Chereads / Fate x Danmachi: The Sword Prince / Chapter 85 - Chapter 85

Chapter 85 - Chapter 85

Pagi yang tenang menyelimuti Twilight Manor, dan sinar matahari pertama baru saja menyapa taman yang sepi. Di sudut gudang kecil di taman, Shirou dan Riveria berdiri berhadapan. Shirou dengan serius menjelaskan dasar-dasar Incantation Magecraft, sesuatu yang asing bagi Riveria meskipun ia adalah salah satu penyihir terkuat di Orario.

"Baiklah," Shirou memulai sambil menyilangkan tangan di depan dadanya. "Magecraft tidak memiliki batasan sejauh mana seorang magus bisa menguasai teknik atau spell yang mereka pelajari. Selama ada usaha dan pemahaman, spell baru dapat diciptakan."

Riveria mengangguk ringan, rambut hijaunya berkilauan terkena sinar matahari pagi. "Jadi, itu yang membedakan Magecraft dengan sihir dunia ini. Sihir yang kami biasa gunakan terbatas oleh berkah Falna dari dewa atau dewi. Normalnya, seorang petualang hanya memiliki tiga spell maksimal. Tentu saja, ada pengecualian seperti diriku yang memiliki sembilan spell, atau Lefiya yang bisa meniru spell milik elf lain."

Shirou tersenyum kecil karena senang Riveria masih mengingat ajarannya. "Betul. Namun, ada satu perbedaan penting lagi," ujarnya sambil memberi jeda untuk menarik perhatian Riveria.

Riveria mengerutkan kening, lalu mengingat kembali momen sebelumnya ketika ia melihat Shirou mengubah Summoning Spell menjadi Binding Spell dengan mudah. "Magecraft lebih fleksibel, bukan? Kau bahkan bisa mengubah tujuan spell dengan cepat."

"Benar sekali," Shirou menjawab sambil tersenyum. Ia mengangkat tangannya, menunjukkan cara ia membentuk prana di antara jari-jarinya. "Incantations adalah bentuk self-hypnosis bagi seorang magus. Tujuannya bukan sekadar mantra, tapi menciptakan kondisi mental yang memungkinkan mereka menghasilkan spell. Itulah mengapa Incantations dapat diubah sesuai kebutuhan, tergantung pada magus yang menggunakannya."

Riveria menatap penuh perhatian, pikirannya mencerna setiap kata. "Berbeda dengan sihir dunia ini, Incantations dari Falna sangat kaku. Tidak ada ruang untuk fleksibilitas. Jika seorang petualang salah melafalkan satu kata saja, sihir itu langsung gagal."

Shirou mengangguk setuju. "Benar, itulah perbedaan besar lainnya. Namun, fleksibilitas Magecraft juga membutuhkan latihan dan konsentrasi yang jauh lebih besar. Tanpa itu, seorang magus bahkan tidak bisa membuat spell sederhana."

Riveria tersenyum tipis, matanya menyala dengan rasa ingin tahu. "Sebuah seni yang membutuhkan disiplin dan kesabaran. Aku semakin tertarik untuk mempelajarinya lebih dalam."

"Dan aku akan dengan senang hati mengajarkannya," Shirou menjawab dengan penuh keyakinan. Keduanya kembali berdiskusi, membawa ilmu dari dua dunia berbeda ke dalam harmoni yang menarik.

Di bawah naungan pagi yang cerah, percakapan antara Shirou dan Riveria semakin mendalam. Riveria, yang penasaran dengan teknik Magecraft Shirou, melontarkan sebuah pertanyaan yang menggelitik pikirannya. "Shirou," ucapnya sambil menatap pemuda berambut merah itu dengan penuh rasa ingin tahu, "Incantation 'Trace On' yang sering kau gunakan... Mengapa begitu pendek tetapi menghasilkan efek yang sangat kuat? Kau bisa memproyeksikan senjata yang hampir sempurna dengan itu."

Shirou tersenyum kecil, seolah sudah menduga pertanyaan itu akan muncul suatu saat. "Sebenarnya, 'Trace On' adalah versi singkat dari sebuah Incantation yang lebih panjang. Awalnya, ini adalah mantra dengan tujuh langkah yang aku pelajari dan modifikasi. Dengan latihan dan pemahaman, aku bisa menyederhanakannya menjadi dua kata saja."

