"Mengapa kau menerimanya permintaannya? Padahal kau bisa saja menolak" Tanya Rio penasaran ketika kami telah keluar dari Endside, dalam perjalanan kembali ke kota yang kemungkinan akan memakan 10 menit.
"Karena aku tak ingin berutang. Lagipula, dia telah memberikan alat penemuannya secara cuma-cuma, yang bisa kita lakukan adalah membantunya, terlebih dia ingin meningkatkan Faker, bukankah itu adalah hal yang sangat bagus? Jadi, tak ada gunanya menolak" Jelasku sembari memerhatikan sepasang sarung tangan yang kini kukenakan, membuatku tersenyum merasa tak lagi menjadi sebuah beban berjalan yang hanya mengandalkan kemampuan orang lain, tetapi juga kemampuan sendiri.
"Namun, kita tetap harus mengetes alat tersebut terlebih dahulu, bagaimana cara kerjanya serta seberapa akurat informasi yang diberikan oleh Henry. Karena jika apa yang dikatakannya benar, alat tersebut seharusnya lebih baik dibanding yang dia kira. Bayangkan saja jika kau dapat menggunakan sihir Tier 10, meskipun hanya setengah kekuatan, tetap saja itu adalah sihir tingkat tinggi yang dapat mengubah jalannya peperangan" Ucap Celine penuh semangat membayangkan dirinya menggunakan sihir-sihir tingkat tinggi tersebut, sesuatu yang telah menjadi sebuah kebanggaan ras-ras berkekuatan besar seperti Angel maupun Demon.
"Aku tak mengira kau begitu tertarik pada sihir Celine" Seru Rio dengan sebuah senyuman menemukan Sang sahabat memiliki sebuah hobi tersembunyi "Aku selalu menganggap kau sebagai ksatria yang hanya mengabadikan hidupnya pada pedang, apakah ini sisi baru dari seorang Celine yang tak kuketahui?" Godanya.
Celine hanya memalingkan muka berusaha menyembunyikan rona merah yang kini membuat wajahnya seperti sebuah tomat. Aku hanya dapat tertawa bersama Rayven melihat sosok kastria tegas dan dingin, kini berubah layaknya seorang perempuan biasa yang juga dapat tersipu malu.
Ini terasa.. Menenangkan. Benar-benar sebuah hari yang sangat indah.
Tak sampai sedetik kemudian, sebuah benda asing berbentuk kubus dalam warna putih muncul dari dalam hutan, menghadang jalan kami dengan suaranya yang sedikit nyaring, mengingatkanku pada efek-efek suara robot alien yang dapat berubah menjadi kendaraan ketika bergerak. Tetapi kubus di depan ini tak berubah menjadi sebuah kendaraan, melainkan sesuatu yang tampak seperti sebuah golem tanpa kaki, melayang di atas tanah dengan dua piringan putih berputar berlawan arah pada bagian bawah tubuh. Tiap anggota tubuhnya tak ada yang saling terhubung, melayang namun tak terpisah ketika bergerak, layaknya sebuah magnet.
Dua buah cahaya kuning berbentuk oval yang adalah sepasang mata, kini menatap ke arah kami, bertambah terang dan tahu-tahu tangannya yang adalah terbentuk dari bola, piringan dan kerucut yang saling terpisah, menyerang kami, menghancurkan tanah yang tadinya adalah tempat kami berpijak. Kepalanya bergerak, mencari di mana kami berada dengan gerakan yang sedikit mengganggu karena tampak alami dan tidak di saat bersamaan.
Celine menarik keluar pedang, maju menerjangnya sembari mengerahkan mana pada bilah yang kemudian diayunkan sebanyak tiga kali, mengirim mana biru transparan dalam bentuk bulan sabit dalam kecepatan tinggi, menghantam tempat Golem tadinya berada. Tak disangka, dengan tubuhnya yang melebihi besar sebuah kereta kuda, ia dapat bergerak secepat itu, hingga sedikit sulit untuk diikuti oleh mata.
Golem tersebut kembali menyerang, menembakkan tangan kirinya yang menancap tepat di depan Celine berada. Hempasan energi kuat menghantamnya, mengirim Sang ksatria terbang beberapa meter ke belakang meski telah menggunakan perisai mana. Rayven melihat kesempatan dan bergerak maju, menembakkan beberapa anak panah yang semuanya ditepis oleh Golem namun itulah tujuan Rayven, tahu-tahu sudah berada di samping kanannya, mengayunkan pedang berimbuhkan mana dengan kuat, berhasil membuat Golem tersebut terpental ke depan dengan sisi kanan tubuh tampak retak.
