Chereads / Glory Hunt / Chapter 28 - Part 28

Chapter 28 - Part 28

Karena golem yang datang bersama mereka terlalu besar, Rayven kembali seorang diri ke kota untuk memberitahukan hal ini pada Mr. Anderson dan meminta bantuan untuk membuat sebuah perkemahan sementara selagi mereka mencari informasi lebih mengenai golem tersebut sebab tak mungkin bagi golem itu untuk menampakkan diri dalam kota, tak hanya akan membawa sebuah keributan tetapi juga omongan golem yang menyebut Celine sebagai Yang Mulia dapat membuat masalah besar. Tak seorangpun boleh menganggap dirinya sebagai Yang Mulia selain raja dan ratu itu sendiri, meskipun kini muncul beragam pertanyaan yang membuat mereka bertanya-tanya, mungkinkah.. 

Tak butuh waktu lama bagi Mr. Anderson untuk memerintahkan prajuritnya membangun sebuah perkemahan sementara di tengah hutan, tentunya secara diam-diam sesudah mendengar penjelasan Rayven yang awalnya membuat ksatria tersebut takut terhadap reaksi tuannya. Namun, ternyata Mr. Anderson sendiri telah merasakan sesuatu yang aneh di dalam istana, seakan sebuah hal buruk sementara terjadi di sana sehingga apa yang dikatakan Rayven mungkin masuk akal. Oleh karena itu, saat matahari telah terbenam dan hanya sedikit aktivitas dalam kota, Mr. Anderson memerintahkan para prajurit untuk begergas membawa perbekalan serta bahan dan alat yang dibutuhkan, dipimpin oleh Rayven.

Sementara itu, Rio sudah mengerahkan seluruh tenaganya untuk mengobati ayah dari kedua goblin kecil itu, berusaha menariknya dari depan gerbang kematian yang di mana hampir mustahil. Untungnya, jiwa Sang ayah masih berada dalam tubuh dan dapat diselamatkan, terlambat semenit saja, kedua goblin kecil muda itu takkan dapat lagi melihat ayah mereka. Sang goblin mengucapkan terima kasih sekaligus meminta maaf atas perbuatannya yang sudah membuat laki-laki muda itu terpancing. Ia mengira Zent berniat buruk dengan datang menyerang mereka terlebih dahulu, tetapi ternyata ia sudah salah paham dan menemui laki-laki yang kini tampak trauma itu, duduk di bawah sebuah pohon, menunduk menatap kedua tangannya yang masih gemetaran.

"Hey, kau baik-baik saja?" Ia duduk di samping, memerhatikan kedua lengannya "Kurasa tidak. Maaf, aku bukanlah orang terbaik untuk membicarakan hal seperti ini, tapi aku ingin meminta maaf padamu. Aku telah salah menilai, mengira bahwa kau ingin membahayakan nyawa kedua anakku, oleh karena itu aku bertarung layaknya hidup dan mati karena hidup mereka berdua takkan dapat menggantikan hidupku yang telah tua ini" Jelasnya pelan sembari menonton kedua goblin kecil yang kini bermain di kejauhan dengan sebuah senyuman lebar menghias wajah mereka "Sepertinya, apa yang telah terjadi hari ini, cukup mengguncang dirimu. Aku mengerti itu, perasaan ketika untuk pertama kalinya kau mengambil nyawa seseorang, saat di mana, jika kau tak dapat mengendalikan diri, maka kegelapan datang mengambil alih. Namun, tanda bahwa kau merasa sangat bersalah hingga merasa kalau dirimu tak pantas untuk hidup, membuktikan kau adalah seseorang yang baik, seseorang yang memiliki hati murni penuh akan kasih sayang. Jangan sampai kau membenci dirimu sendiri dan meninggalkan semua itu demi mengisi perasaan bersalah yang akan selalu menggerogoti dari dalam kecuali jika kau memaafkan diri sendiri"

