"Pendapatku tentang kekaisaran utara?" Marchioness Yubira berpikir.
"Menurutku mereka agak tertutup jika dibandingkan dengan kekaisaran barat atau kerajaan timur. Selain itu Merillia, apa yang membuat lady bertanya-tanya tentang negeri utara? Apa ada sesuatu?"
"Saya hanya penasaran saja marchioness." Merillia meminum tehnya dengan anggun.
"Oh ya? Sangat jarang lady bertanya tentang negeri utara, makanya saya agak kaget" jawab Marchioness.
Hari itu adalah kelas Merillia dengan tutornya, Marchioness Yubira. Mereka pergi minum teh di paviliun yang terletak di pinggir danau untuk istirahat sejenak. Lokasi itu tidak jauh dari mansion, dan tempat itu sangat baik untuk merilekskan diri.
"Apa Marchioness tahu kira-kira apa saja yang terjadi di utara saat ini?" Tanya Merillia.
"Hmm... oh! Kalau tidak salah saya mendengar cerita dari pemasok tekstil, mereka bilang putra pertama Grand Duke di sana akan segera dilantik menjadi adipati."
"Grand Duke? Maksud anda keluarga Novale?"
Si boneka itu dilantik? Bukankah ia masih sangat muda? Umur kita tidak berbeda jauh sih.. Tidak heran ia mudah dimanipulasi menjadi boneka.
"Oh! Benar sekali tebakan lady. Kudengar ia akan dilantik pada musim dingin tahun ini. Hmm? Lady sangat cepat tanggap ya. Apa keluarga itu membuat lady sedikit bertanya-tanya?"
"Tidak juga." Jawab Merillia.
Mana mungkin aku bilang "iya", aku yakin marchioness akan mengejekku selama seminggu penuh tentang laki-laki sialan itu!
"Oh ya, berhubung sekarang sudah musim semi, bukankah sebentar lagi akan diadakan ulang tahun putra mahkota?"
"Marchioness benar. Pergantian musim sangat cepat bukankah begitu?"
Astaga... aku baru ingat bahwa Avie akan berulang tahun..
"Maaf mengganggu waktu kalian. Duke Bethovel memanggil lady Bethovel ke ruangannya" seorang pelayan datang membungkuk.
"Sepertinya aku harus pergi Marchioness. Saya pamit undur diri." Merillia membungkuk memberi salam.
"Tidak apa-apa. Bukankah masih ada satu sisa kelas untuk hari ini? Kalau begitu aku akan menunggu lady di ruang belajar."
"Baik. Terima kasih, Marchioness Yubira." Merillia tersenyum.
.
.
.
.
Ayah memanggilku karena apa? Apakah undangan ulang tahun Avie? Tapi itu masih bisa dibincangkan saat makan malam nanti. Atau mungkin surat lamaran dari keluarga Marquis Vell yang kutolak seperti dulu? Sepertinya begitu. Di kehidupanku sebelumnya sudah banyak keluarga yang mengirimkan undangan lamaran seperti ini. Yah, meski kutolak semua sih.. Sebaiknya nanti malam aku harus mencatat lagi tentang pesta dan hal yang terjadi saat itu. Mungkin itu akan membantu sedikit. Dan kalau dipikir-pikir, akan sangat bagus kalau aku bertindak cepat dengan opsi terakhir yang memuakkan itu. Kuharap aku berani mendiskusikan itu dengan ayah nanti.
Merillia berdiri di depan ruang kerja ayahnya. Ia mengetuk pintu.
"Masuk."
Merillia berlari memeluk ayahnya yang sedang minum teh di sofa. "Ayah!"
Saat ini aku adalah anak kecil, bukankah aku lebih baik bertingkah seperti ini?
"Wah Merillia sudah datang ya? Ayo minum teh dengan ayah."
Teh keemasan dituang pada cangkir. Pelayan memberikan teh itu pada Merillia.
"Merillia." kata Duke.
"Apa ada yang ingin ayah katakan padaku?"
"Sudah kuduga, putriku memang cepat tanggap." puji Duke.
"Ada dua surat untukmu. Ini tentang pernikahan politik."
Duke menyodorkan dua surat. Merillia menatap kedua amplop itu. Surat pertama dengan amplop coklat dengan stempel hijau.
Itu pasti dari keluarga Marquis Vell. Lalu siapa pengirim amplop biru tua dengan stempel merah ini? Mengingat warnanya yang seperti boneka sialan itu membuatku ingin segera merobeknya. Di masa lalu, saat ini aku hanya menerima satu amplop. Apa yang terjadi?
"Ayah, siapa pengirim amplop biru ini? Aku baru pertama kali melihatnya"
"Surat itu baru saja datang. Dan itu berasal dari kekaisaran utara."
"Oh.. Eh? Kekaisaran utara?!" Merillia kaget.
"Apa ini undangan untuk datang ke perayaan pelantikan adipati?" Tanyanya.
"Benar. Dan mereka memintamu untuk pergi menghadiri pelantikan Grand Duke baru sebagai tunangannya." Duke menunduk.
"Apa? Tunangan?! Ayah, aku bahkan belum pernah bertemu dengannya!"
Sebenarnya sudah sih.. Tapi aku harus berlagak realistis. Siapa sangka sialan itu sudah bergerak lebih dulu. Sepertinya dia tidak berhati-hati.
"Kau akan bertemu dengannya. Di pesta ulang tahun putra mahkota nanti. Kenali dan sapa anak itu." jawab Duke.
Merillia membuka surat itu dan membacanya. Wajahnya semakin mengerut membaca surat itu.
Rasanya aku akan muntah membaca omong kosong ini. Siapa yang menulis surat ini?
Duke hanya terdiam melihat putrinya yang memberikan reaksi 'tidak suka' itu. Ia merasa tidak enak pada putrinya untuk hal seperti ini padahal umurnya masih belum remaja.
"Kalau begitu Merillia, kau bisa memikirkannya dulu untuk sementara. Pilihlah salah satu dari amplop ini."
"Bagaimana jika aku tidak memilih satupun ayah?" Merillia beranjak, membawa kedua amplop itu.
"Tidak masalah. Ayah menghargai keputusanmu." Jawab Duke.
Jawaban yang sama seperti di kehidupan dulu.
"Terima kasih. Ayah."