Chereads / Fate x Danmachi: The Sword Prince / Chapter 67 - Chapter 67

Chapter 67 - Chapter 67

Shirou dan Riveria tiba kembali di Orario saat matahari hampir tenggelam, memancarkan cahaya jingga yang menghangatkan langit. Jalanan kota sudah mulai ramai dengan pedagang yang menutup kios mereka dan para petualang yang kembali dari Dungeon. Shirou dan Riveria berjalan berdampingan, dengan langkah santai namun tetap menjaga kewaspadaan.

Riveria menoleh ke arah Shirou dengan senyum kecil. "Perjalanan naik lantai tadi lebih menyenangkan, terutama karena kau memberiku kesempatan untuk memanah monster. Tidak seperti sebelumnya di mana aku hanya jadi pengumpul magic stone."

Shirou terkekeh, menggaruk bagian belakang kepalanya. "Aku rasa aku sudah cukup memamerkan kemampuan hari ini. Kalau aku terus-terusan unjuk gigi, bisa-bisa aku kehilangan muridku."

Riveria tersenyum simpul mendengar candaan Shirou.

Setibanya di gerbang Twilight Manor, Riveria berhenti sejenak dan membuka tudung hijaunya, membiarkan rambut hijaunya yang panjang tergerai. Ia menoleh pada Shirou dengan senyum lembut. "Kau bisa pulang duluan, Shirou. Aku ingin pergi sebentar ke toko pakaian Elf untuk membeli jubah hijau seperti ini sebelum kehabisan."

Shirou terdiam sejenak, ada sedikit kegelisahan yang terselip di hatinya. Ia tahu betul bahwa jubah itu sama dengan yang ia pilihkan untuk Ryuu kemarin, dan ia tak bisa membayangkan apa yang akan terjadi jika kedua wanita itu menyadarinya. Berusaha membujuk, Shirou berkata, "Riveria, bagaimana kalau kau memintaku saja untuk memprojeksi jubah itu kapan pun kau ingin memakainya? Aku bisa melakukannya dengan mudah."

Namun Riveria menggeleng, menunjukkan tekadnya. "Tidak, Shirou. Aku ingin memiliki yang asli. Jubah hasil projeksi milikmu hanya bertahan tiga hari, dan aku tidak ingin terus merepotkanmu untuk membuatnya lagi dan lagi."

Di dalam hatinya, Riveria tersenyum hangat. Jubah ini dipilihkan Shirou untukku dan dipuji cocok denganku. Aku ingin memilikinya sebagai kenang-kenangan 'kencan pertama mereka berdua', pikirnya sambil menatap Shirou.

Melihat tekad Riveria, Shirou hanya bisa menghela napas kecil. "Baiklah. Kalau begitu hati-hati di jalan, Riveria."

Riveria tersenyum sambil melambaikan tangan. "Aku tidak akan lama. Sampai jumpa nanti, Shirou."

Setelah Riveria berjalan pergi, Shirou melepas tudung jubahnya, lalu memegang kedua telinganya. Ia mengaktifkan Alteration Magecraft untuk mengembalikan telinganya dari bentuk Elf menjadi normal. Saat selesai, Shirou merasakan angin sore yang sejuk menyentuh wajahnya. Ia menghela napas panjang. Semoga mereka tidak saling menyadari kalau jubah itu sama. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi jika mereka bertemu dengan pakaian itu.

Shirou memutuskan untuk kembali ke Twilight Manor lebih dahulu sebelum pergi ke tempat lain. Ia menaiki tangga menuju kamar kecilnya yang terletak di lantai dua. Suasana di dalam Manor terasa sepi, hanya ada beberapa anggota Loki Familia yang terlihat berkeliaran di lorong. Shirou memperhatikan mereka sebentar sebelum melanjutkan langkahnya. Mungkin mereka sedang keluar untuk mencari makan malam atau belum kembali dari ekspedisi Dungeon, pikir Shirou sambil membuka pintu kamarnya.