Tanpa menunggu satu dua tiga, Rio melompat, menembakkan beberapa anak panah menggunakan crossbow yang semuanya menghantam telak pada sisi retak, membuatnya hancur berantakan. Golem itu tampak marah, bangkit berdiri dengan cepat, tak memedulikan sisi tubuh yang telah hancur, membuat beberapa bagian lepas, terjatuh di atas tanah layaknya isi tubuh berserakan.
Celine ikut maju menghadapinya, mengarahkan perisai ke depan dengan pedang siap di tangan kanan. Angin kencang tercipta ketika tangan kanan Golem berbenturan melawan perisai mana, membuat kami harus melindungi mata dari debu yang datang menerpa. Berkat itu juga, kami terlambat bergerak ketika tangan kiri yang tadinya tertancap, sekarang sudah melaju cepat ke Sang pemilik. Celine berhasil menghindar, merendahkan tubuh hingga lutut menyentuh tanah, tetapi itulah yang diingkan Sang Golem, menggerakkan tangan kiri tersebut dengan cepat ke arah Sang ksatria yang kini berlutut di hadapannya.
Hanya berdasarkan keinginan untuk menyelamatkan Celine, aku berlari maju ke depan, tak mengerti dengan tubuhku sendiri. Begitu sampai di antara mereka, barulah aku menyadari bahwa aku dipastikan mati jika ujung tangan itu menghantam masuk tubuhku. Di dalam waktu yang seolah bergerak pelan, aku mengangkat tangan kanan, mengarahkan telapak pada ujung kerucut yang sudah makin mendekat, tak lagi mendengar teriakan Celine dan kedua sahabat yang memintaku untuk menghindar. Begitu pula Z yang entah sudah keberapa kalinya menyebutku 'bodoh' dengan keras.
Cuma mengikuti insting, tak tahu apakah ini benar atau tidak, kukerahkan tiap tenaga pada tangan kanan, bersiap untuk menerima hantaman yang sedetik kemudian tak terjadi. Ujung tangan kiri Golem justru terpental ke belakang dengan percikan energi biru terhempas ke kanan-kiri. Tanganku terasa seperti baru saja tersengat listrik, begitu nyeri hingga membuatku meringis sakit, namun aku tak dapat menurunkan perisai mana ini begitu saja. Tak ada yang tahu kapan dia akan balik menyerang.
Untungnya Rayven melihat kesempatan tersebut, berpindah tempat memanfaatkan salah satu anak panah yang berada dekat dengan Golem dan menusuk masuk pedangnya ke dalam tubuh batu mahluk tersebut, berhasil menembus sebuah permata kuning terang pada dada depan. Golem langsung terdiam dengan tiap anggota tubuh terjatuh di atas tanah, tak lagi mendapatkan efek magnet seperti sebelumnya. Rayven terengah-engah, menarik napas dalam lalu menghembuskannya "Apa dia sudah mati?"
Untuk memastikan, Rio menembakkan sebuah anak panah berwarna merah terang, menancap pada tubuh tersebut yang tak sampai sedetik, meledak menjadi beberapa bagian, mengejutkan Rayven yang menjerit keras sembari melompat ke belakang "Yupp, dia benar-benar telah tiada"
"Kau gila? Kau bisa saja melukaiku!" Bentaknya.
"Tapi kau tak terluka bukan? Berhentilah merengek, kau baru saja mengalahkan sebuah Golem, kau jauh lebih kuat dibanding yang kau kira" Balas Rio riang, lalu datang mendekatiku yang masih terdiam di tempat dengan posisi sama "Apa kau baik-baik saja Zent? Kau tampak- ZENT!" Teriaknya memanggil namaku, begitu diriku terjatuh ke belakang, tak lagi dapat merasakan energi, layaknya sebuah tubuh tanpa jiwa.
"Zent! Zent!" Jerit Celine, menangkap diri laki-laki tersebut sebelum terjatuh menghantam tanah "Zent! Ck! Dia menggunakan seluruh tenaganya untuk mengeluarkan perisai yang sama kuatnya dengan perisai manaku"
"Apa? Dia berhasil menduplikat perisai manamu yang berada di Tier 5? Itu mustahil" Balas Rio tak percaya.
"Tentu tidak karena dia berhasil membuat serangan golem tadi terpental ke belakang" Bantah Rio tak setuju sembari berlutut di depan, meraih kaki milik Zent "Tapi, kita akan membicarakannya nanti, kita harus membawanya kembali dengan cepat. Bisa saja nyawanya berada dalam bahaya" Tukasnya mengambil alih situasi, melihat sosok Celine yang mulai gemetaran.
Dengan cepat, Rayven mengangkat Zent ke punggungnya, kemudian berlari ke kota diikuti oleh Celine dan Rio yang telah berada beberapa meter di depan agar dapat menyiapkan segala sesuatunya sebelum kedua laki-laki tersebut sampai.
"Hhhh.. Kau bodoh ya?" Tanya Z dengan wajah kesal bercampur khawatir.
"Hehe"