Riveria mengangkat alisnya, seolah tak percaya. "Menyingkat Incantation? Kau tahu, aku bahkan tidak bisa membayangkan menggunakan 'Wynn Fimbulvetr'—mantra untuk memanggil gunung es—dengan satu kalimat saja. Bayangkan, gunung es muncul dalam sekejap hanya dengan short spell!" Nada suaranya dipenuhi semangat, memperlihatkan antusiasmenya.

Shirou tertawa pelan mendengar imajinasi Riveria. "Memang, itu kedengarannya menarik. Tapi teknik ini membutuhkan pemahaman mendalam tentang setiap langkah dalam prosesnya."

Riveria semakin penasaran. "Kalau begitu, apa saja tujuh langkah itu? Bisakah kau menunjukkan padaku?"

Dengan anggukan ringan, Shirou mengangkat tangannya dan mulai menjelaskan setiap langkah, satu per satu, sambil memperagakan prosesnya.

"Judging the concept of creation," Shirou memulai, sambil menutup matanya dan mengangkat tangan. "Langkah pertama adalah memahami konsep dari apa yang ingin kau buat. Aku menilai setiap detail senjata, dari bentuk hingga tujuan penggunaannya." Prana mulai memancar lembut dari tubuhnya.

"Hypothesizing the basic structure," lanjutnya, sambil membuka matanya perlahan. "Langkah ini adalah membangun kerangka dasar dalam pikiranmu. Seperti merancang fondasi sebuah bangunan." Cahaya biru samar mulai terbentuk di udara, menyerupai bayangan senjata.

"Duplicating the composition material," Shirou bergerak ke langkah ketiga, tangannya seperti menggenggam sesuatu yang tak kasatmata. "Aku meniru material yang dibutuhkan, meskipun hanya secara mental."

Riveria memperhatikan dengan seksama, kagum pada detail prosesnya. "Jadi, kau bahkan harus memahami bahan-bahan pembuatannya?"

Shirou mengangguk. "Imitating the skill of its making," lanjutnya. "Langkah keempat ini adalah meniru teknik yang digunakan untuk membuat senjata itu. Ini seperti belajar dari pengalaman para pengrajin aslinya."

"Sympathizing with the experience of its growth," Shirou berkata dengan nada tenang, sambil menggambarkan bagaimana senjata itu berkembang seiring waktu. "Aku harus memahami perjalanan senjata itu, dari awal hingga menjadi seperti sekarang."

"Reproducing the accumulated years," Shirou melanjutkan, kini lebih fokus. "Langkah keenam adalah meniru efek dari waktu yang berlalu. Setiap goresan, setiap luka, setiap sejarah yang dimiliki senjata itu, semuanya harus aku pahami."

Riveria mengangguk pelan, mulai menyadari betapa rumit proses ini. "Dan langkah terakhir?"

"Excelling every manufacturing process," Shirou mengakhiri, sambil mengubah cahaya biru di tangannya menjadi proyeksi senjata. "Di sini aku menyempurnakan semua langkah sebelumnya, menghasilkan replika yang hampir sempurna."

Riveria memandangi pedang yang kini tergenggam di tangan Shirou dengan takjub. "Semua ini... Kau memadatkan tujuh langkah ini menjadi dua kata sederhana, 'Trace On'?"

Shirou tersenyum lembut. "Ya. Tapi hanya mungkin setelah bertahun-tahun latihan. Fleksibilitas Magecraft tidak berarti prosesnya mudah."

Riveria mengangguk lagi, rasa hormatnya terhadap Shirou semakin dalam. "Aku tak menyangka Magecraft bisa sedalam dan serumit ini. Terima kasih telah mengajarkannya padaku."

Mereka melanjutkan diskusi mereka, dengan Riveria yang terus bertanya, dan Shirou yang sabar menjelaskan setiap detailnya.

Riveria memperhatikan dengan seksama setiap langkah yang Shirou peragakan sebelumnya. Pikirannya bekerja keras menyusun pemahaman baru tentang Magecraft, sampai akhirnya dia mengambil kesimpulan. "Jadi," katanya perlahan, sambil menatap Shirou dengan serius, "kau sudah begitu ahli dalam Projection hingga kau bisa menutup mata, mengulurkan tangan, dan tanpa mengucapkan Incantation apapun tetap bisa memproyeksikan senjata, seperti yang kulihat di Dungeon. Saat itu, kau memanggil banyak senjata sekaligus di sekelilingmu."

