Kampus
Rangga POV
"Kevin, apa kita bisa bicara?"
Kevin yang tengah sibuk dengan laptopnya menatap ke arah pintu dimana aku berdiri disana.
"Rangga." Pria itu berdiri.
"Bisa kita bicara sebentar?"
"Ya. Tentu saja." Kevin segera mengikuti langkahku menuju lift, kami menuju rooftop.
"Semuanya baik-baik saja?" Kevin bertanya.
Aku menoleh dan mengangguk singkat, kami keluar dari lift lalu menaiki anak tangga menuju pintu rooftop. Kami berdiri menatap langit sore yang kelabu.
"Boleh aku mengajukan beberapa pertanyaan?" Aku akhirnya bicara setelah beberapa lama terdiam.
"Ya."
"Saat aku dan Gwen belum menikah, tepatnya di malam sebelum ikrar pernikahan kami, aku pernah melihat kau dan Gwen memasuki sebuah kamar hotel, saat itu Gwen tampak sedang mabuk. Bisa kau ceritakan kejadian itu secara rinci?"
"Mabuk?" Kevin tampak berpikir sejenak. "Ah... hari itu..." Kevin menatapku. "Tapi kenapa kau bertanya tentang hari itu?"
"Aku hanya ingin tahu kalau kau tidak keberatan."
Kevin diam beberapa saat. "Sepertinya hari itu kamu salah duga, kebetulan malam itu aku diminta Gwen untuk mengambil sepatu pernikahannya yang masih ada di tokonya, saat aku sampai sana aku juga sempat mengira itu Gwen, tapi ternyata aku salah. Ternyata itu Ruby yang memakai baju Gwen, dia memang tengah mabuk dan dibopong oleh seorang pria yang aku tidak kenal, karena khawatir aku mengikuti mereka. Dan mereka berhenti di salah satu hotel bintang lima, pria itu membawa Ruby kesana."
"Astaga, tapi kenapa saat itu, aku melihatmu membawanya masuk ke dalam kamar, apa itu benar?"
"Ya, aku disana hanya karena tidak bisa meninggalkan Ruby begitu saja. Dia sudah kuanggap adikku sendiri. Ketika aku sudah mengikuti mereka sampai depan kamar, entah karena apa aku melihat Ruby tergeletak pingsan di depan kamar tanpa pria yang membawanya. Tadinya aku ingin membawanya pulang, tapi aku mendapat panggilan mendadak, Mila, tunanganku kecelakaan dan dengan sangat terpaksa aku malah membawa Ruby masuk ke kamar itu." Kevin menatapku yang juga menatapnya.
"Beberapa hari lalu, aku juga melihatmu meninggalkan sebuah apartemen bersama Gwen."
"Kosan Ruby maksud anda?" Kevin bertanya bingung.
"I-iya kosaan, aku tidak tahu pasti."
"Ruby sakit, tapi aku dan Gwen harus tetap merampungkan tugas kampus. Jadi kami kesana, sekaligus membawa dokter untuk memeriksa Ruby. Kami berdiskusi tentang pekerjaan dan aku sedikit membantunya mengolah toko pakaiannya. Setelah itu. Gwen merasa pusing dan badannya panas. Ia nyaris pingsan. Aku rasa karena Gwen tidak tidur selama beberapa. Kami keluar dari kosan karena aku harus membawa Gwen ke rumah sakit. Apa hal itu menyebabkan Gwen tidak masuk kuliah selama beberapa hari ini?"
"Gwen baik-baik saja." uajrku serak. "Hanya butuh istirahat beberapa hari."
"Apa ada hal yang masih menganggu anda?"
Kevin menatapku dalam-dalam. "Terima kasih sudah menjelaskan kepadaku. Dan aku minta maaf atas sikapku selama ini kepadamu."
"Tidak masalah. Aku senang bisa meluruskan kesalapahaman yang ada. Sampaikan salamku pada Gwen. Dia boleh beristirahat selama yang dia inginkan."
Aku mengangguk.
Kevin hendak melangkah pergi, tapi kemudian manatapku. "Boleh aku bicara sebagai teman Gwen?"
"Ya, tentu saja."
"Gwen mungkin terlihat sebagai wanita mandiri, tapi dia itu begitu rapuh. Selama aku berteman dengannya. Dia tidak pernah ingin menceritakan masalahnya kepada siapapun dan memilih menyimpannya sendiri. Aku mohon jaga dia, mungkin aku tidak berhak mengatakan ini, tapi sebagai temannya, aku ingin Gwen bahagia. Jadi aku mohon, tolong jaga dia dengan baik." Kevin membungkukkan badan sebelum melangkah pergi.
Sedangkan aku menatap langit kelabu dengan perasaan berkecamuk.
Sudah berapa banyak kesalahan yang aku lakukan selama ini? Selama pernikahanku dengan Gwen, tidak sekalipun aku membuatnya bahagia, aku hanya memberikan luka setiap harinya. Apa Gwen bisa memaafkanku suatu saat nanti?
To Be Continued