Setelah masuk, Shirou menurunkan tas besar yang dibawanya dan meletakkannya di sudut ruangan. Ia membuka tas tersebut dan mengeluarkan kantung yang berisi magic stone yang ia kumpulkan sepanjang perjalanan hari ini. Shirou menatap kantung yang terasa cukup berat itu dan teringat kata-kata Riveria sebelumnya.

"Magic stone ini untukmu saja, Shirou. Kau yang kebanyakan mengalahkan monster, jadi sudah seharusnya itu menjadi milikmu."

Shirou tersenyum kecil, mengingat nada tegas namun lembut dari suara Riveria saat mengatakan itu. Ia membuka laci di bawah kasurnya yang sudah terisi penuh dengan magic stone hasil perjalanan sebelumnya. Shirou memasukkan kantung baru itu ke dalamnya, menumpuknya bersama koleksi yang lain.

Ia menghela napas pelan sambil menutup laci. Aku masih belum butuh uang. Kalau begini, lebih baik magic stone ini digunakan untuk eksperimen Magecraft. Lagipula, siapa tahu bisa berguna untuk penelitian baru.

Shirou kemudian melepaskan jubah hitam Elf yang ia kenakan, melipatnya dengan rapi, dan memasukkannya ke kantong pakaian kotor di sudut ruangan. Armor hitam dan pakaian merah yang ia gunakan tadi segera ia buyarkan menjadi prana, menghilang tanpa jejak. Ia mengambil handuk kecil dari meja dan mengelap keringat di tubuhnya, lalu menyemprotkan sedikit wewangian ringan. Setidaknya aku tidak ingin terlihat seperti orang yang baru pulang dari Dungeon.

Setelah merasa segar, Shirou membuka lemari pakaiannya. Ia melirik kemeja pilihan Syr yang ia beli kemarin, sebuah kemeja simpel namun terlihat cukup stylish. Ia mengambilnya dan mengenakannya. Saat menatap cermin kecil di kamarnya, Shirou mengangguk puas melihat penampilannya yang cukup rapi. Ini cukup baik untuk pergi ke Hostess of Fertility.

Setelah memastikan semuanya sudah siap, Shirou keluar dari kamarnya. Ia berjalan perlahan menyusuri lorong dengan tujuan untuk menikmati makan malam di Hostess of Fertility, tempat yang sudah seperti rumah kedua baginya. Mungkin malam ini aku juga bisa membantu sedikit di dapur kalau mereka sedang ramai, pikir Shirou sambil menutup pintu Manor dengan langkah ringan.

Malam mulai menyelimuti Orario ketika Shirou berjalan menuju Hostess of Fertility. Udara dingin malam itu menyegarkan setelah seharian berada di Dungeon. Langit gelap dihiasi bintang-bintang yang berkelap-kelip, menciptakan suasana tenang yang menemani langkahnya.

Ketika Shirou sampai di Hostess of Fertility, suasana di dalam restoran terasa lebih santai daripada biasanya. Restoran itu tidak terlalu ramai, hanya beberapa pelanggan tetap yang terlihat berbincang sambil menikmati makan malam mereka. Aroma makanan yang baru dimasak masih memenuhi udara, membuat perut Shirou sedikit keroncongan.

Di pintu masuk, Ryuu menyambutnya dengan senyum lembut. "Selamat malam, Shirou. Kau datang di waktu yang tepat," katanya, menyilangkan kedua tangan di depan seragam hijaunya.

"Selamat malam, Ryuu," balas Shirou, mengangguk sopan. Ia melirik ke arah dapur dan bertanya, "Apa kalian membutuhkan bantuan di dapur malam ini? Aku bisa membantu memasak kalau sedang sibuk."

Ryuu menggeleng sambil tetap tersenyum. "Tidak perlu. Sekarang Syr yang membantu di dapur. Mama Mia sudah mulai mempercayainya setelah kau mengajarinya memasak. Dia cukup cepat belajar."

