada akhirnya, ini merupakan kesalahan kami berdua karena bertindak tanpa pikir panjang.

"Nee, Riku, apa yang harus kita lakukan mulai sekarang? Entah kenapa aku merasa berat untuk menatap wajah semua orang," ujar Alicia, bahunya merosot dengan pandangan yang suram.

"Ja-Jangan bilang gitu, aku jadi merasa gitu juga!"

Sial, aku tidak percaya kalau semua kekacauan ini merupakan kesalahan kami sendiri.

Hanya memikirkannya saja perutku sakit sekali.

Ya ampun, bagaimana caranya aku harus membayar ini semua? Kami benar-benar membuatku kesalahan besar yang tak bisa diperbaiki kembali.

Selagi aku memikirkan hal itu, pintu di ruangan ini tiba-tiba diketuk, aku dan Alicia terkejut dan dengan cepat segera memperbaiki penampilan kami untuk kembali ke tempat kami semula.

"A-Ada apa?" tanyaku sedikit panik.

"Riku-sama, Alicia-sama, maaf mengganggu waktu kalian. Tapi, kepala desa memanggil," jawab orang tersebut dari balik pintu.

Mendengar itu, aku dan Alicia saling bertatapan.

Aku penasaran, untuk apa dia memanggil kami?

"Be-Begitu kah? Baiklah, bilang kepadanya kalau kami akan segera datang," ucapku gemetaran.

"Saya mengerti," balas orang itu dan setelah itu dia pergi meninggalkan tempat ini.

Aku dan Alicia menghela nafas lega begitu mendengar langkah kakinya yang sudah menjauh, kami benar-benar sangat panik.

Lagipula siapa pula yang bisa tetap tenang setelah mendengar semua cerita itu. Aku sekarang sudah tidak memiliki muka lagi untuk bertemu dengan Elvy dan para Elf lainnya.

Bagaimanapun, alasan kenapa desa ini hancur adalah salah kami.

Karena kami mengambil Crsyta yang merupakan penghalang untuk melindungi desa ini dari para monster, Estella dan naga itu bisa memasuki desa ini. Jika saja kami waktu itu tidak melakukan apapun, kurasa ini tidak akan terjadi.

Kemungkinan besar Crsyta yang kuambil waktu itu adalah penghalang yang dimaksud dan kodok bersayap kupu-kupu yang pernah Alicia sebutkan sebelumnya kemungkinan adalah roh tingkat tinggi yang menjaga tempat itu.

Mungkin dia berpikir bahwa seorang dewi tidak akan melakukan apapun yang salah, jadi dia dengan baik membiarkan Alicia untuk melihat Crsyta itu.

"Haahh…" Aku mendesah dengan wajah suram. "Apa yang harus kita lakukan mulai sekarang?"

"Riku, aku pikir kita harus meminta maaf dengan benar. Kitalah yang telah menyebabkan kekacauan ini, jadi setidaknya kita punya tanggung jawab juga untuk itu. Ayo pergi ke tempat kepala desa dan meminta maaf. Aku tidak tau apa yang akan mereka katakan atau lakukan jika mereka tau bahwa kitalah yang menyebabkan semua masalah ini, tapi kita tidak ada hak untuk mengeluh dengan itu," ujar Alicia memberikan sarannya.

Mendengar perkataan Alicia, aku memejamkan mataku sebentar dan kemudian menarik nafas dalam-dalam untuk memantapkan tekadku.

Aku mengangguk. "Yah, kurasa kau benar. Ayo pergi meminta maaf… Estella, maaf, tapi bisa kau tunggu di sini sebentar?" ucapku ketika berniat untuk meninggalkan ruangan ini bersama Alicia.

"Aku baik-baik saja dengan itu, tapi apa kau tidak takut aku akan melarikan diri?" celetuk Estella dengan ekspresi yang kebingungan.

Tapi aku sama sekali tidak peduli, aku sudah memikirkan pencegahan untuk itu.

"Jangan khawatir, Alicia akan merampalkan sihir [Sanctuary] agar membuatmu tidak bisa keluar dari tempat ini, dan sebaliknya, tidak akan ada juga orang lain yang dapat memasuki tempat ini, jadi kau aman."

