Chereads / Glory Hunt / Chapter 15 - Part 15

Chapter 15 - Part 15

Gerombolan tersebut terlihat membawa sebuah kotak biru gelap besar yang diikat layaknya sebuah tas di belakang punggung masing-masing. Dari sela-sela pola kotak pada kubus tersebut, tampak cahaya kebiruan bersinar pelan layalnya tiap rune di pinggir jalan yang kini berubah oranye. 

Berusaha mengejar mereka bukanlah hal yang sulit, namun mereka sengaja mengambil jalan yang masih cukup ramai demi memperlambat pengejaran para ksatria yang masih jauh di belakang. Tahu mereka bisa saja lolos, aku menekan tombol pada pegangan stir sebelah kanan, membuat kedua meriam memanjang ke depan lalu menekannya sekali lagi. Dua buah peluru energi berwarna biru meluncur ke depan dengan kecepatan tinggi, menghantam salah satu dari mereka membuatnya kehilangan kendali akibat benda silinder bagian belakang meledak, menerbangkan ia ke jendela salah satu toko yang aku yakin akan membuatnya butuh beberapa jahitan.

Seandainya saja ada jalan yang lebih baik, aku pasti menggunakannya. Namun, keterbatasanku dalam tak memiliki sebuah kekuatan dan hanya dapat memanfaatkan meriam pada Hoverbike ini, membuatku terpaksa melakukannya. Walaupun mereka sendiri tak peduli menabrak orang di depan mereka, sebisa mungkin aku tak ingin mengambil nyawa. Hanya karena mereka melakukannya, bukan berarti aku juga harus menjadi seperti itu. 

Mereka masih terus melaju cepat, hanya melirik ke belakang ketika salah satu dari mereka kini telah tiada, tertinggal jauh di belakang. Kecepatan mereka bertambah, berbelok tajam memasuki sebuah daerah yang tampaknya adalah kawasan pabrik. Kotak-kotak kayu tersusun di kiri maupun kanan jalan. Mereka menendangnya, menghancurkan kotak-kotak tersebut secara acak sehingga walaupun aku dapat menaikkan Hoverbike, beberapa benda masih tetap mengenaiku dan aku sempat merasa perih pada pipi sebelah kanan yang kemungkinan karena teriris oleh barang pecah-beling. 

Berkat adrenalin, aku tak terlalu merasakannya dan justru semakin bersemangat untuk mengejar mereka meskipun tahu ini dapat berakhir buruk mengingat mereka adalah orang-orang yang memiliki kekuatan dalam tubuh, sementara aku hanyalah seorang manusia biasa bermodal nekat dan sinting. Apa aku peduli? Tentu saja tidak. Kapan lagi aku bisa merasakan sesuatu yang begitu memanaskan jiwa seperti ini, sesuatu yang membuat tubuhku penuh akan energi sampai aku tak ingin berhenti.

Kulepas beberapa tembakan, mengarahkannya pada susunan kotak kayu yang sementara di bawa menyebrang jalan menggunakan kereta. Peluruh energi berhasil merusak roda belakang, membuatnya menjadi miring dan menjatuhkan tiap kotak kayu tersebut sehingga menghalangi jalan mereka yang tak sempat menghindar, menabraknya kemudian terbanting beberapa kali di jalan. Tiap Hoverbike tersebut terlempar hingga hancur berantakan, menyisakan sesuatu yang kini hanya berhak berada dalam pembuangan. Semoga saja tidak dengan para pengendaranya yang kemungkinan besar dapat berakhir dalam peristirahatan. 

Aku tak sempat mengecek mereka, melaju kencang mengejar tiga orang di depan yang tak henti-hentinya melihat ke belakang, berusaha mencari tahu di mana posisiku berada. Mereka saling berpandangan, mengangguk setuju terhadap sesuatu, kemudian Hoverbike bagian tengah, mengerem. Diriku yang masih memiliki beberapa jarak darinya, segera membanting setir, berusaha mengendalikan Hoverbike yang kehilangan keseimbangan layaknya banteng mengamuk. 

Belum sempat berhasil, orang itu melompat, memutar tubuhnya di udara dan memberikan sebuah tendangan tepat pada kepala, mengirimku terbang ke samping, menghantam masuk sebuah jendela dan terguling-guling di lantai hingga berhenti menabrak sebuah dinding. 