Shirou tersenyum kecil, mengangguk membenarkan. "Ya, kau benar," jawabnya dengan nada tenang.

Namun, rasa penasaran Riveria belum terpuaskan. "Tapi," lanjutnya, mencondongkan tubuh sedikit ke depan, "apakah kau membaca Incantation itu dalam hati? Atau kau hanya perlu membayangkan bentuk senjata yang ingin kau projeksikan?"

Shirou mengusap dagunya sejenak, lalu menjawab, "Aku hanya perlu membayangkan senjata yang ingin kuproyeksikan. Prosesnya terjadi di dalam pikiranku, tanpa perlu mengucapkan apapun."

Di dalam pikirannya sendiri, Shirou merasakan dorongan untuk menjelaskan lebih banyak. Sebenarnya, pikirnya, prosesnya jauh lebih kompleks. Aku tidak hanya membayangkan senjata itu, aku juga 'menyalin' keberadaannya dari dunia batinku, Unlimited Blade Works. Semua senjata itu telah ada di sana, di dunia internal milikku. Namun, membahas tentang Reality Marble hari ini akan terlalu jauh dari pelajaran kita, dan aku tidak ingin membebani Riveria dengan informasi yang terlalu rumit.

Sementara itu, Riveria menatap Shirou dengan tatapan penuh kekaguman. Dalam hatinya, dia merasa sangat beruntung bisa belajar dari seseorang yang begitu luar biasa. Magecraft bukan hanya ilmu baru yang menantang baginya, tetapi juga memberikan kesempatan baginya untuk lebih dekat dengan Shirou, sosok yang telah lama menarik perhatiannya.

"Aku benar-benar berterima kasih atas kesempatan ini," kata Riveria, suaranya tulus. "Belajar Magecraft darimu adalah sesuatu yang tak pernah kubayangkan sebelumnya."

Shirou tersenyum, sedikit tersipu. "Aku hanya senang bisa berbagi apa yang kuketahui. Jika ini bisa membantumu, maka aku puas."

Percakapan mereka berlanjut dengan nuansa santai tetapi tetap serius, Riveria yang penasaran terus bertanya, dan Shirou yang sabar menjawab. Kedekatan di antara mereka semakin terasa, meskipun tersembunyi di balik topik diskusi yang teknis.

Riveria menatap pedang yang baru saja diproyeksikan Shirou. Bentuknya begitu sempurna hingga sulit dipercaya itu hanya tiruan dari Magecraft. Tangannya terulur, menyentuh gagang pedang dengan penuh rasa ingin tahu. "Aku ingin mencoba," katanya dengan nada tegas, tetapi ada antusiasme yang jelas terpancar dari matanya.

Shirou menatapnya sejenak, ragu. "Riveria," ujarnya pelan, "teknik ini tidak mudah. Aku butuh bertahun-tahun latihan untuk benar-benar memahami dan menguasainya. Ini bukan sesuatu yang bisa dicapai dalam sekali percobaan."

Riveria mengangguk, ekspresinya tetap teguh. Dalam hatinya, dia berpikir, Aku tahu ini akan sulit, tetapi aku ingin melakukannya. Aku ingin lebih dekat dengan Shirou, memahami dunia yang ia jalani, dan mengenalnya lebih dalam melalui Magecraft ini.

Mengambil pedang itu dari tangan Shirou, Riveria mulai mengalirkan prana melalui Magic Circuit-nya. Sensasi hangat dan berdenyut dari energi sihirnya mulai menyelimuti tubuhnya. Langkah pertama yang ia pilih adalah Structural Analysis. Dengan hati-hati, ia memusatkan pikirannya untuk memahami struktur dan konsep dasar dari pedang itu.

"Langkah pertama, Judging the concept of creation," Shirou membimbingnya dengan suara tenang.

Riveria menutup mata, mencoba merasakan dan memahami esensi pedang itu. Namun, yang ia dapati hanyalah bayangan samar-samar yang terus kabur di pikirannya. "Ini... jauh lebih sulit daripada yang kukira," gumamnya, sedikit frustasi.

