"Celine, kau tetap di sini, ada yang ingin kubicarakan" Ucap Mr. Anderson ketika pembicaraan telah selesai. Rio dan Rayven mengucapkan selamat tinggal, meninggalkannya bersama Mr. Anderson yang sudah melangkah mendekati jendela, memerhatikan Tower of Fate di kejauhan "Kau tahu apa yang kurasakan ketika mengetahui bahwa dunia ini adalah campuran dari beberapa dunia?" Tanyanya "Sebuah kehampaan" Mr. Anderson berbalik menoleh pada Celine yang menatap tak mengerti "Mengapa? Karena semua yang telah kita capai hingga saat ini adalah berkat bantuan dari dunia lain. Pernahkah kau berpikir apa yang mungkin terjadi seandainya kita tetap berada di dunia asal kita? Mungkinkah bagi kita untuk mencapai semua ini?" Ia menggeleng pelan "Meskipun kita memilki kekuatan, dapat menggunakan sihir berkat mana, kita masihlah kurang dibanding ras lainnya dan itu sudah membuat kita merasa takut seandainya ras lain mengambil kesempatan tersebut untuk datang menyerang. Tetapi, kau lihat Zent?"
"Tak ada keraguan sama sekali pada mata anak muda tersebut. Seseorang yang tak memiliki kekuatan, berhasil mengalahkanku dalam mental. Kita memang tak tahu apakah dia menyadari kemampuan anehnya itu atau tidak, namun membayangkan ternyata dia benar-benar menerjang maut hanya karena mengikuti kata hati, sudah mampu membuat seluruh bulu kudukku berdiri tegak. Seseorang seperti itu, telah melalui sesuatu yang tak dapat kita bayangkan. Hanya karena mereka tak memiliki kekuatan, bukan berarti hidup mereka lebih mudah bukan? Bahkan, mereka mungkin harus hidup jauh lebih keras karena tak memilikinya ketimbang kita"
"Yang ingin kukatakan adalah jangan salahkan dirimu sendiri Celine, apa yang telah terjadi adalah keputusan Zent. Sebagai seorang ksatria kau harus menghormati itu, memang sulit namun itulah tugas seorang ksatria, tugas kita. Jadi, jangan terlalu keras dengan diri sendiri Celine atau kau akan jatuh ke dalam lubang yang lebih dalam hingga cahaya tak lagi terlihat, buta kehilangan arah tanpa tahu cara untuk kembali. Aku tahu Zent sudah melakukan hal yang cukup nekat mengingat dia tak memilki apa-apa untuk menjaga diri terutama di dunia yang sangat kejam terhadap seseorang sepertinya. Tetapi, terkadang kita membutuhkan seseorang seperti itu, seseorang yang tak takut menantang maut demi mencapai keinginan, demi meraih sesuatu, tak peduli berhasil atau tidak. Orang-orang seperti itulah yang justru akan mengubah dunia menjadi sesuatu yang baru, sebuah lembaran kosong yang siap untuk diisi"
"Tolong jangan menutup dirimu karenanya, telah lama semenjak aku terakhir melihat Luna tersenyum dan butuh bertahun-tahun sampai aku dapat melihatnya kembali. Jangan sampai kau kehilangan cahayamu juga karena aku yakin, Zent akan menyalahkan dirinya sendiri seperti kau menyalahkan dirimu sendiri seperti sekarang. Kau tentu, tak menginginkan itu bukan?" Mr. Anderson tersenyum, berjalan, lalu berhenti di samping Celine yang masih terdiam di tempat dengan raut wajah yang tak dapat dibaca "Ikutilah kata hatimu, hanya itulah cara agar kau selamat di dunia seperti ini" Ucapnya, tahu apa yang kini sedang dirasakan Sang ksatria karena telah mengenalnya sejak lama dan berjalan keluar sesudah membuka pintu.
Sementara itu, Zent yang masih terbaring di dalam kamar tanpa menunjukkan tanda-tanda akan siuman, sedang berjalan mengikuti Z yang ingin menunjukkan sesuatu. Menurutnya, 'sesuatu' ini berkemungkinan membuatnya kembali mengingat masa lalu, sebuah memori yang dengan alasan tertentu, disegel darinya.
Tak butuh waktu lama, mereka sampai di sebuah taman yang indah, sesuatu yang akhirnya tak tampak seperti sebuah lukisan semata. Tiap bunga di sana, memancarkan cahaya indah sesuai warna kelopak masing-masing dengan kupu-kupu tampak terbang ke sana-ke mari, melewati dua orang yang kini berdiri di tengah-tengah, di mana sebuah kursi taman berwarna putih berada, di bawah sebuah pohon berdaun lebat dengan garis-garis kotak keemasan tampak pada batangnya.
Tak butuh satu dua tiga, Z duduk, meregangkan badan berusaha mengeyahkan pegal setelah berjalan cukup lama, lalu menoleh pada Zent yang masih melirik kanan-kiri, terpesona terhadap pemandangan di sekitar "Indah bukan? Di sinilah aku menghabiskan waktu, selain dari puncak altar itu tentunya" Tukas dia sembari menunjuk altar raksasa di depan dengan dagu "Entah mengapa, aku merasa nyaman di sini, sesuatu yang tak pernah kurasakan di tempat lain dalam dunia ini. Di puncak altar itupun aku hanya menikmati pemandangan saja sebelum bosan tak sampai 30 menit kemudian. Namun di sini, aku dapat menghabiskan waktu berjam-jam. Karena itu aku berpikir, mungkin tempat ini memiliki sebuah memori penting bagimu, bagi kita. Sayangnya, memori tersebut tak pernah muncul dalam kepalaku, bagaimana denganmu?" Tanyanya penuh harap.