Mendengar itu, Shirou sedikit menunduk dengan raut kecewa di wajahnya. "Jadi aku sudah tidak diperlukan di dapur lagi, ya?" gumamnya dengan nada bercanda, tetapi jelas ada sedikit rasa kehilangan dalam suaranya.

Ryuu tertawa kecil, melihat ekspresi Shirou. "Jangan seperti itu. Kau masih diperlukan di sini, hanya saja bukan di dapur untuk malam ini." Dia menunjuk ke salah satu meja kosong di sudut ruangan. "Kenapa kau tidak duduk dan bersantai saja malam ini? Biarkan kami yang melayani."

Shirou menggaruk belakang kepalanya, tampak sedikit canggung. "Aku lebih suka membantu daripada duduk diam," katanya jujur.

Ryuu meletakkan satu tangan di pundak Shirou. "Setiap orang butuh istirahat, bahkan seorang pahlawan sekalipun. Lagipula, setelah seharian menjelajahi Dungeon, kau pantas duduk dan menikmati makan malam tanpa perlu memasaknya sendiri."

Mendengar itu, Shirou akhirnya mengalah. Ia menghela napas kecil dan mengangguk. "Baiklah, aku serahkan semuanya pada kalian malam ini," katanya sambil berjalan menuju meja yang ditunjukkan Ryuu.

Ketika Shirou duduk, Ryuu membungkuk sedikit dan tersenyum lagi. "Tunggu sebentar, aku akan mengambilkan sesuatu untukmu," katanya sebelum berbalik menuju dapur, meninggalkan Shirou yang akhirnya mulai merasa nyaman untuk menikmati malam itu.

Shirou duduk di salah satu meja di sudut restoran, mengamati suasana yang hangat dan tenang di Hostess of Fertility malam itu. Suara gelas beradu ringan terdengar dari pelanggan yang bercakap santai. Aroma sedap makanan terus menggoda inderanya, membuat Shirou semakin merasa nyaman.

Tidak lama kemudian, Ryuu kembali dari dapur, membawa nampan besar yang tampak penuh dengan makanan. Di atasnya terdapat sepiring besar nasi berbumbu dengan daging panggang yang renyah di luarnya, semangkuk sup hangat dengan potongan sayur dan ayam, roti panggang mentega dengan aroma bawang putih, dan satu porsi salad hijau segar yang dihias dengan tomat ceri berwarna cerah.

Melihat nampan itu, mata Shirou melebar. "Sebanyak ini? Apa ini semua untukku?" tanyanya, setengah tak percaya.

Ryuu meletakkan nampan itu dengan tenang di atas meja dan tersenyum kecil. "Anggap saja ini sebagai ucapan terima kasih atas kerja kerasmu selama ini. Selain itu, Syr sudah bekerja keras memasak semua ini. Jadi, kau harus menghargainya dengan menghabiskannya."

Shirou menghela napas panjang, lalu menatap makanan di depannya. "Kurasa aku tidak punya pilihan, ya? Kalau aku tidak makan habis, Syr pasti akan kecewa," katanya, mencoba bercanda.

Ryuu menahan tawa kecil. "Tepat sekali. Jadi, mulai saja."

Shirou mengambil garpu dan mulai mencicipi nasi berbumbu dengan daging panggang. Rasanya luar biasa, dengan perpaduan sempurna antara rasa gurih dan manis dari saus yang meresap ke dalam dagingnya. "Hmm, enak sekali," gumamnya, lebih kepada dirinya sendiri.

Setelah beberapa gigitan, Shirou memperhatikan Ryuu duduk di kursi di seberangnya. Ia menaikkan alisnya, heran. "Ryuu, kenapa kau duduk di sini? Bukannya kau harus bekerja?"

Ryuu menyilangkan tangan di atas meja dan tersenyum. "Tidak terlalu ramai malam ini. Aku masih punya waktu untuk santai."