"Langkah kedua, Hypothesizing the basic structure," lanjut Shirou.

Riveria berusaha keras membayangkan komposisi pedang itu, tetapi detailnya terasa seperti teka-teki yang hilang sebagian. Keringat mulai mengalir di pelipisnya, tetapi dia menolak untuk menyerah. Dia melanjutkan ke langkah ketiga, Duplicating the composition material. Tangannya gemetar ketika mencoba menyalin material dari pedang itu menggunakan prana. Hasilnya? Sebuah bentuk samar yang mulai terlihat, tetapi masih jauh dari sempurna.

"Langkah keempat, Imitating the skill of its making," Shirou menyebutkan dengan hati-hati, terus memperhatikan Riveria.

Riveria mencoba menyalin keahlian pembuat pedang itu, tetapi kesulitannya semakin bertambah. Setiap goresan bayangan di pikirannya terasa berat dan tidak konsisten. "Bagaimana kau bisa melakukan ini dengan begitu mudah, Shirou?" dia bertanya dengan nada yang sedikit frustrasi.

"Aku tidak bilang itu mudah," Shirou menjawab, tersenyum kecil. "Aku jatuh bangun berkali-kali sebelum bisa sampai di titik ini."

Langkah kelima, Sympathizing with the experience of its growth. Riveria mencoba merasakan bagaimana pedang itu terbentuk dan berkembang, tetapi yang ia rasakan hanyalah kekosongan. Langkah keenam, Reproducing the accumulated years, terasa seperti puncak dari tantangan ini.

Akhirnya, langkah terakhir, Excelling every manufacturing process. Dengan napas yang berat, Riveria mencoba menciptakan kembali pedang itu sepenuhnya. Hasilnya adalah pedang transparan yang tampak kosong dan rapuh. Dia mengangkatnya perlahan, tetapi dalam sekejap, pedang itu memudar kembali menjadi partikel prana yang lenyap di udara.

Riveria terduduk lemas, napasnya terengah-engah. "Aku gagal," katanya lirih, dengan kekecewaan yang jelas.

Shirou mendekat, menepuk bahunya dengan lembut. "Kau sudah melangkah jauh untuk percobaan pertama. Bahkan, mencapai langkah ketujuh adalah hal yang luar biasa. Butuh waktu bagiku untuk sampai di tahap itu. Jangan berkecil hati."

Riveria menatapnya dengan senyum kecil, meskipun lelah. "Aku hanya ingin mencoba... mungkin, kalau aku terus belajar darimu, aku bisa memahami lebih banyak."

Shirou tersenyum hangat. "Dan aku akan terus mengajarimu. Magecraft ini memang sulit, tapi dengan dedikasi seperti punyamu, kau pasti akan melampaui batasmu sendiri."

Riveria mengangguk, merasakan semangat baru tumbuh di hatinya. Meskipun gagal, dia merasa usahanya membawa dia lebih dekat, bukan hanya dengan Magecraft, tetapi juga dengan Shirou.

Shirou menatap Riveria yang masih terlihat lelah setelah usahanya mencoba Projection. Dia tersenyum, mencoba menghiburnya. "Riveria, jangan merasa buruk. Bahkan magus yang paling ahli pun jarang sekali berhasil menggunakan Projection seperti ini. Sebenarnya, sebagian besar akan mendapatkan hasil yang sama sepertimu. Itu sebabnya Projection sering disebut juga sebagai Gradation Air. Sulit untuk dikuasai."

Riveria mengangkat alis, tertarik dengan apa yang baru saja dia dengar. "Gradation Air? Hmm... Menarik. Jadi, adakah magus lain yang kau kenal yang menggunakan teknik ini?" tanyanya dengan nada penuh rasa ingin tahu.

Shirou terdiam sejenak, matanya menatap jauh seolah-olah sedang mengingat masa lalu. Dengan suara yang sedikit melankolis, dia mulai bercerita. "Aku pernah memiliki seorang rekan selama Perang Cawan Suci. Namanya Rin Tohsaka. Dia seorang magus yang sangat berbakat, seorang Average One yang mampu menguasai lima elemen utama. Kalau ada orang yang bisa menjadi guru terbaik untukmu, mungkin itu adalah Rin."