"Aku baik-baik saja anak muda dan akan seterusnya seperti itu demi memerhatikan pertumbuhan mereka, melihat mereka akhirnya bahagia dengan kehidupan masing-masing. Aku memang bukanlah ayahmu, tetapi aku yakin ayah kandungmu juga akan mengatakan hal yang sama terhadap seseorang sepemberani dan setangguh dirimu. Maafkanlah dirimu sendiri dan teruslah berjuang, gunakan tiap kesalahan sebagai sebuah pembelajaran dan teruslah ingat akan dirimu di awal kau berjuang sehingga nantinya ketika kau telah berada di atas, kau takkan kehilangan jati diri" Goblin tersebut meletakkan tangan di atas pundak Zent, meremasnya layaknya seorang ayah memberikan semangat pada Sang anak laki-laki lalu bangkit berdiri "Oh, aku hampir lupa. Kau adalah orang terkuat yang pernah kuhadapi, banggalah akan itu" Ucapnya, kemudian lanjut berjalan mendekati kedua anak yang tak lama sadar akan kedatangan Sang ayah dan menunjukkan bagaimana mereka bertarung setelah semangat untuk berlatih karena menyaksikan pertarungan Sang ayah dalam melindungi mereka.

Celine memerhatikan Zent yang masih terduduk diam di bawah pohon, memutuskan untuk datang mendekat dan berlutut di hadapannya, menemukan bahwa laki-laki yang selalu terlihat bahagia dengan senyuman hangat itu, kini meneteskan air mata sembari mengigit bibir, berusaha menahan isak tangis agar topengnya tak terlepas. Namun sia-sia saja. Ketika Celine menariknya mendekat, memberikan pundak sebagai tempatnya untuk bersandar sembari merangkulnya dengan penuh kelembutan, topeng yang selama ini dipasang, akhirnya pecah, memperlihatkan seorang laki-laki yang sebenarnya berusaha menahan tiap rasa sakit dan kesedihan di dalam hati, berusaha untuk tetap tampil kuat sebagaimana seorang laki-laki seharusnya bertindak. Tanpa dapat Zent kendalikan, tangisnya mengalir deras, semua yang selama ini ditahan oleh dirinya, yang berusaha kuat dikubur untuk tak muncul di permukaan, mengalir bagaikan sebuah air terjun, keluar dari dalam bendungan yang kini hancur berantakan. 

Saat Zent balik merangkul Celine dengan erat, terlalu erat hingga membuatnya sedikit sesak, ia justru membelai lembut kepala laki-laki yang sedang menumpahkan seluruh beban yang tak dirinya sangka, ternyata begitu berat, jauh lebih berat dibanding yang selama ini Celine rasakan. Ia tak tahu bagaimana bisa Zent, seseorang yang tak memiliki kemampuan seperti mereka, tak dapat menggunakan sihir, hanyalah seorang manusia biasa, mampu menahan beban yang bahkan bagi seorang ksatria Tier 5 sepertinya, terasa terlalu berat untuk ditanggung seorang diri. Meski Celine tak tahu apa yang telah dialami Zent sampai merasa seperti ini, setidaknya, ia ingin menjadi tempat bagi Zent untuk bersandar karena ia tahu bagaimana rasanya ketika kau membutuhkan sebuah tempat untuk menumpahkan segala isi hati, tapi tak memiliki siapa-siapa, hanya seorang diri melawan dunia. 

Rio yang mendengar tangisan itu, memegang erat dadanya yang terasa seperti disayat, tak kuasa mendengar kepedihan di dalam isak tangis Zent. Air mata mulai ikut berjatuhan dari wajahnya, air mata yang tak dirinya sangka akan keluar, terutama karena seseorang yang baru saja mereka temui sampai tak ada yang sadar bahwa Rayven dan para prajurit telah datang, namun menutup mulut mereka, tak ingin mengganggu karena mereka yang adalah prajurit, seseorang yang dilatih untuk siap ikut dalam peperangan, suatu saat nanti harus pergi meninggalkan keluarga serta orang yang mereka sayangi dan apa yang didengar dari isak tangis Zent adalah isak tangis seseorang yang telah kehilangan segalanya. Tahu-tahu, di saat bersamaan, para prajurit berlutut, memberikan penghormatan karena walau mereka tak begitu mengenal Zent, mereka telah melihat dengan mata kepala sendiri perbedaan yang di bawa olehnya ke dalam mansion. Dapat menyaksikan nona muda kembali tersenyum bahagia, sudah dapat mengambil rasa hormat mereka dan Zent adalah sosok yang pantas menerima rasa hormat tersebut.