Shirou mendesah, sedikit kecewa. "Kupikir kau akan duduk untuk membantuku menghabiskan semua makanan ini. Rasanya ini terlalu banyak untukku sendiri."

Ryuu tersenyum lembut. "Kau pasti bisa menghabiskannya, Shirou. Lagipula, anggap ini latihan lain untukmu. Seorang petualang harus kuat, termasuk dalam hal perut."

Shirou tertawa kecil mendengar lelucon Ryuu dan kembali menikmati makanannya, meskipun dia tahu bahwa menghabiskan semua itu akan menjadi tantangan tersendiri.

Sambil duduk santai di depan Shirou, Ryuu menopang dagunya dengan tangan, memperhatikan Shirou yang sedang sibuk melahap makanannya. Mata biru langitnya memandang dengan lembut, kemudian dia membuka percakapan, "Jadi, bagaimana latihanmu dengan Lady Riveria tadi di Dungeon? Apa banyak yang kau pelajari?"

Shirou yang tengah mengunyah daging panggang langsung berhenti sejenak, berpikir. Dia masih ingin menyembunyikan sepenuhnya kekuatan aslinya. Dengan tenang, dia menjawab, "Latihannya cukup seru. Riveria menunjukkan jalan yang paling efektif untuk menuruni Dungeon. Sangat membantu untuk memahami jalur-jalur di sana."

Ryuu mengangguk perlahan, tetapi matanya menyipit penuh rasa ingin tahu. "Oh? Sampai sejauh mana kau diajarkan? Lantai berapa kalian capai?"

Tanpa berpikir panjang, Shirou menjawab, "Kami sampai lantai 20 tadi."

Jawaban itu membuat Ryuu terdiam beberapa saat, kemudian dia mencondongkan tubuh sedikit ke depan. Alisnya terangkat, jelas menunjukkan rasa herannya. "Lantai 20? Bukankah itu terlalu jauh? Kau masih level 1, kan? Kenapa perlu sampai sejauh itu?"

Mendengar pertanyaan itu, Shirou yang tengah meminum teh langsung tersedak, hampir menjatuhkan cangkirnya. Dia batuk pelan sambil berusaha menenangkan diri. Dalam pikirannya, Shirou menyesali kejujuran spontan tadi. Sial, aku lupa Ryuu masih mengira aku level 1.

Ryuu menatap Shirou dengan tatapan penuh perhatian. "Kau baik-baik saja?" tanyanya lembut.

Setelah batuknya mereda, Shirou mengangguk cepat dan tersenyum kaku. "Ah, aku baik-baik saja. Maafkan aku." Berusaha mengalihkan perhatian Ryuu, dia menambahkan dengan santai, "Mungkin Riveria ingin mempersiapkanku untuk masa depan. Siapa tahu, suatu hari nanti aku bisa menjelajahi Dungeon sampai sejauh itu."

Ryuu menatap Shirou beberapa saat, seolah mempertimbangkan jawabannya. Akhirnya, dia tersenyum tipis dan bersandar kembali di kursinya. "Lady Riveria memang seseorang yang selalu berpikir jauh ke depan. Mungkin benar dia mempersiapkanmu untuk tantangan lebih besar. Tapi tetap saja, aku heran kenapa dia memilih melatihmu secara langsung."

Shirou tertawa kecil, mencoba menghilangkan ketegangan. "Mungkin dia ingin memastikan aku tidak tersesat di lantai-lantai awal."

Ryuu tersenyum, tetapi pikirannya masih memikirkan betapa istimewanya Shirou hingga mendapat perhatian langsung dari Lady Riveria. Namun, dia memutuskan untuk tidak mendesak lebih jauh, melihat Shirou yang tampak sudah cukup kewalahan menjelaskan.