Nada kerinduan dalam suara Shirou membuat Riveria merasakan sesuatu yang menggelitik di dadanya—sebuah rasa cemburu yang sulit dia kendalikan. Namun, dia menekan perasaan itu dalam hatinya, menyadari bahwa ini bukan saatnya untuk merasa seperti itu. "Rin Tohsaka, ya? Sepertinya dia sangat berarti bagimu," ujar Riveria sambil mencoba menjaga nada suaranya tetap netral.

Shirou mengangguk pelan. "Ya, dia... seorang teman yang sangat penting. Pintar, keras kepala, dan memiliki kemampuan yang luar biasa. Dia selalu tahu bagaimana menghadapi setiap tantangan. Jika dia di sini, mungkin dia bisa lebih membantumu memahami Magecraft daripada aku."

Riveria mendengarkan dengan seksama, tetapi ketika Shirou selesai, dia menggelengkan kepalanya tegas. "Aku tidak peduli siapa dia, Shirou. Walaupun Rin sepertinya luar biasa, aku tidak akan menggantikanmu sebagai guruku. Kau adalah orang yang membimbingku sejauh ini, dan aku ingin belajar Magecraft darimu, bukan dari orang lain."

Shirou tertegun, lalu tersenyum kecil. "Riveria... itu hal yang sangat berarti bagiku. Tapi jujur saja, aku merasa tidak pantas mendapatkan penghormatan seperti itu. Aku hanya seorang magus kelas ketiga yang kebetulan tahu sedikit tentang Magecraft."

Riveria hanya tersenyum tipis, menatap Shirou dengan pandangan yang penuh tekad. Rin Tohsaka mungkin pernah berada di sisimu, Shirou, tapi dia terpisah dunia darimu sekarang. Biarkan aku menjadi orang yang tetap berada di sisimu di sini dan sekarang. Monolog itu berputar dalam hatinya, tetapi dia tidak mengucapkannya. Dia hanya berkata lembut, "Kau pantas, Shirou. Jangan pernah meragukan itu."

Shirou menarik napas dalam, menatap Riveria yang masih terlihat penuh semangat meskipun baru saja gagal mencoba Projection. Dengan nada lembut namun tegas, dia berkata, "Riveria, aku pikir Projection mungkin bukan jalan yang tepat untukmu. Teknik itu membutuhkan elemen yang sangat spesifik, dan... sepertinya tidak cocok dengan afinitasmu."

Riveria merenung sejenak sebelum menjawab, "Berdasarkan sihir yang aku miliki melalui Falna, aku bisa menggunakan elemen api, es, barrier, dan juga healing. Itulah elemen-elemen yang menjadi dasar dari spell yang aku kuasai."

Shirou mengangkat kedua tangannya seolah menyerah. "Kalau begitu, aku harus jujur... Aku tidak bisa mengajarkan apapun tentang itu. Semua elemen itu jauh dari bidangku. Aku bahkan tak tahu apa yang harus aku mulai dengan healing atau barrier." Dia tersenyum kecil, mencoba meredakan suasana.

Riveria tertawa kecil, tidak terganggu sama sekali. "Itu bukan masalah. Aku akan mencoba mempelajari sesuatu sendiri. Mungkin aku bisa menggabungkan elemen-elemen itu dalam eksperimenku," katanya penuh percaya diri.

Namun, mendengar kata eksperimen membuat Shirou mendadak serius. Dia memandang Riveria dengan mata tajam, suaranya berubah lebih tegas. "Riveria, dengarkan aku. Eksperimen dengan Magecraft tidaklah sederhana. Menjadi seorang magus seperti berjalan di tepi jurang kematian. Salah langkah, dan eksperimenmu bisa membunuhmu. Magus lain yang mengetahui risetmu mungkin akan memburumu untuk mencuri rahasiamu. Dan jika kau memaksakan batas Magecraft, tubuhmu sendiri bisa hancur."

Kata-kata Shirou yang penuh peringatan itu membuat Riveria terdiam. Dia menelan ludah, wajahnya sedikit pucat mendengar penjelasan itu. Namun, dia segera tersenyum kecil, mencoba meredakan ketegangan. "Aku mengerti, Shirou. Aku akan hati-hati, aku janji. Dan kau tahu? Setidaknya di dunia ini, tak ada magus lain kecuali kau, kan? Kalau ada sesuatu yang mengancamku, bukankah kau akan melindungiku?"

