Setelah detektif Rosa dan Rudy kembali ke kantor mereka, Aslan bersiap-siap untuk berangkat ke bandara. Hari ini dia akan berangkat ke Moscow untuk mengurus perjanjian kontrak bisnisnya yang baru, sekaligus mengunjungi kakeknya.
Tok! Tok!
Pintu terbuka sedikit. Kepala Sarah muncul di balik pintu dengan rambut menjuntai ke bawah.
Aslan menoleh, "Ada apa, Sarah? Aku sedang sibuk. Hari ini aku akan berangkat ke Rusia," kata Aslan sambil terus memeriksa berkas-berkas yang akan dibawanya. Perjanjian kontrak ini sangat penting bagi Aslan.
Sarah melangkah masuk dan duduk di tepian ranjang. Dia terus menatap Aslan yang tak memperhatikannya sedikit pun.
Selesai memasukkan berkas-berkasnya ke dalam tas, Aslan beranjak ke lemari dan mengambil beberapa helai pakaian untuk dibawanya.
Sarah menghela nafas dengan pelan. Dia beranjak dari tepi ranjang dan berjalan keluar dari kamar Aslan.
"Sarah," panggil Aslan yang telah selesai dengan aktivitas packingnya.
Sarah mengurungkan niatnya dan segera kembali ke tempat duduknya semula. Dia kembali memandangi Aslan yang sedang berganti baju.
"Kamu tidak risih menatap pria yang sedang berganti pakaian?" kata Aslan usai memasang bajunya.
Sarah menggeleng sambil tersenyum, "Risih? Tentu saja tidak. Aku sudah sering melihatmu tidak berpakaian," ujar Sarah dengan santai.
Aslan secara refleks menoleh dan menatap tajam pada Sarah.
"Apa maksudmu? Jangan-jangan ...."
Sarah mengangguk, "Makanya, kalau lagi begituan, pintunya di tutup rapat," kata Sarah dengan senyum lebar.
"Oh ....," Aslan menghembuskan nafasnya dengan kasar, lalu duduk di samping Sarah.
Aslan membelai rambut Sarah dengan lembut. Rasa sayangnya pada gadis itu sebenarnya cukup dalam. Tapi Aslan belum bisa melupakan Alexa, mantan tunangannya yang tiba-tiba saja menghilang, sebulan sebelum mereka menikah.
"Sarah, apa ada yang ingin kamu sampaikan? Setengah jam lagi aku akan ke bandara. Jadi, aku masih punya waktu untuk mendengarkan," kata Aslan seraya melepaskan tangannya dari rambut gadis itu.
Sarah menatap Aslan dengan tatapan teduhnya. Kemudian berkata, "Aku ingin tahu tentang Ibu kandungku. Apa kamu punya alamatnya?"
Hap!
Aslan malah mengecup lembut bibir Sarah, alih-alih menjawab pertanyaan Sarah. Kedua mata mereka lantas berpandangan. Degup jantung Sarah jadi tak beraturan. Selama ini, Aslan tidak pernah menciumnya di bibir, dan itu aneh rasanya bagi Sarah.
"Apa ini caramu untuk menghindari pertanyaanku?" tanya Sarah lagi.
Aslan memalingkan wajahnya ke arah lain. Dia bingung harus berkata apa pada Sarah. Aslan bimbang, entah harus menceritakan yang sebenarnya atau tidak. Lalu dia kembali mengarahkan pandangannya pada Sarah. Dan sekali lagi, dia mencium bibir Sarah yang bergetar, saat Aslan mendekatkan wajahnya.
"Sarah, aku mencintaimu ...," bisik Aslan usai mencium Sarah.
Sarah hanya terdiam, tak menanggapi ucapan yang baru saja dibisikkan oleh Aslan. Dia bimbang. Sarah tidak yakin dengan perasaan Aslan dan juga pada perasaannya sendiri.
"Aku juga mencintaimu, tapi aku belum yakin apakah itu nyata," ujar Sarah dengan lirih.
Aslan hendak menciumnya sekali lagi, tapi Sarah keburu beranjak dari sisi Aslan dan menuju ke pintu.
Aslan menatap kepergian Sarah. Dia menunggu gadis itu menoleh padanya. Tapi gadis itu tak menoleh sedikit pun dan langsung keluar dari kamarnya.
Aslan termenung sejenak. Dia sedikit menyesali tindakannya. Tidak seharusnya dia melakukan itu pada Sarah. Dari rasa bibirnya, Aslan tahu, bibir Sarah masih perawan.
"Bos. Apa yang terjadi pada Sarah?" Dom tiba-tiba masuk ke dalam kamar Aslan tanpa mengetuk pintu.
Aslan tidak menjawab. Diraihnya tas yang akan dibawanya. Lalu mengajak Dom untuk mengantarnya ke bandara.
"Apa tidak sebaiknya aku ikut? Rusia bukan tempat aman untukmu, Bos," tanya Dom saat mengetahui dia hanya akan mengantar Aslan sampai ke bandara.
"Kontrak ini jadi terasa tidak penting jika dibandingkan dengan keselamatan Sarah. Aku ingin kamu menjaganya untukku, Dom," jawab Aslan dengan nada permohonan.
Pukul 11.15, pesawat yang ditumpangi Aslan terbang ke Rusia.