"Serius, darimana kau mendapatkan semua ide-ide itu? Entah kenapa aku sedikit takut untuk menjadikanmu sebagai musuhku," balas Estella menggerutu.

Aku mengabaikannya dan pergi dari tempat itu. Tapi, sebelum kami pergi ke tempatnya kepala desa, aku menyuruh Alicia untuk merampalkan sihir [Sanctuary] kepada Estella terlebih dahulu.

[Sancturay] sebenarnya adalah sihir pelindung, yang dapat melindungi penggunanya dari serangan fisik dan serangan sihir apapun selama mereka berada di dalam, dan sihir ini juga akan terus bertahan sampai kekuatan sihir dari sang penggunanya habis atau mereka melepaskannya sendiri.

Tapi, sekarang aku menggunakannya untuk mengurung gadis itu dan menjadikannya sebagau penjara alternatif.

Ngomong-ngomong, ini juga sihir yang sama yang kami gunakan ketika kami masih berkemah di dalam hutan. Ini cukup berguna karena dapat melindungi kami dari serangan monster dan juga nyamuk ketika sedang tidur.

"[Sanctuary]."

Begitu Alicia merampalkan mantranya, cahaya putih kebiruan yang tak terlihat muncul dan mengurung Estella dalam bentuk seperti kepompong di tempat dia duduk bersila.

"Baiklah, kami pergi dulu, jadilah gadis yang baik," ucapku dan langsung pergi meninggalkan ruangan itu bersama Alicia.

Saat itu Estella hanya melambaikan tangannya dengan malas dan memutuskan untuk tidur.

Dia cukup santai untuk seorang tahanan.

Yah, bukan berarti aku peduli. Aku yakin dia juga sangat lelah setelah semua pertarungan itu.

Sekarang yang harus lebih kupikirkan adalah bagaimana caranya untuk meminta maaf saat bertemu dengan kepala desa nanti.

Aku memikirkannya dengan sangat keras, dan akhirnya sampai kepada satu-satunya kesimpulan.

Aku mengangguk dengan mantap. "Baiklah, sudah diputuskan... Aku akan bersujud!"

"Aku terkadang penasaran dari mana pola pikirmu itu berasal. Bagaimana bisa kau memutuskan untuk bersujud dengan begitu mudah? Apa semua masyarakat gagal akan menjadi sepertimu? Aku jadi merasa kasihan kepada anak-anakmu nanti."

Mengabaikan dewi itu yang mulai mengatakan sesuatu yang sulit dimengerti, aku berjalan dengan tekad yang siap untuk bersujud meminta maaf.

Lagian, ini satu-satunya harga diri yang kumiliki.

****************

Aku dan Alicia pergi ke tempatnya kepala desa mengikuti arahan dari Elf yang sebelumnya memanggil kami. Sesampainya di depan ruangan kepala desa, aku langsung mengetuk pintunya.

"Ini aku, Riku. Aku dengar kau memanggil kami, Tia-san," panggilku di depan pintu itu.

Tia merupakan nama dari kepala desa.

Dia benar-benar orang yang sangat hebat jika kau mengesampingkan penampilannya yang loli, meskipun menurutku itu bagian terbaik darinya.

Oh tentu saja, aku bukan lolicon, yang kumaksud itu adalah pencapaiannya yang luar biasa.

Aku dengar dia menggunakan seluruh kekuatannya untuk membuat penghalang di tempat ini dan menyelamatkan semua orang saat kekacauan itu terjadi, tanpa memperdulikan kondisi tubuhnya sendiri.

Aku benar-benar kagum kepadanya.

Karena itu juga, aku menggunakan tanda hormat dinamanya, meskipun penampilannya seperti loli.

Ngomong-ngomong, itu juga yang menjadi alasan kenapa orang sekuat dia tidak ikut serta dalam pertarungan sebelumnya, karena dia harus melindungi tempat persembunyian ini dari para monster seorang diri ketika semua prajurit mereka dikirimkan untuk ikut serta ke dalam pertempuran.

Loli itu benar-benar luar biasa.