Shirou menghela napas panjang. Senyum Riveria sedikit menghapus kekhawatirannya, tetapi dia tetap menjawab dengan tegas. "Tentu saja, aku akan melindungimu. Tapi jangan gunakan itu sebagai alasan untuk bertindak gegabah, Riveria. Aku serius."

Riveria tersenyum lebih lebar, merasa lebih percaya diri. "Tenang saja, Shirou. Aku akan memastikan eksperimenku aman. Dan... aku tahu aku memiliki guru yang hebat di sisiku."

Shirou hanya bisa mengangguk, meskipun jauh di dalam hatinya, dia tetap merasa sedikit was-was.

Riveria tampak termenung sejenak, wajahnya dihiasi senyum tipis seolah menemukan sebuah gagasan yang menarik. Ia menoleh ke Shirou yang masih duduk di hadapannya. "Aku punya ide untuk memulai risetku," katanya dengan nada penuh keyakinan. "Mungkin aku bisa mencari tahu apa yang digunakan oleh leluhur Elf kuno untuk sihir mereka. Aku yakin, di sana ada banyak ilmu yang telah hilang."

Shirou mengangguk, menunjukkan ketertarikannya. "Itu ide yang bagus. Tapi... dari mana kau bisa mendapatkan informasi itu? Bukankah catatan seperti itu sudah sangat jarang ditemukan?"

Riveria terkekeh pelan dan menatap Shirou dengan senyum geli. "Apa kau lupa, Shirou? Muridmu ini adalah seorang High Elf. Aku adalah putri dari hutan Alf. Saat aku meninggalkan istana untuk datang ke Orario, aku membawa cukup banyak buku dari perpustakaan kerajaan. Mungkin saja di antara buku-buku itu ada yang berisi petunjuk tentang sihir kuno."

Shirou terkejut mendengar hal itu, lalu tersenyum kecil. "Kau benar-benar selalu memikirkan langkah ke depan. Kalau begitu, biarkan aku membantumu membaca buku-buku itu. Mungkin bersama-sama, kita bisa menemukan sesuatu lebih cepat."

Namun, Riveria menggelengkan kepalanya lembut. "Aku menghargai tawaranmu, Shirou, tapi aku rasa itu tidak akan efektif. Sebagian besar buku yang kubawa ditulis dalam hieroglyph kuno. Kau bisa membacanya?"

Shirou terdiam sejenak sebelum menggeleng. "Tidak bisa. Ketika aku terdampar di dunia ini, aku hanya memperoleh pengetahuan tentang bahasa Koine—bahasa umum yang digunakan di sini. Hieroglyph kuno sama sekali di luar kemampuanku."

Riveria tersenyum lagi, kali ini dengan nada yakin. "Kalau begitu, aku tahu siapa yang bisa membantuku. Aku akan meminta bantuan Aina Tulle, temanku sekaligus pelayanku dulu yang menemani perjalananku keluar dari hutan Alf. Dia memiliki keahlian membaca hieroglyph dan pasti akan sangat membantu risetku."

Shirou mengangguk setuju. "Itu ide bagus. Aina pasti akan senang membantu. Apalagi ini tentang peninggalan sihir kuno leluhurmu."

Riveria menatap Shirou dengan tatapan lembut, menunjukkan rasa terima kasihnya. "Kalau begitu, aku harus meminta izin. Beberapa hari ke depan, aku tidak bisa melanjutkan pelajaran magecraft bersamamu. Aku berencana untuk menginap di rumah Aina dan melakukan riset bersama dengannya."

Shirou tersenyum dan mengangguk penuh pengertian. "Tentu saja. Kau tidak perlu khawatir tentang itu. Semoga risetmu berjalan lancar, Riveria. Jika kau membutuhkan sesuatu, kau tahu aku ada di sini untuk membantumu."

Riveria menatap Shirou dengan penuh rasa syukur. "Terima kasih, Shirou. Aku akan melakukan yang terbaik untuk menggali apa yang bisa kupelajari dari masa lalu leluhurku."