Sinar matahari dipagi hari menembus jendela disebuah ruangan yang sedang Ishtar tempati. Terlihat suasana yang begitu tenang dengan senandung suara dari Ishtar membuat isi ruangan terasa hangat. Sambil menyisir rambut yang terlihat sangat halus seperti sebuah sutra. Tak lama dari itu kemudian seseorang memasuki ruangan.
"Apakah kau sudah sarapan dengan makanan yang para pelayan bawakan?" Ternyata itu Ian yang datang dengan suasana hati yang senang. Kenapa tidak sekarang didalam kamarnya terdapat seorang wanita yang begitu sangat cantik menempati kamarnya.
"Aku sudah memakannya, terima kasih." Sambil menoleh ke arah Ian.
"Kalau kau butuh yang lain katakan saja padaku." Ucap Ian sambil mendekati Ishtar yang berada didepan cermin.
"Baiklah, tapi semalam kau tidur dimana?" Tanya Ishtar yang berhenti merapihkan rambutnya.
"Kau tidak perlu mengkhawatirkan ku, aku tidur di ruangan lain." Jawab Ian yang masih terpesona melihat kecantikan wanita yang sedang dihadapannya ini.
"Sekarang lukaku sudah pulih, jadi..." Belum selesai Ishtar bicara Ian malah memotong ucapan Ishtar.
"Apa sekarang kau akan pergi? Tak apa kalau kau masih mau tinggal beberapa hari lagi disini atau beberapa bulan lagi juga tak masalah." Dengan ekspresi yang terlihat sedikit sedih dari Ian.
"Bukan kah kau khawatir dengan kakakmu jika mengetahui keberadaan ku, lagian tak pantas juga jika aku terlalu lama diam dikediaman orang lain. Apalagi ini dikamar seorang pria." Dengan senyuman jahil yang ia perlihatkan kepada Ian.
"Soal kakak, aku akan menjelaskan nya nanti dan memohon agar kakakku mau menerima mu jika ingin tinggal disini untuk beberapa hari atau bulan lagi, dan lagian aku tidak akan berani macam-macam kepadamu." Rona merah dipipi Ian pun seketika muncul.
"Benarkah? Apa kau bisa menjelaskan kepada kakakmu situasi semacam ini?" Ia terus mendekatkan tubuhnya kepada Ian sampai Ian berhenti terduduk diatas sebuah tempat tidur. "Bagaimana reaksi kakakmu melihat situasi kita sekarang ini? Melihat adiknya berduaan dengan seorang wanita diatas ranjang."
"Ishtar tunggu... Apa yang sedang kau lakukan? Lagian tadi kau terus mendorong ku kebelakang, membuat kita terlihat seperti ini." Pipi nya terlihat semakin merah, Ian benar-benar gugup dengan situasi saat ini. Ia kaget dengan sikap Ishtar yang agresif.
"Entahlah, mungkin suatu saat nanti kakakmu tidak akan melihat kita seperti ini. Tapi bagaimana jika keadaannya malah terlihat seperti sekarang ini?". Dengan tangannya yang mulai memegang pundak Ian sambil ia duduk diatas pangkuannya.
"Memangnya kedepannya kita akan melakukan hal semacam itu? Bukan kah itu tidak mungkin." Jawab Ian.
"Kenapa tidak? Apa yang terjadi jika seorang wanita dan pria terus bertemu dikamar seperti ini, lagian memangnya umurmu sekarang sudah berapa tahun? Sepertinya sudah cukup untuk kau melakukannya denganku." Dengan wajah yang menggodanya ia perlihatkan kepada Ian.
"16...aku baru 16 dua bulan yang lalu. Tapi tetap saja kita tidak boleh melakukannya. Bukankah orang yang melakukan hal seperti itu harus menikah terlebih dahulu." Dengan perasaan gugup ia menjawab.
"Selama tubuhmu menginginkannya kenapa tidak. Lagian tidak ada yang bisa menjamin seorang pria dan wanita berada di satu kamar yang sama tanpa terjadi apa-apa, dan jika harus menikah dulu memangnya kau mau menikah denganku?" Ia perlahan memegang area sekitar bibir Ian, seakan mereka seperti akan berciuman.
Tangan Ian pun mulai merangkul tubuh Ishtar seperti menandakan ia menginkannya. Ian merasa aneh tubuhnya seakan tidak dapat ia kendalikan. Perasaan senang, gugup dan bingung sedang ia rasakan saat ini.
Akan tetapi tak lama dari itu, suasana yang sedang mereka rasakan saat ini terganggu oleh kedatangan seseorang yang tiba-tiba membuka pintu dengan sangat keras.
"Apa yang sedang kalian lakukan?" Ucap seorang pria yang menghentikan mereka, terlihat ekspresi diwajahnya yang sangat kesal. Dengan warna mata semerah darah, rambutnya yang hitam memanjang dibiarkan begitu saja dan pakaian yang dikenakan untuk tidur belum diganti. Pria itu adalah kakak Ian sekaligus raja di kerajaan ini.