Ryuu memandang Shirou dengan serius, mencondongkan tubuhnya sedikit ke depan. "Kau tahu, Shirou, mengetahui jalan di Dungeon saja tidak cukup. Kau juga harus melatih teknik bertarungmu. Dungeon bukan hanya soal menghafal jalur atau membasmi monster lemah. Ada saatnya kau akan menghadapi sesuatu yang jauh lebih berbahaya."

Shirou mengangguk setuju, meskipun di dalam hatinya dia mulai merasa sedikit waswas. "Itu benar. Aku harus lebih banyak belajar," jawabnya sambil mencoba menjaga nada suaranya tetap santai.

Ryuu melanjutkan dengan tekad, "Besok pagi aku ingin melatihmu. Tidak hanya untuk bertahan hidup, tetapi juga untuk bertarung lebih efektif. Aku ingin kau siap menghadapi apapun."

"Besok pagi?!" pikir Shirou dengan kaget. "Bagaimana aku bisa menyembunyikan levelku yang sebenarnya jika dilatih oleh Ryuu? Teknik bertarungku akan langsung mengungkapkan segalanya."

Shirou mencoba mengulur waktu dengan bertanya lebih dulu, "Jadi, di mana tempat latihan itu? Apa ada lokasi khusus yang kau pikirkan?"

Ryuu mengangguk, yakin dengan jawabannya. "Di depan asrama pelayan Hostess of Fertility, ada lapangan kecil yang biasanya kami gunakan untuk latihan pribadi. Lokasinya cukup sepi, jadi kau bisa fokus tanpa gangguan."

Lapangan kecil itu... tempat yang terbuka tanpa keramaian. Tak ada alasan lagi untuk menolak, bukan? Shirou merasa semakin tak enak jika harus menolak niat baik Ryuu. Dia menarik napas pelan, kemudian mengangguk dengan senyum kecil. "Baiklah, aku akan datang besok pagi," katanya, meskipun hatinya masih penuh keraguan.

Tampaknya aku tak punya pilihan lain. Kalau aku menolak, dia pasti akan curiga. Aku harus mencari cara untuk menyembunyikan level dan kemampuan asliku. Mungkin aku bisa menggunakan Tracing untuk meniru gaya bertarung petualang pemula level 1. Dengan sedikit kesalahan di sana-sini, itu akan terlihat meyakinkan.

Ryuu tersenyum puas mendengar Shirou setuju. "Bagus. Aku yakin kau akan belajar banyak. Dan jangan khawatir, aku akan memastikan latihannya efektif," ujarnya sambil kembali menyandarkan punggungnya ke kursi.

Shirou hanya bisa mengangguk sambil memaksakan senyumnya.

Setelah meneguk teh terakhirnya, Shirou akhirnya berhasil menghabiskan makanannya. Seperti kebiasaan lamanya, dia langsung meraih nampan, piring, dan cangkir-cangkir kotornya. Namun, saat dia hendak berdiri dan membawanya ke dapur, Ryuu sudah lebih dulu mengambil sebagian alat makan dari mejanya.

"Shirou," kata Ryuu dengan nada tenang sambil memegang nampan. "Bukankah tadi aku sudah bilang, hari ini kau cukup bersantai saja?"

Shirou menghela napas pelan, masih berdiri di tempatnya. "Tapi... aku tidak bisa hanya duduk diam. Setidaknya biarkan aku membantu membawa ini ke dapur. Hanya itu saja."

Ryuu menatap Shirou sejenak, lalu tersenyum kecil, penuh rasa geli. Di dalam hatinya, dia berpikir, Orang ini memang berbeda. Bukannya senang diberi waktu untuk bersantai, dia malah terlihat menderita.

"Aku rasa kalau aku melarangmu lagi, kau akan terus mengeluh," kata Ryuu akhirnya dengan nada lembut. "Baiklah, tapi kau hanya boleh membantu membawa alat makan ini, tidak lebih."

Mendengar itu, Shirou tersenyum puas dan segera meraih nampan berisi piring-piring kotor. "Setuju. Aku janji hanya membantu membawa ke dapur."