_______
Ditinggal oleh Aslan, membuat Sarah sedikit kesepian. Dom juga sangat jarang berada di rumah. Tommy dan Paul? Ah, Sarah suka ribut sama mereka berdua.
"Tommy ... Paul, jangan ikuti aku. Biarkan aku bebas! Mumpung bosmu yang overprotektif itu tidak ada," kata Sarah, mewanti-wanti Tommy dan Paul yang hendak bangkit dari kursinya saat mereka melihat Sarah keluar dari pintu dengan pakaian rapi dan wangi.
"Ta ...," Paul hendak protes. Tapi Sarah lebih dulu menyambar ucapannya, "No! Kalau kalian sampai berani mengikutiku, lihat saja nanti. Aku akan ..."
Sarah tidak menyelesaikan ucapannya saat melihat mobil Dom memasuki halaman.
Dom turun dari mobil sambil mengerutkan dahinya. Dia menghampiri Sarah yang sedang berdiri menatapnya.
"Harum," ujar Dom yang mencium aroma yang keluar dari tubuh Sarah.
Sarah mendengus kesal. Bagaimana dia bisa keluar kalau Dom tiba-tiba saja datang.
"Aku akan mengantarmu kemana pun hari ini. Ayo!" kata Dom sambil berjalan kembali ke mobilnya.
Dengan langkah gontai, Sarah mengikutinya dan ikut masuk ke dalam mobil.
Dom mengemudikan mobilnya ke sebuah restoran yang berdekatan dengan perusahaan Aslan. Ada seseorang yang harus ditemuinya di dalam.
"Aku ada janji dengan Pak Handoko di dalam. Kamu bisa ikut kalau mau," ujar Dom seraya membuka pintu mobil.
Sarah yang merasa tergoda untuk makan, akhirnya ikut turun dan mengikuti Dom menemui orang yang dimaksud.
"Siapa gadis cantik ini, Dom? Apa dia pacarmu?" tanya Bu Handoko dengan senyum yang sangat ramah.
Dom menarik kursi untuk Sarah dan kemudian duduk di sampingnya.
"Dia milik Aslan," jawab Dom sambil melirik Sarah yang terkejut mendengar ucapannya.
"Oh, benarkah? Akhirnya ada gadis yang bisa menggantikan Alexa." Bu Handoko merasa surprise mendengar ucapan Dom.
'Alexa. Siapa dia?' pikir Sarah.
Melihat raut wajah Sarah, Pak Handoko segera memesan makanan. Dengan isyarat matanya, Pak Handoko meminta istrinya untuk diam.
Makan siang dengan Bapak dan Ibu Handoko terasa nikmat. Dom dan Pak Handoko sesekali membahas bisnis. Sarah tidak tahu bahwa kedua orang itu adalah orang tua Dom.
"Baiklah, Yah. Aku harus menemani gadis kesepian ini untuk berjalan-jalan," kata Dom, usai menghabiskan menu makan siangnya.
Sarah mengangkat wajah dan menatap ketiga orang itu secara bergantian. Baru ingin bertanya, Dom sudah lebih dulu menariknya keluar.
"Jadi mereka orang tuamu? Lalu, kenapa kamu mau jadi Anak buah Aslan?" tanya Sarah di mobil.
Dom tidak menjawab. Dia pura-pura serius memperhatikan jalan dan terus mengemudi pulang.
"Aku pikir kita akan berjalan-jalan," protes Sarah.
"Sstt! Coba lihat di spion! Mereka mengikuti kita sejak dari restoran." Dom melirik ke arah kaca spion untuk memastikan dugaannya benar.
Sarah menoleh. Benar yang dikatakan oleh Dom, ada mobil yang mencurigakan di belakang mereka.
"Siapa mereka?" tanya Sarah saat melihat dua pria yang duduk di kursi depan mobil yang mengejar mereka.
Dom menarik sesuatu dari pinggangnya dan memberikannya pada Sarah, dan berkata, "Untuk berjaga-jaga."
Dom menginjak gas dan menambah kecepatan mobilnya. Hal yang sama dilakukan oleh mobil di belakang mereka. Kejar-kejaran di jalan yang sibuk pun terjadi.
Dom berkali-kali memencet klakson agar kendaraan di depannya menyingkir.
Brak!
Dom menginjak rem dengan mendadak. Dia dan Sarah serempak menoleh ke belakang. Sebuah mobil lain muncul dengan tiba-tiba dan menghalangi jalan mobil yang mengejar Dom. Kedua mobil itu bertubrukan.
Suara klakson kendaraan yang melalui jalan itu terdengar riuh. Sarah membuka pintu mobil, tapi Dom memintanya untuk menutupnya kembali.
Ada dua pria yang tampak di spion. Dengan cepat, Dom menginjak gas dan mengemudi dengan cepat. Suara tembakan terdengar dan peluru berdesing, mengenai badan mobil Dom.
Dom melambatkan mobilnya, kedua pria itu sudah jauh tertinggal di belakang.
Pip!
Dom dan Sarah menoleh. Seorang wanita dengan masker hitam yang menutupi sebagian wajahnya, sedang mengemudikan mobil yang tadi bertabrakan dengan penguntit mereka.
"The Ghost ...." Nama itu keluar begitu saja dari mulut Dom.
Brum! Brum!
Lalu mobil itu melaju dan mendahului mereka.