Tubuh terasa begitu berat dengan rasa sakit mulai menjalar ke seluruh bagian tubuh dengan beberapa tempat terasa sangat perih, membuatku meringis sakit, menyadari adrenalin mulai mereda, membiakan tubuh kembali mengambil alih. Begitu akan bangkit berdiri, tubuhku tersentak kaget merasakan sebuah aliran listrik bertegangan tinggi mengalir yang pusatnya berada pada belakang tubuh. Aku melirik ke sana, terbelalak melihat serpihan besar sebuah kaca tampak menancap, darah segar mengalir pada sisi bawahnya, meneteskan darah sedikit demi sedikit. 

Sial, baru saja aku diberi sebuah pakaian dan aku sudah merusaknya. Apa yang harus kukatakan pada Mr. Anderson? Aku sama sekali tak memiliki uang untuk menggantinya. Seandainya saja aku memiliki kekuatan, akan kubuat orang itu membayarnya. Tapi, untuk sekarang, aku harus kabur, nyawaku berada dalam bahaya. Kembali lagi diriku sebagai posisi mangsa yang begitu kubenci.

Secepat yang diberikan tubuhku selagi menahan rasa sakit, aku masuk ke dalam bangunan asing tersebut melalui pintu yang terletak tak jauh di samping. Tanpa terlalu memerhatikan sekitar, sebisa mungkin aku terus melangkah dan melangkah, berusaha menghiraukan rasa sakit yang teramat sangat demi bertahan hidup. Aku tak ingin kehilangan nyawa di sini, terutama ketika aku telah berjanji untuk tak meninggalkan tuan putri. Aku harus bertahan, pokoknya aku harus bertahan! Kau bisa melakukannya Zent! Aku percaya padamu!

Sebuah lagkah kaki dapat terdengar di belakang, berjalan pelan layaknya predator yang kini bermain-main dengan mangsa, telah yakin dia akan mendapatkan makanan. Meski begitu, aku terus melangkah ke depan, tak ingin melihat ke belakang karena aku tahu sosok tersebut sedang memerhatikanku tak jauh di sana, mungkin dengan sebuah senyum penuh kemenangan melihat seorang laki-laki lemah yang tak dapat melakukan apa-apa selain kabur dari pintu kematian yang telah ditakdirkan. 

Tidak tidak, aku tak boleh berpikir seperti itu, ada sebuah pintu tak jauh di depan. Aku harus terus melangkah maju, terus hidup! Jangan menyerah Zent, belum saatnya dan takkan pernah. Jangan lupakan perjuanganmu hingga sekarang, perjuanganmu untuk bertahan hidup meski dunia membuangmu. Kau tak ingin membuat keluargamu kecewa bukan? Jadi, teruslah melangkah maju, lagi, lagi, lagi! Sedikit lagi! Kau pasti dapat melakukannya! Pintu keluar sudah berada di depan mata! Akan kuraih, akan kuraih, hanya beberapa senti saja dan.. 

Aku berhasil!

Di saat bersamaan, sesuatu yang terbuat dari besi, menembus masuk dadaku. Aku tak tahu bagaimana dan harus merasakan apa. Yang ada dalam pikiranku hanyalah.. Mengapa? Tinggal sedikit lagi dan aku lolos. Hanya sedikit lagi, sedikit lagi! Kenapa selalu seperti ini? Kenapa hidupku selalu berakhir seperti ini! Tiap kali aku akan berhasil, tiap kali aku akan menggapai sesuatu, sesuatu terus menghalangi! Menutup pintu kebebasan, menutup kebahagiaanku! 

"Bagaimana rasanya kehilangan sebuah harapan hmm?" Ucapnya pelan dan puas "Apa yang kau rasakan? Kebohongan? Kehampaan? Atau rasa ingin membalas dendam? Aku yakin yang terakhir bukan? Seseorang sepertimu, seseorang yang masih berusaha berjuang untuk hidup meski tahu takdir berkata lain adalah jiwa yang paling menarik, jiwa yang sulit ditemukan. Ahh, kau pasti bingung bukan? Tak perlu khawatir, lepaskan saja pikiranmu, biarkan dirimu tenggelan di dalam perasaan nyaman dan tenang itu. Bukankah kau sudah lelah? Biarkan jiwamu yang malang beristirahat, bersama kami, bersama.. World Harvester"

Hal terakhir yang kurasakan sebelum kehilangan kesadaran adalah sesuatu, sesuatu yang asing terasa membara dari dalam tubuh, membesar dan terus membesar sampai cahaya terang tampak keluar dari tempat di mana pedang tersebut berada. 

