Merillia menunjukkan surat lamaran itu pada adiknya. Dorotha hanya menatap amplop itu. Ia tidak kaget karena ini bukan yang pertama, meski sebelumnya ia hanya mendengar desas-desus dari para dayang.
"Kak Merry, mengapa kau memperlihatkan ini padaku?" Tanyanya polos.
"Adikku, Dorotha Bethovel. Apakah kamu bersiap suatu hari menjadi suksesor keluarga Bethovel?" Merillia bertanya dengan tatapan yang gigih. Mata emasnya memancarkan keyakinan yang kuat dari pertanyaan yang dilontarkan tadi.
Dorotha terdiam. Seperti seorang anak yang tidak yakin akan jawabannya, tentu ia akan memilih untuk tidak menjawab.
"Adikku, aku maupun ayah, tentunya tidak akan memaksamu untuk melakukannya." Merillia menepuk pundak Dorotha.
"Jangan takut untuk melihat dunia di luar sana. Meski bahaya dan tantangan bertebaran, aku yakin kau mampu menghadapinya."
Merillia tersenyum yakin.
"Kakak, mengapa kakak bertanya hal seperti ini padaku?"
"Tidak ada hal khusus. Aku hanya ingin mendengar pendapatmu saja."
Dorotha menunduk. "Aku.... Tidak tahu. Bagiku saat ini, aku hanya ingin belajar dan bermain."
"Begitu ya," Merillia menjawab singkat. Bukankah adiknya saat itu hanya seorang anak kecil yang masih mencari bagaimana jati diri dunia yang ia tempati. Bukankah itu pertanyaan yang sulit untuk seorang anak berumur 7 tahun?
"Sebenarnya di dalam amplop ini berisi surat lamaran." ucap Merillia langsung ke intinya.
"Apa!?" Dorotha kaget hingga ia beranjak dari sofa.
"Kalau begitu, bukankah aku akan berpisah dengan kak Merry? Aku tidak mau!"
Sungguh sebuah jawaban yang paling ingin kudengar dari adikku. Persis seperti kehidupanku yang dulu.
"Sungguh mengharukan. Kalau begitu dari kedua surat ini, keluarga mana yang harus kupilih?" Tanya Merillia menyodorkan kedua amplop tersebut.
"Kenapa kakak bertanya seperti ini padaku?"
"Karena adikku adalah salah satu orang yang paling mengenal diriku" jawab Merillia.
Dorotha menatap kedua amplop tersebut. Saking fokusnya, ia sampai terlihat kebingungan.
"Kau tak harus menjawabnya. Aku hanya ingin meminta pendapatmu."
"Tidak tidak! Aku akan menjawabnya sekarang. Karena ini menyangkut orang yang akan bersama kakak bukankah begitu?" Tegas Dorotha.
Aku bahagia sekali~ adikku memang yang terbaik! Kalau aku berkata akan memilih amplop biru tua itu bagaimana reaksinya? Di kehidupan sebelumnya ia menolak agar aku menerima perjodohan dengan keluarga Marquis Vell. Karena aku percaya adikku yang lucu, aku mengikuti instingnya dan ternyata Marquis memalsukan chip di kasino milik putra mahkota di masa depan. Tentu saja itu memberikan kerugian untuk semua pihak. Alhasil gelar bangsawan keluarga Marquis dicabut dan kepala keluarganya dihukum mati. Sepertinya aku mengerti dengan peribahasa, "anak-anak selalu berkata benar"
"Aku memilih..."
.
.
.
"Amplop biru ini."
"Mengapa? Apa ada alasan?"
"Karena aku merasa orang ini dapat membahagiakan kakak."
Alasan klise macam apa itu? Setelah aku berumur 19 tahun dan ditunjuk sebagai suksesor, aku akan kabur kembali ke tanah kelahiranku.
"Apa ada alasan yang lain?" Merillia mengernyit. Wajahnya menunjukkan ekspresi yang tidak ramah.
"Tidak ada." Jawab Dorotha singkat.
Ya sudah. Toh aku memang "harus" memilih mengiyakan amplop biru ini. Selagi musuh mengundangku ke sarang mereka, aku harus masuk ke sana untuk mengetahui tabiatnya. Mereka tidak akan membunuhku karena itu adalah pernyataan perang pada kerajaan selatan. Siapa yang mau membunuh sepupu putra mahkota? Itu hanya cari mati. Selain itu dengan pertunangan ini aku bisa meminimalisir terjadinya perang dengan kekaisaran. Bukankah eksistensiku sebagai "tunangan" Grand Duke nanti merupakan bentuk persahabatan antara utara dengan selatan? Sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui!
"Baiklah terima kasih Dobbie."
"Sama-sama kak Merry."
Ya. Sungguh pemandangan yang elok melihat kakak adik yang akur.
"Kalau begitu, maukah kakak menari denganku di pesta ulang tahun putra mahkota minggu depan?" Dorotha membungkuk.
"Tentu saja! Siapa yang akan menolak tawaran adikku yang keren ini?" Jawab Merillia mengacak-acak rambut Dorotha hingga ia tersipu girang.
"Terima kasih banyak kak!" Dorotha memeluk Merillia.
"Sama-sama"
.
.
.
.
.
.
.
Setelah makan malam, Merillia bergegas kembali ke kamarnya dan kembali menyusun rencana.
Oke bagus sekali aku tidak perlu mengirim surat permintaan pertunangan dulu pada grand duke Novale. Selanjutnya minggu depan akan ada ulang tahun Avie, besar kemungkinan perwakilan kekaisaran akan tiba. Tapi di kehidupan sebelumnya di ulang tahun Avie yang ke-14 seperti tahun ini, tidak ada utusan kekaisaran yang datang. Aku yakin itu karena mereka sedang menyiapkan pasukan untuk perang.
Namun, jika kuperhatikan sekali lagi surat dari keluarga Novale, disini tidak berisikan cap kekaisaran utara. Bukankah di utara setiap bangsawan yang mengajukan permintaan apapun harus mendapatkan izin kaisar? Apa mungkin boneka sialan itu mencoba memberontak? Kalau begitu apa ia juga kembali ke masa lalu? Aku belum mendapatkan bukti yang cukup pasti tentangnya. Sebaiknya jangan mengambil kesimpulan yang belum pasti benar.
Selain itu kalau tidak salah di ibu kota juga akan diadakan festival musim semi, bersamaan dengan ulang tahun Avie. Di kehidupan sebelumnya terjadi penyerangan pada para pedagang oleh teroris yang diduga berasal dari luar negeri. Namun setelah mereka ditangkap, para teroris itu malah membungkam mulutnya dengan meminum racun dan ditemukan mati di penjara bawah tanah. Insiden itu membuat perekonomian ibu kota menjadi tidak stabil selama setahun.
Tunggu! Jika kita kaitkan teroris itu dengan kekaisaran, tidak heran mereka akan menghancurkan kepercayaan rakyat terhadap raja terlebih dulu.
Kali ini, aku tidak boleh membiarkan teroris itu bergerak bebas! Kalau begitu aku akan pergi ke ibu kota lebih awal.