Sinar matahari pagi yang hangat memasuki celah jendela. Burung-burung berkicau ria dengan merdu. Gorden kamar Merillia dibuka lebar menyambut pagi hari.
"Nona Merillia" seorang pelayan yang hampir memasuki usia tua nya membangunkan Merillia.
"Nona Merillia!" Katanya sekali lagi.
Merillia terbangun seketika. Melihat sekeliling, itu adalah kamar tidurnya di kastel.
"Ah ini pasti mimpi" katanya menunduk menatap telapak tangannya yang mengecil.
Tunggu, telapak tangan yang mengecil? Merillia beranjak dari ranjangnya dan berlari menuju cermin.
"Oh nona, jangan berlari! Nanti anda jatuh!" Kata pelayan itu cemas.
Merillia mengabaikan perkataan pelayan, ia berdiri tegak menatap sosok dirinya di depan cermin. Anak-anak? Mengapa ia bermimpi menjadi sosok dirinya saat masih kecil? Merillia mencubit pipinya. Sakit. Tak percaya dengan keadaan saat ini, ia menampar pipinya dengan keras. Tentu rasanya juga sakit. Apakah ini benar-benar mimpi? Tapi kejadian ini sangat nyata untuk bisa disebut dengan mimpi.
Apakah aku kembali ke masa lalu? Itu sangat mustahil..
Pikir Merillia saat itu. Tapi mengapa bisa?
"Nona, jangan menampar wajah anda di pagi hari! Tangan anda bisa terluka" kata pelayan itu.
"Dame Evie, kapan ulang tahunku berlangsung tahun ini?" Tanya Merillia.
"Musim gugur tahun ini, nona akan berumur 11 tahun. Saat ini masih musim semi, kira-kira akan diadakan sekitar 6 bulan lagi.."
Kalau begitu aku kembali ke masa lalu sekitar 13 tahun lalu. Tunggu, artinya perang antara keluarga Bethovel dengan kekaisaran akan dimulai pada musim dingin tahun ini!
"Baiklah terima kasih dame" kata Merillia berlari keluar kamarnya dengan piyamanya.
"Tunggu, nona! Jangan berlari di lorong!" Dame Evie mengejar Merillia yang berlarian di lorong.
Merillia melihat keadaan sekitar. Lorong luas dengan cat kuning keemasan dengan pahatan pada dindingnya. Tidak salah lagi, ia telah kembali ke masa lalu!
Sepertinya ini bukan mimpi. Entah mengapa aku ingin melihat ayah.
Merillia tiba di depan pintu ruang kerja ayahnya, mengetuk pintu. Tak mendengar jawaban, lalu dengan bergegas ia membuka knop pintu dan memasuki ruangan. Nampak ayahnya yang sedang tidur lelap di meja kerjanya dengan dokumen-dokumen yang menumpuk.
Ayah masih hidup? Ternyata aku memang benar-benar kembali ke masa lalu.
Dame Evie melihat Merillia yang berdiri di samping ayahnya, dari depan pintu ruang kerja ia mengibaskan tangannya membujuk Merillia keluar dari sana. Merillia mendekati dame Evie, "tolong ambilkan segelas air lalu bawa kemari" katanya.
Merillia membuka gorden dan jendela ruangan itu. Sinar matahari hangat memasuki ruangan, membangunkan Duke yang sedang terlelap. Duke mengusap matanya dan menatap jendela yang terbuka. "Sudah pagi ya? Nampaknya aku tertidur." katanya sambil menggelengkan kepalanya.
"Ayah!" Merillia memeluk Duke.
"Oh astaga! Nampaknya putriku pergi membangunkanku. Selamat pagi Merillia" ucap Duke tersenyum.
"Selamat pagi, ayah!" Merillia balas tersenyum.
Ah, sudah lama aku tidak mendengarkan suara hangat ayah. Aku ingin selamanya seperti ini.
"Apa yang membuatmu kemari nak?" Tanya Duke.
"Maaf ayah, sepertinya aku mimpi buruk. Jadi aku kemari" jawabnya.
"Tidak apa-apa. Ayah disini, jangan takut akan apapun. Benteng Bethovel akan selalu melindungimu." Mereka menatap cahaya matahari terbit dari benteng timur yang berdiri kokoh di atas bukit. Itu adalah pemandangan pagi hari yang sangat cantik. Di kehidupannya terdahulu, benteng itu sudah hancur dibom pasukan Grand Duke Novale. Kini itu masih berdiri kokoh layaknya sebuah pilar yang berdiri tegak.
Dame Evie mengetuk pintu membawakan air seperti yang dikatakan Merillia. Merillia mengambil air itu dan memberikannya pada Duke. "Haha, terima kasih" jawabnya.
"Kalau begitu Merillia, sebaiknya kau segera bersiap untuk sarapan dan mengikuti pelajaran ekonomi dari Marchioness Yubira" lanjut Duke.
"Baik ayah. Kalau begitu aku permisi dulu." Merillia memberi hormat dan keluar dari ruangan.
.
.
.
.
.
Merillia berjalan menuju ruang makan. Dame Evie telah memberi tahu jadwalnya hari ini. Pertama kelas ekonomi, lalu kelas politik, dan terakhir latihan pedang.
Tidak buruk. Sesekali aku ingin bernostalgia
Dari belakang terdengar langkah kaki yang berlari dengan cepat menghampiri Merillia. Iya menoleh, melihat adiknya yang dikejar-kejar oleh para dayang. "Kakak! Selamat pagi!" Kata Dorotha tersenyum. "Ya selamat pagi, adikku!" Jawab Merillia.
Dorotha Bethovel, putra pertama Duke Bethovel, adik laki-laki Merillia. Di kehidupan dulu ia pergi dari dukedom setelah kematian ayahnya. Iya pergi berkelana untuk mencari tahu siapa dalang pembunuh ayahnya. Namun Dorotha berakhir tragis karena terbunuh oleh oknum yang membunuh Duke, yaitu utusan kekaisaran Utara. Siapa lagi kalau bukan Grand Duke Novale si boneka itu. Mengingat namanya saja Merillia ingin langsung memukulnya. Sungguh mengesalkan.
"Kakak? Apa kau baik-baik saja? Mengapa kakak menangis?"
Eh?
Haha mengapa aku menangis? Sungguh memalukan menitiskan air mata di depan adikku yang sangat imut. Habis aku sangat kangen mendengarnya memanggil namaku.
"Ah, tidak apa-apa. Aku hanya bermimpi buruk semalam." jawab Merillia mengusap air matanya.
"Kalau begitu, ayo kita pergi sarapan bersama-sama." Ajak Merillia menggandeng tangan mungil adiknya itu.
"Iya! Kak Merillia!"