Di atas, berdiri dua orang laki-laki yang tadinya ingin turun menyelamatkan, namun seketika terdiam saat merasakan kekuatan dari laki-laki berambut putih di bawah. Mereka mengernyit tak mengerti, saling berpandangan berusaha mencari jawaban, namun nihil, mereka tak dapat menemukan apapun sehingga memutuskan untuk turun ke bawah setelah memecahkan kaca, mengejutkan si penyerang yang sudah mengambil beberapa langkah mundur, menjauh dari mangsanya  yang kini mengambang di udara.

Si penyerang itu menarik keluar pedang cadangan, menggenggamnya erat dan datang menerjang hanya untuk dijatuhkan ke lantai tak sampai sedetik kemudian. Laki-laki berambut abu-abu dengan telinga seekor serigala itu menggenggam kepalanya, menariknya mendekati wajah, mengecek sesuatu pada sepasang mata merah maron yang memiliki aliran cahaya layaknya sebuah sirkuit listrik. Bergerak pelan dari pinggiran mata ke retina. Ia menoleh pada laki-laki yang kini sedang melipat lengan memerhatikan sosok di depan, masih berusaha mencari jawaban. 

"Salah satu dari mereka. Tak kusangka mereka sudah sampai di sini dan berani menciptakan keributan sebenar ini" Tukasnya, lalu membuang tubuh tersebut ke samping.

"Dengan kata lain, mereka telah siap menampakkan diri pada dunia" Balas laki-laki yang satu, berambut hitam panjang dikuncir kuda yang mengenakan pakaian layaknya seorang Butler. Pada kedua lengan berotot tersebut, tampak tato biru tribal bercahaya minim yang hanya dapat dilihat dalam ruangan gelap seperti tempat mereka berada sekarang "Sudah saatnya mereka menunjukkan diri setelah sekian lama bersembunyi di balik bayang-bayang dan siapa sangka orang yang kita cari-cari kini berada di depan kita. Anehnya, dia justru tak memiliki kekuatan sama sekali, hanya seorang manusia biasa"

"Apa kau buta? Dia sekarang memancarkan cahaya biru terang di hadapanmu dan kau mengatakan dia tak memiliki kekuatan?" Sarkas laki-laki bertelinga serigala, tak mengerti dengan temannya yang selalu berpikiran skeptis. 

"Apa bagusnya memiliki kekuatan regenerasi jika kau sama sekali tak memiliki kekuatan untuk mempertahankan diri? Sama saja dengan meminta dirimu menjadi sebuah samsak tinju. Aku tak mengerti bagaimana seseorang sepertinya bisa menyelamatkan dunia ini dari mereka, para pengecut yang hanya tahu menyembunyikan diri di balik kekuatan absolut dan menjadi budak" Jawabnya tak tertarik, melangkah mendekati pintu keluar lalu membukanya.

"Tunggu, kita takkan membawanya?" Tanya si laki-laki serigala lagi, tak menyembunyikan kekesalannya. Andai saja dia bukan temannya, mungkin dia sudah menghantam wajah angkuhnya itu meskipun mereka berdua dapat terluka parah di akhir mengingat kekuatan mereka berada pada tingkat yang sama "Dia adalah hal terpenting demi menyelamatkan dunia ini dari kehancuran!" Serunya berusaha mengubah pikiran temannya itu.

Namun dia sendiri sadar, jika orang di depannya ini telah membuat sebuah keputusan, sulit untuk menggantinya, terutama saat sepasang mata kuning itu menjadi setajam silet seperti sekarang "Tak ada gunanya membuang-buang waktu dengan orang nekat sepertinya. Dia seharusnya mati sekarang kalau bukan karena kekuatan regenerasi cepatnya itu, apa yang bisa kau harapkan? Sebuah beban? Hidup kita sudah berat karena takdir kita, tak perlu menambahnya lagi dengan kehadirannya dan belum tentu dia akan menjadi sosok yang kita harapkan"

Ia akan membuka mulut, tetapi menahan niatnya tersebut, melihat temannya pergi menjauh tanpa berbalik ke belakang dan menyusulnya sesudah memerhatikan laki-laki berambut putih yang telah mulai meredup, tanda penyembuhan sudah akan selesai. Ia tersenyum tenang dan menutup pintu, berharap semoga dia ditemukan oleh seseorang yang mengenalnya. 

Tak sampai lima detik kemudian ketika tubuh laki-laki itu sudah kembali tergeletak di atas tanah, Celine bergegas memasuki ruangan setelah menerima informasi dari para saksi mata yang melihat seorang laki-laki berambut putih terlempar masuk ke dalam sebuah bangunan kosong. Matanya melebar menemukan Zent yang kini terbaring lemah dengan baju bernoda merah.