Chereads / Trilogi Langgam Amerta Agni-Widhiwasa Akasa Bhumi / Chapter 14 - Bab 14 Kali & Kalima

Chapter 14 - Bab 14 Kali & Kalima

Setelah beberapa lama matahari pergi

menenggelamkan dirinya di pusat kegelapan

pekat merambat secepat api di tumpukan jerami

menobatkan malam sebagai permaisuri kesunyian

saat orang-orang terlelap

terperangkap dalam mimpi-mimpi yang gagap

Raden Soca duduk sambil berusaha meraih sepotong daging di atas para-para. Sebuah angin pukulan kecil membuat tangannya terpental.

"Adik seperguruan, kau dilarang mengambil jatah makan sebelum kakak seperguruanmu selesai makan."

Ratri Geni sengaja memejamkan mata sembari menggigit potongan besar daging yang tadi hendak diambil Raden Soca. Pemuda itu ternganga dan hendak membantah. Namun batal karena ucapan selanjutnya dari Ratri Geni membuatnya terkekeh tertawa. Ucapan yang ditujukan kepada Jaka Umbara yang rupanya juga tergiur dengan daging panggang itu dan berusaha menyomot satu potong kecil

"Kau juga adik seperguruan. Tunggu sampai aku makan baru kau boleh menikmati daging kijang hasil buruan Sima Braja dan Siluman Wulung ini." Gadis itu berkata sambil menepis tangan Jaka Umbara yang terkaget-kaget dibuatnya. Rupanya gadis ini tahu bahwa dia juga merupakan murid Ki Ageng Waskita. Pemuda melangkah mundur pelan-pelan dengan patuh. Duduk di samping Raden Soca yang terlihat semakin sebal dengan tingkah Ratri Geni.

Ratri Geni terkekeh. Melanjutkan makan lagi tanpa mempedulikan kedua pemuda yang cuma bisa patuh tanpa punya pilihan. Pramesti Sarayu tersenyum simpul. Geli melihat tingkat mereka yang konyol dan kekanakan. Gadis itu merasakan sesuatu yang lain selama berkumpul dengan tiga muda-mudi ini. Hidupnya serasa sangat ceria dan dia bisa menikmati aroma rumput dan pepohonan yang sangat segar dengan pikiran bebas. Selama ini dia hanya melalui semua hal tanpa bisa merasakan apa-apa. Hanya amarah dan hawa nafsu saja yang menguasai hati sehingga tidak mampu meresapi dan menikmati keindahan dalam bentuk yang paling sederhana sekalipun.

Beberapa hari ini gadis yang telah menanggalkan julukannya yang mengerikan itu, Bidadari Darah, tahu seperti apa orang melepas budi tanpa pamrih. Melihat bagaimana Raden Soca dan Ratri Geni bergantian menyambung nyawanya yang telah sampai di ubun-ubun. Tanpa mengeluh sedikitpun keduanya bergantian menyalurkan hawa sakti agar dia bisa bertahan hidup. Setelah berhari-hari melakukan itu, dirinya memang akhirnya bertahan hidup dan mulai pulih seperti sedia kala.

Pemuda tinggi kurus dan gagah itu juga tidak kalah telaten. Setiap hari selalu sibuk menyiapkan makanan dan minuman bagi mereka semua. Pemuda yang rajin sembahyang itu tak kenal lelah dan gerutu, selalu sigap melakukan segala sesuatu yang dibutuhkan oleh Ratri Geni dan Raden Soca. Mengerahkan tenaga dalam untuk proses penyembuhan luka membutuhkan tenaga yang sangat besar. Sehingga asupan makanan dan minuman yang cukup teramat sangat diperlukan.

Pramesti Sarayu merasakan hatinya semakin hangat. Setiap kali tangan Raden Soca menyentuh leher atau pundaknya, gadis ini seperti melayang ke angkasa dan terbang bersama ribuan kupu-kupu. Dia tidak pernah jatuh cinta sebelumnya, tapi dia yakin kali ini rasa itu memang menghampirinya dengan kekuatan yang luar biasa. Pramesti nyaris selalu tersenyum setiap saat. Menikmati segala hal dengan wajah bersinar dan mata berbinar.

Jaka Umbara menyadari perubahan dahsyat yang terjadi pada diri Pramesti. Dari seorang gadis yang haus darah menjadi perempuan yang selalu tersenyum dan tertawa. Jaka Umbara tahu persis apa yang terjadi pada seorang gadis yang jatuh cinta. Pemuda itu teringat Sekar Wangi dahulu ketika sedang jatuh cinta kepada Arya Batara. Sama persis seperti yang dialami Pramesti saat ini. Jaka Umbara menghela nafas. Sekar Wangi sekarang mengalami perubahan yang sangat hebat.