"Masuklah, kalian berdua, itu tidak dikunci," balas loli— Maksudku, balas Tia dengan suara yang rendah dan lembut.

Ini juga membuatku penasaran, meskipun penampilannya seperti loli, anehnya dia memiliki tutur bicara seperti nenek-nenek di pedesaan.

Entah kenapa itu jadi terdengar sedikit aneh.

"Permisi."

Setelah kami dipersilahkan untuk masuk, aku dan Alicia membuka pintu ruangan tersebut dan masuk ke dalam sambil mengucapkan permisi dengan sopan.

Di sana, aku melihat kepala desa loli itu yang sedang menyiapkan secangkir teh untuk kami di atas meja yang terbuat dari kayu berwarna putih.

"Duduklah di tempat yang kalian suka," celetuknya.

"Umm, terima kasih," balasku dengan sedikit gugup, dan aku segera mengambil tempat duduk yang telah disediakan untuk kami itu.

Alicia juga duduk di sampingku, dia bahkan sudah duduk terlebih dahulu sebelum Tia mempersilahkan kami dan dengan nikmat meminum teh tersebut.

Tidak bisakah wanita itu menahan diri?

"Ini enak!" cetusnya.

Aku melihat Alicia dengan tatapan yang datar. Dia benar-benar tidak tau malu.

Tapi, sepertinya Tia tidak terlalu memperdulikannya, dia tersenyum lembut ketika Alicia memuji teh buatannya.

"Benarkah? Saya senang jika anda menyukainya, Alicia-sama."

Mendengar itu, aku juga mulai meminum teh milikku, itu berada di cangkir yang terlihat elegan, meskipun itu dibuat hanya untuk seukuran anak kecil, tapi tanpa memikirkan apapun lagi, aku meminumnya, dan seketika, mataku langsung terbuka lebar.

Ini jauh lebih enak dari yang kuduga.

"Tambah lagi!" seruku yang sudah menghabiskan teh tersebut. Tapi, aku segera menyadari kesalahanku. "Ah, tidak, maksudku... Tolong tambah lagi tehnya, Tia-san." Aku buru-buru mengulanginya kembali dengan kalimat yang lebih sopan.

Tapi, Tia hanya tertawa kecil dan dengan senang hati menuangkannya untukku.

"Fufu, anda tidak perlu setegang itu, Riku-sama. Minumlah pelan-pelan, saya masih punya banyak, dan jika kalian ingin cemilan, saya juga memiliki kue kering di sini. Saya harap ini cocok dengan lidah kalian," balasnnya sambil menaruh sepiring kue kering ke atas meja.

Aku memakan kue itu bersama tehku, dan itu membuatnya menjadi semakin tambah enak.

Benar-benar kombinasi yang sempurna.

Tanpa kusadari aku terus memakan dan meminumnya, ini benar-benar membuatku sangat damai hanya dengan melakukan ini, jika bisa aku ingin terus hidup seperti ini selamanya.

Tapi, selagi aku menikmati semua hidangan tersebut, aku menyadari sesuatu yang kulewatkan, dan ekspresiku langsung berubah terkejut.

"Eh, tunggu dulu! 'Alicia-sama'? 'Riku-sama'?" tanyaku yang kebingungan pada tambahan kata '-sama' yang tiba-tiba digunakan oleh Tia.

Menanggapi pertanyaanku, Tia tersenyum lembut.

"Oh, apa saya membuatmu terkejut, Riku-sama? Sebenarnya saya sudah mencari tau informasi tentang kalian berdua dari para roh yang saya kenal. Jadi saya sudah tau identitas kalian berdua. Saya benar-benar minta maaf karena melakukan hal ini tanpa seizin kalian," jawab Tia sambil menundukkan kepalanya meminta maaf.

"—?!" Mataku terbelalak kaget.

Namun, berbeda dari reaksiku, Alicia tampaknya sama sekali tidak peduli, dia hanya diam mendengarkan sambil menikmati teh dan semua cemilan yang dihidangkan di atas meja.

Dia benar-benar sangat santai, tidak bisakah dia serius sedikit saja. Aku jadi terlihat bodoh karena sudah terkejut.

"Umm, Tia-san, tentang itu, sebenarnya kami tidak ingin terlalu menarik perhatian, jadi..."

