Pagi yang cerah dengan suara burung berkicau, riko selalu bangun pagi untuk membuka warung dan menyapu halaman rumahnya. Riko selalu membantu neneknya tanpa mengeluh, meskipun hanya pekerjaan ringan tapi itu sangat membantu bagi nenek.
"Riko nanti kamu yang cuci piring ya, soalnya nenek mau ke kelurahan mau ngurus berkas sama ibunya fadli. Kamu jaga warung juga nenek cuma sebentar kok."
"Iya nek."
Sekitar jam delapan, ibunya fadli menjemput nenek untuk pergi ke kelurahan. Riko lalu sarapan pagi, meski hanya dengan lauk sederhana tapi dia makan dengan lahap. Lalu, riko mulai mencuci piring dan menjaga warung seperti biasanya.
Tak lama setelah itu, sebuah mobil berhenti di pinggir jalan depan warung riko.
"Mobil siapa itu ya? orang sini gak ada yang punya mobil kaya gitu deh.."
...
"Mas rumahnya kanan jalan sebelum pertigaan, rumahnya ada warung kecil parkirnya pinggir jalan aja bisa buat mobil."
"Ohh yang itu ya? Rumahnya gabung sama warung ya?"
"Iya mas."
Reni dan adi telah sampai di rumah riko, adi sedikit mengamati rumah itu dan melihat riko di teras warung. Adi memang mengetahui, kalau riko memang sekilas hampir mirip dengan bayu. Dari segi tinggi badan dan warna kulit putih hampir sama, tapi rambut yang lebih tebal itu sangat beda dengan bayu. Tatapan mata dan bentuk bibir riko, hampir sama seperti bayu. Itu semua yang terlintas di pikiran adi, tapi bagi adi tentu saja berbeda hanya sekilas hampir mirip.
"Ayo turun mas, kita ke sana langsung."
"Iya sabar."
Reni dan adi turun dari mobil lalu menghampiri riko.
"Oh mbak reni, tapi nenek sedang ke kelurahan lagi ngurus berkas."
"Iya tidak apa-apa, perkenalkan ini suami ku namanya Adi Prasetya."
"Perkenalkan nama ku adi suaminya reni."
"Nama saya riko reydandi, silahkan masuk dulu tapi maaf tempatnya hanya seperti ini."
"Iya tidak apa-apa, sambil nunggu nenek pulang kita ngobrol dulu ya."
Mereka pun akhirnya mengobrol, mereka saling bercerita kehidupan sehari-hari. Adi selalu mengamati cara bicara dan sikap riko, bagi adi riko adalah anak yang sopan dan baik. Adi sedikit merasakan ketenangan, karena suasana ini sangat nostalgia baginya. Suasana ketika berkumpul bersama keluarga, suasana hangat dengan canda tawa seperti dua tahun lalu sebelum bayu di vonis sakit. Adi mulai meyakinkan dirinya untuk mengadopsi riko, dia akan berusaha mendapatkan restu dari pengasuhnya meski hal itu sulit.
Mereka terlarut dengan obrolan nyaman, hingga mereka lupa kalau nenek fatimah telah pulang.
"Ehh ada tamu, ohh mbak reni datang lagi.."
"Iya nek maaf kalau tiba-tiba datang lagi."
"Tidak apa-apa, tapi maaf tempatnya kaya gini dan sempit."
"Tidak apa-apa nek, perkenalkan ini suami saya."
"Perkenalkan nama saya adi prasetya."
"Iya, nama saya fatimah neneknya riko. Tapi ada perlu apa ya mbak reni kesini lagi?"
Adi dan reni sedikit bingung harus mulai darimana, mereka sedikit merasakan kekhawatiran. Tetapi adi dengan tenang memulai obrolan penting, dia sudah siap menerima apa pun jawaban dari nenek dan riko.
"Maaf ibu, maksud dengan kedatangan saya dan istri saya kemari ingin meminta ijin kepada ibu fatimah. Mungkin ini sangat mendadak atau mungkin tidak sopan, tapi bagi kami ini sangat penting. Maksud kedatangan saya dan istri kemari adalah, kami ingin mengadopsi riko atau mengangkatnya untuk menjadi anak kami."