Dengan nampan di tangannya, Shirou berjalan berdampingan dengan Ryuu, yang juga membawa beberapa alat makan kotor. Saat mereka melewati meja-meja lain, Shirou memperhatikan piring-piring yang belum diangkut dan, dengan sigap, mengambilnya juga.

Ryuu menggelengkan kepalanya sambil tersenyum kecil. "Kau bahkan tak tahan melihat meja lain belum dibereskan, ya? Kau ini memang terlalu rajin, Shirou."

Shirou hanya terkekeh ringan. "Aku hanya ingin memastikan semuanya rapi. Lagipula, ini sudah jadi kebiasaanku."

Ryuu tertawa tipis, merasakan kehangatan dalam sifat Shirou yang selalu perhatian pada hal kecil. Mereka akhirnya membawa semua alat makan kotor ke dapur bersama-sama, membuat Shirou merasa sedikit lebih lega karena setidaknya dia tetap bisa membantu meskipun dilarang terlalu banyak bekerja.

Sesampainya di dapur, Shirou dan Ryuu dengan sigap meletakkan alat makan kotor di wastafel yang sudah menumpuk. Shirou menggulung lengan kemejanya secara refleks, bersiap untuk membantu mencuci, tetapi Ryuu dengan cepat menahan tangannya dan memberinya tatapan tegas.

"Jangan lupa, hari ini kau hanya bersantai," Ryuu mengingatkan dengan nada lembut, namun tegas.

Shirou mengangguk sedikit kecewa. "Baik, baik, aku mengerti."

Namun, sebelum Shirou sempat melangkah keluar dari dapur, suara ceria Syr memanggil dari sudut ruangan. "Oh, Shirou! Kau benar-benar memakai kemeja yang kupilihkan kemarin!"

Shirou tersenyum ramah sambil menunjuk ke arah kemejanya. "Tentu saja. Pilihanmu bagus sekali, Syr. Kemeja ini sangat nyaman dipakai."

Syr, yang sejak awal sudah tersenyum lebar, terlihat semakin bangga. "Tentu saja! Aku ini punya selera yang bagus. Jadi, aku memang cocok jadi penata gaya, kan?"

Shirou tertawa kecil melihat Syr yang mulai besar kepala. "Kau bukan hanya pandai memilih pakaian, tapi juga masakanmu semakin enak setiap kali aku mencobanya."

Mendengar pujian itu, wajah Syr semakin cerah. Dia berdiri dengan penuh percaya diri, menepuk dadanya dengan bangga. "Tentu saja! Aku sudah menjadi asisten utama di dapur ini. Kalau terus begini, mungkin aku bisa menggantikan Mama Mia suatu hari nanti!"

Ryuu, yang menyaksikan semua itu dari samping, menggelengkan kepalanya sambil menahan tawa. "Shirou, kupikir kau harus berhenti memuji Syr. Kalau terus begini, kepalanya akan semakin besar dan dia akan sulit berjalan keluar dari dapur ini."

Syr berpura-pura cemberut ke arah Ryuu. "Apa maksudmu, Ryuu? Aku ini memang pantas dipuji!"

Shirou hanya tersenyum sambil mengangkat bahu. "Aku hanya mengatakan yang sebenarnya. Kalau kau pantas dipuji, aku tak akan pelit melakukannya."

Syr mengangguk setuju dengan nada menggoda. "Benar sekali, Shirou. Kau harus mencontoh Shirou, Ryuu!"

Ryuu balas menatap Syr dengan ekspresi datar namun penuh arti. "Aku lebih memilih untuk menjaga keseimbangan di sini. Tidak perlu ada satu orang yang terlalu sombong."

Syr hanya tertawa kecil, sementara Shirou tersenyum sambil menggaruk belakang kepalanya. Suasana dapur pun kembali ceria dengan tawa ringan di antara mereka.