Tentu saja aku tak tahu. Aku saja baru pertama kali menginjakkan kaki dalam dunia yang berada dalam alam bawah sadarku ini. Kalau aku tak pernah pingsan, mungkin aku takkan tahu bahwa ada sosok lain diriku hidup santai di dalamnya "Sama, aku juga tidak. Tak muncul apa-apa dalam kepalaku" Jawabku sambil menggelengkan kepala, membuat dia menghela napas panjang yang sengaja dikeraskan.
"Gunanya kepalamu itu apa? Hiasan? Kau hanya memiliki wajah yang tampan dengan otak bagaikan barang rongsokan. Oh, sebelum kau merasa tersanjung, aku menyebutmu tampan karena aku tampan. Seandainya kita adalah orang yang berbeda, jangan harap kau tampan. Sebaiknya berkaca terlebih dahulu sebelum kau tersenyum seperti itu" Balasnya angkuh dengan senyuman khas yang mengingatkanku pada Celine.
Sialan, tak cukup satu sekarang dua? Betapa bagusnya keberuntunganku.
"Oh tentu saja!" Serunya bangga "Sekarang, kau takkan merasa kesepian dengan adanya kehadiranku. Seharusnya kau bersyukur aku masih berbaik hati menemani seseorang sepertimu yang sama sekali tak memiliki hal menarik. Jangankan wajah, kehidupanmu saja terdengar begitu membosankan sampai-sampai yang mendengarnya untuk tidur sekalipun, tak jadi tidur saking tak menariknya ceritamu. Seandainya saja aku yang berada di luar dan kau terkurung di dalam sini, aku sudah membuat hidupmu lebih menarik seperti mendekati Sang ksatria dingin namun menggemaskan yang jelas-jelas tertarik padamu" Keluhnya.
"Celine menyukaiku? Kau pasti bercanda. Apa yang dia lihat dariku?"
"ITU DIA!"
Kurang ajar-
"Apa yang dia lihat darimu sampai mampu membuatnya tersipu malu?! Dan betapa beruntungnya aku memilikimu sebagai satu jiwa, kita seharusnya sudah memiliki hubungan spesial dengannya jika kau tak terlalu merendahkan dirimu sendiri!" Ucapnya berapi-api.
"Kau tahu betapa ironisnya kau mengatakan itu, sementara kau sendiri-
"Itu tak penting! Yang harus kau pikirkan sekarang adalah bagaimana cara mendekatinya. Aku benar-benar bisa gila jika terus melihat kalian berdua bertingkah seperti bocah SD yang belum pernah berpacaran sama sekali. Percayalah pada dirimu sendiri! Seperti yang biasa kau lakukan ketika perasaan negatif itu kembali. Jangan sampai aku mendengar kau merasa tak pantas bla bla bla"
"Aku masih tak yakin yang kau pikirkan itu benar. Maksudku, seseorang sepertinya-
"AAHHHH! Berhenti! Kau itu menarik oke? Bisa-bisanya ada seseorang yang tak sadar betapa tampan maupun cantik dirinya. Padahal semua orang menginginkan hal yang sama"
Sekarang giliran dirikulah yang bertanya-tanya, 'benarkah kita orang yang sama?'. Kenapa ada seseorang yang iri terhadap dirinya sendiri? Kita bagaikan pantulan diri pada kaca, benar-benar sama tanpa adanya perbedaan sedikit pun. Oh, aku baru sadar. Berarti dari awal dia juga menghina dirinya sendiri. Hah! Senjata makan tuan!
"Oh berhentilah bicara. Kau tetap saja tersinggung meskipun seperti itu" Balasnya dengan seringai angkuh yang sama.
Cih. Kapan diriku terbangun? Aku benar-benar sudah tak tahan berada di sini lebih lama lagi.
"Oh, kau ingin bangun? Kenapa tak mengatakannya dari tadi. Kau tinggal membayangkan sebuah pintu lalu masuk ke dalamnya dan tada! Kau kembali ke dunia nyata. Ahh tak perlu banyak tanya" Lanjutnya cepat sebelum diriku dapat membuka mulut sembari melambaikan tangan "Aku butuh kedamaian sekarang. Pergi sana, energiku telah habis berusaha mentolerirmu"
Tiba-tiba, sebuah pintu putih muncul di samping, terbuka memancaran cahaya putih terang yang sebelum diriku sempat bertanya, tahu-tahu telah ditendang masuk olehnya. Diriku yang terhisap masuk, tak dapat melakukan apa-apa selain melihatnya tersenyum bahagia sembari melambaikan tangan mengucapkan selamat tinggal, membuatku berpikir..
Apa aku baru saja di usir keluar oleh diriku sendiri?
"Ahh.. Akhirnya damai" Z meregangkan tubuh sekali lagi, bersandar pada kursi sembari memerhatikan langit yang mulai bergerak pelan dan tersenyum "Telah dimulai Zent. Tak lama lagi, takdirmu akan datang menjemput. Semoga saja ketika saat itu tiba, kau telah siap sehingga 'itu' tak terulang kembali"
Di saat bersamaan, tiap garis keemasan pada batang pohon tersebut mulai mengeluarkan cahaya terang yang bergerak ke atas dimulai dari pangkal batang, menjalar masuk hingga ke seluruh bagian tulang daun dan tak jauh dari sana, kedua cincin di atas altar juga ikut berputar.