Nenek fatimah seketika terdiam membisu, dia sangat terkejut dan melamun. Tatapan matanya seolah-olah menunjukan penolakan, karena dia tidak mau kehilangan seorang yang dia sayangi lagi. Lalu dia menatap riko, dengan perasaan campur aduk itu fatimah tidak ingin melepaskan riko.
Riko yang mendengar hal itu juga terkejut, dalam hatinya tak pernah terbayangkan akan di angkat menjadi anak orang lain. Meski di dalam hatinya, menginginkan sosok orang tua yang mendampinginya di masa kecil. Riko membutuhkan kasih sayang orang tua, tapi masih ada nenek yang menyayanginya dengan sepenuh hati dia bersyukur akan hal itu. Tapi, dia juga tidak mau meninggalkan nenek sendirian. Riko juga menunjukan rasa penolakan.
Nenek berfikir keras untuk menentukan keputusannya, di dalam hatinya riko juga membutuhkan kasih sayang orang tua. Nenek juga berfikir, tentang sisa umurnya yang sudah tua dan tidak mungkin menemani riko lebih lama lagi.
Air mata nenek menetes di pipi, nenek tidak ingin di tinggalkan oleh keluarga satu-satunya.
"Maaf, tapi saya sebagai nenek sulit untuk menentukannya. Karena riko satu-satunya keluarga saya. Ehmm, saya bingung harus berkata apa."
Sangat sulit bagi nenek untuk mengambil keputusan ini, karena hal ini begitu tiba-tiba dan tak pernah terbayangkan di dalam hati nenek.
Riko hanya diam, tidak bisa berkata apa-apa. Perasaan canggung membuat hening ruangan itu.
Reni tahu, pasti berat dan ragu melepaskan keluarga satu-satunya ke orang lain yang baru di kenal.
"Bu, kami berjanji akan merawat riko dengan baik. Saya akan berusaha menjadi ibu yang baik bagi riko, kalau nenek mau mengijinkannya menjadi anak angkat kami."
"Benar ibu, seperti yang di katakan istri saya. Kami berjanji akan merawat riko dengan baik. Kami yang akan mengurus semua biaya pendidikan sampai kuliah nanti. Tolong ijinkan kami mengangkat riko sebagai anak kami."
Nenek fatimah semakin bingung harus bagaimana, nenek sangat ingin melihat riko bahagia. Di usia tuanya belum tentu dapat membahagiakan riko, dari segi ekonomi saja sangat sulit dan kebutuhan lainnya. Tapi nenek tidak ingin di tinggalkan riko, dia terus berfikir sambil memandangi riko.
"Saya pikir-pikir dulu ya, karena ini sangat mendadak bagi saya dan riko. Beri saya waktu untuk memikirkan ini, karena riko satu-satunya keluarga saya."
"Terimakasih ibu, kami berharap ibu mau mengijinkan kami untuk mengadopsi riko."
Riko hanya diam tidak bicara sedikitpun, riko sangat bingung harus bagaimana. Riko sangat menginginkan sosok orang tua, dia hanya pernah melihat orang tuanya dari selembar foto dan belum pernah bertemu ibu ataupun ayahnya.
Nenek mencoba menguatkan hatinya, berfikir tentang masa depan riko yang masih panjang.
"Beri saya waktu tujuh hari lagi untuk berfikir ya mbak reni dan mas adi, saya sangat bingung harus bagaimana."
"Iya ibu tidak apa-apa, kami akan menunggu jawaban dari ibu."
Reni dan adi mengerti perasaan nenek fatimah, betapa sulitnya di tinggalkan keluarga tersayangnya. Tapi tentu saja hal ini berbeda, karena riko masih bisa bertemu dengan nenek kapanpun dia mau.
Reni dan adi memutuskan untuk pulang, mereka akan kembali lagi untuk mendengar jawaban dari nenek. Reni terlihat khawatir, karena dia sangat takut kalau permintaan ini di tolak.
Setelah reni dan adi pulang, nenek langsung memeluk riko dengan erat seolah tidak ingin berpisah. Riko hanya tetap diam, riko tentu saja belum bisa berpikir selayaknya orang dewasa. Tapi dia tahu, tentang perasaan nenek yang tidak ingin di tinggal pergi.
Hari itu sangat berat bagi riko dan nenek, tapi semua keputusan ada di tangan mereka. Entah apa yang ada di pikiran riko, dia hanya bisa pasrah dengan keputusan nenek nantinya.