"Tentu saja, Riku-sama. Saya akan merahasiakan indetitas asli kalian dari orang lain, jadi anda tidak perlu khawatir, saya bersumpah atas nama ini kalau saya tidak akan memberitahukannya kepada siapapun," ucap Tia, itu membuatku lega.

"Terima kasih banyak."

Yah, bukan berarti kami perlu menyembunyikannya juga. Tapi, aku mengingatkan kembali apa yang sebelumnya Estella katakan, tentang Raja Iblis yang sedang menyelidiki sumber kekuatan suci di tempat ini. Aku pikir itu merujuk kepada Alicia, jadi sebisa mungkin aku ingin identitas kami menjadi rahasia.

Aku tidak ingin Raja Iblis mengincar kami lagi.

"Jadi, apa yang kau inginkan dari kami sampai memanggil kami ke sini, Tia-san?" tanyaku, yang mencoba untuk mengubah topik pembicaraan.

Lagipula aku yakin alasan kami dipanggil ke sini bukan hanya untuk memberitahukan hal itu.

Tia duduk tepat di depan kami dan meminum tehnya sendiri dengan cara yang sangat anggun. Itu membuatku terpesona hanya untuk sesaat.

"Yah, sebenarnya ini bukan sesuatu yang penting. Saya hanya ingin mengucapkan rasa terima kasih secara langsung kepada kalian berdua, karena telah menyelamatkan desa ini dari para monster. Saya benar-benar sangat berterima kasih karena telah menyelamatkan desa ini," jawabnya sambil menundukkan kepalanya dengan tulus.

Saat mendengar itu, tubuhku langsung membeku, begitu juga dengan Alicia.

"Be-Begitukah? Ti-Tidak perlu sampai berterima kasih, itu wajar untuk menolong seseorang yang sedang kesusahan, be-benarkan, Alicia?" balasku dengan senyuman getir yang kupaksakan.

"Y-Yah, ini... wajar..." ucap Alicia, tapi dia segera memalingkan pandangannya dan terdiam.

Oi, jangan menciut diakhir! Katakanlah dengan lebih jelas lagi! Aku tau perasaanmu, karena aku juga merasa bersalah, tapi cobalah untuk bertahan.

Aku tidak ingin menghancurkan harapan Tia karena telah berterima kasih kepada kami. Aku tidak ingin membuatnya kecewa.

Ugh, ini menyakitkan.

Aku berusaha untuk tetap tenang, tapi tanganku gemetaran ketika mengangkat cangkir tehku dan meminumnya dengan sekali tegukan.

Haruskah aku bersujud sekarang?

Saat itu, aku mulai mempertimbangkan bagaimana caranya bersujud dengan tulus, apa aku harus melepaskan semua pakaianku juga?

Tidak, lawannya adalah seorang perempuan. Itu akan membuatku menjadi penjahat kelamin yang serius jika aku bersujud di depan perempuan yang tampak seperti anak kecil ini.

Tapi, apa yang harus kulakukan selain bersujud?

Aku merasa hanya dengan itu saja masih belum cukup untuk menunjukkan ketulusanku.

"Uuh..." rintihku dengan suara yang lirih sambil memijat kepalaku yang terasa sangat sakit.

Entah kenapa semakin aku memikirkannya, itu membuat kepalaku menjadi semakin pusing.

Kepalaku terasa sangat berat.

Di saat yang bersamaan—

'Buk'

—Tubuhku tiba-tiba terjatuh.

Aku tergeletak di atas meja.

'Ctar'

Cangkir tehku juga terjatuh dari tanganku dan pecah.

Apa ini?

Tubuhku tidak bisa bergerak.

Tiba-tiba aku merasa sangat ingin tidur.

Mataku mengantuk berat.

Apa aku terlalu banyak minum?

—Tidak, ini jelas-jelas sangat aneh.

Ini bukan gejala yang terjadi secara alami.

Apa yang terjadi?

"Oh, tampaknya itu mulai bereaksi," ucap seseorang dengan suara yang manis.

Saat aku melihat siapa yang mengatakan itu...

Di sana—

"Tia… san."