Gadis itu merubah semua penampilannya dari seorang gadis yang ceria menjadi perempuan misterius dan penggoda. Jaka Umbara bisa merasakan hal itu begitu melihat gadis itu lagi di Lembah Neraka. Tatap mata Sekar Wangi terlihat sangat binal. Sikapnya juga nampak jalang. Tidak segan-segan mengumbar kecantikan dan kemolekan di depan semua orang. Gadis yang dicintainya itu benar-benar menjelma menjadi Bunga Penakluk Kumbang. Meski harus diakuinya bahwa gadis itu terlihat jauh lebih cantik, molek dan matang.

Pramesti Sarayu sepertinya jatuh cinta pada pandangan pertama kepada Raden Soca. Jaka Umbara menduga akan terjadi hal-hal yang hebat kelak apabila semua itu terungkap. Dia tahu apa arti pandangan Raden Soca kepada Ratri Geni. Begitu dalam dan melindungi. Penuh dengan rasa kasih. Sementara Ratri Geni hanya terlihat samar. Namun Jaka Umbara tahu gadis itu sepertinya menyimpan rasa kepada pemuda Lawa Agung itu. Diam-diam Jaka Umbara cemas terhadap Pramesti Sarayu. Cemas jika kelak berubah lagi menjadi gadis jahat dan kejam saat cintanya kandas terhadap Raden Soca. Jaka Umbara berdoa dalam hatinya semoga gadis itu baik-baik saja. Apapun nanti yang terjadi.

Ratri Geni menyudahi makannya. Gadis itu memberi isyarat dengan lagak yang dibuat-buat. Menunjuk Raden Soca dan Jaka Umbara bergantian lalu menunjuk daging panggang yang masih tersisa. Seolah memberi perintah ini saatnya mereka makan.

Raden Soca dan Jaka Umbara maju ke depan dengan cepat. Perut mereka lapar. Sedari tadi hanya bisa membaui betapa lezatnya aroma daging panggang itu. Keduanya saling pandang dengan mata terbelalak. Daging panggang itu sisa sepotong tak terlalu besar. Hanya cukup buat cemilan. Itupun buat satu orang saja. Raden Soca menggerutu lirih sembari mengambil daging itu dan membaginya dua. Kedua pemuda itu mulai mengunyah dalam diam. Ratri Geni tersenyum geli. Biar tahu rasa mereka. Enak saja mentertawai orang. Tidak sopan.

Sebentar saja daging berukuran kecil itu tandas. Raden Soca dan Jaka Umbara kembali saling pandang. Benar-benar tidak kenyang!

Pramesti Sarayu melangkah mendekat. Diangsurkannya dua potongan daging cukup besar kepada dua pemuda itu yang langsung saja tersenyum lebar menerimanya. Rupanya gadis itu sengaja menyimpan potongan daging untuk mereka berdua. Tahu bahwa Ratri Geni berniat usil kepada Raden Soca dan Jaka Umbara.

Ratri Geni merengut. Uh, gadis ini terlalu baik kepada dua pemuda yang telah mengolok mereka tadi. Tapi diam-diam Ratri Geni tersenyum dalam hati. Sebenarnya tadi dia kasihan dan merasa tidak tega juga saat melihat Raden Soca dan Jaka Umbara menggerogoti tulang kecil berusaha keras masih bisa mendapatkan daging. Syukurlah ternyata Pramesti menyimpan daging untuk mereka berdua. Gadis baik.

Malam semakin pekat. Purnama tidak singgah kali ini. Masih tertidur lelap di peraduan almanak. Suara gonggongan anjing hutan mulai terdengar bersahutan. Memecah keheningan malam dengan suaranya yang mendirikan bulu roma. Bahkan Siluman Wulung dan Sima Braja sama-sama terjaga dari tidurnya dan bersikap siaga seolah akan terjadi apa-apa.

Raden Soca, Jaka Umbara dan Ratri Geni lelap dalam tidur mereka. Kekenyangan membuat tidur terasa sangat nyaman. Hanya Pramesti Sarayu yang masih terbangun. Gadis itu tidak bisa tidur. Pikirannya dipenuhi pertanyaan. Kapan kebahagiaan ini akan berakhir dan mereka berpisah untuk melanjutkan perjalanan masing-masing. Hati gadis ini perlahan jatuh dalam rasa pedih. Jelas sekali bahwa dia tidak mau terpisah jalan dengan Raden Soca. Dia ingin mengikuti kemanapun pemuda itu pergi. Biarlah dia dijadikan pembantu atau pelayannya. Dia rela.

-****