Saat Shirou masih bercanda ringan dengan Syr dan Ryuu, tiba-tiba suara berat dan mengintimidasi Mama Mia bergema dari belakang. "Syr! Kau pikir sudah selesai bermain-main?"

Syr tersentak dan langsung berdiri tegak, senyumnya yang tadi cerah berubah menjadi cengiran canggung. "Aku... aku hanya istirahat sebentar, Mama Mia."

Mama Mia mendengus sambil melipat tangannya. "Istirahat? Kalau kau punya waktu untuk beristirahat, kau punya waktu untuk memotong sayuran! Cepat kembali bekerja!"

Tanpa membantah, Syr segera mengambil pisau dan mulai memotong sayuran dengan patuh. Namun, sambil melakukannya, dia melirik ke arah Ryuu dengan seringai kecil. "Tuh, Ryuu juga tadi bersantai bersama Shirou. Kenapa aku saja yang dimarahi?"

Mendengar itu, Mama Mia langsung mengalihkan tatapannya yang tajam ke Ryuu, yang langsung berusaha tetap tenang meskipun jelas tidak nyaman. "Ryuu! Jadi kau juga bersantai saat jam kerja, hah?"

Ryuu mengangkat kedua tangannya dalam protes ringan. "Aku hanya duduk sebentar untuk memastikan Shirou menikmati makanannya."

Namun, Mama Mia tak mau mendengar alasan itu. "Tidak peduli. Kalau kau sudah selesai bersantai, sekarang kau bisa mencuci semua piring kotor di wastafel! Cepat!"

Ryuu mendesah pelan, lalu berjalan ke wastafel dengan sikap pasrah. "Syr juga sering mengobrol santai dengan pelanggan, tapi aku yang disuruh cuci piring..." gumamnya pelan.

Syr, yang mendengar itu, hanya tersenyum licik sambil tetap memotong sayuran. "Itulah kelebihanku, Ryuu. Aku tahu kapan harus berbicara manis."

Mama Mia, yang tak ingin mendengar keluhan lebih lanjut, menatap Shirou kali ini. Tapi alih-alih mendapat amarah, Shirou malah mendapat perlakuan berbeda. "Shirou, kau mau membantu di dapur lagi kali ini? Kau selalu bisa diandalkan, dan lihat Syr sekarang. Berkatmu, dia akhirnya bisa memasak dengan layak. Kalau tidak, dia mungkin sudah kubuang keluar."

Shirou merasa tersanjung dengan pujian itu, dan ia hampir saja mengiyakan tawaran Mama Mia. Namun, dari wastafel, Ryuu melirik tajam sambil sedikit menggelengkan kepalanya, seolah memberi isyarat agar Shirou tetap beristirahat seperti yang dijanjikan sebelumnya.

Menangkap maksud Ryuu, Shirou menghela napas pendek dan menjawab dengan nada penuh penyesalan. "Terima kasih atas tawarannya, Mama Mia. Tapi... mungkin kali ini aku akan benar-benar istirahat."

Mama Mia menatapnya beberapa saat, lalu akhirnya tersenyum kecil. "Baiklah, Shirou. Kau juga butuh waktu untuk bersantai. Tapi ingat, pintu dapurku selalu terbuka untukmu."

Shirou mengangguk sopan, lalu berpamitan pada mereka semua. Namun, sebelum ia benar-benar keluar dari dapur, Ryuu berbisik pelan sambil tetap mencuci piring. "Jangan lupa latihan besok pagi, Shirou."

Shirou tersenyum kecil dan berbisik balik. "Aku akan datang. Jangan terlalu keras padaku nanti."

Ryuu hanya mengangguk tipis dengan ekspresi datar, tapi mata birunya menyiratkan bahwa dia akan serius dalam melatih Shirou esok hari. Shirou pun keluar dari Hostess of Fertility dengan hati yang sedikit berat tetapi senang bisa menikmati malam santai bersama mereka.