Chereads / Langit Samudra / Chapter 10 - Behind the streets

Chapter 10 - Behind the streets

CHAPTER 4: Behind The Streets

"Lo orang paling nekat sumpah Thal, bukanya bernostalgia kayak orang biasa tambah bikin ulang buka toko bunga," seorang telah berjalan bersama Athalia itu mengomel sepanjang jalan.

"Ren, namanya juga orang mau mengenang, masa gaboleh," Athalia sedang memilih pot bunga yang akan digunakan untuk memajang display dari bunga di tokonya.

Irena Wilona, teman dekat Athalia, sejak Laskar meninggal, temannya itu yang telah menemani dirinya. Mereka akrab dari kecil, namun baru dekat melakat sejak Athalia pindah ke Singapura.

"Mending lo gue ajak sekarang ke swiss buat healing disana."

"Emang lo ada waktu?"

"Ya engga juga si, tapi gimana, daripada buka toko bunga kan enak healing ke swiss lihat salju," Jawab temannya itu. Irena adalah dokter spesialis di bidang kesehatan mental, atau yang dikenal sebagai psikiater.

"Ya, nanti kita bisa healing ke swiss, kalau lo sudah kelar dengan kerjaan di rumah sakit, gimana pasien yang kemarin? Katanya tambah parah?"

"Untung Thal... anaknya gajadi ngelakuin apa-apa, jujur gue takut denger anaknya histeris di office kemarin. Tapi ternyata cuman butuh didengerin aja, semuanya sudah baik-baik aja."

"Untung lah... kadang emang cuman butuh didengerin aja, gausah di sembuhin, dia sehat kok, cuman butuh didengerin aja." Jawab Athalia.

"Eala, lo bisa banget ngomong gitu Thal..." jawab Irena, "Gimana kalau lo juga dengerin advice dari lo sendiri. Inget, lo juga berhak kok buat cerita."

Athalia terhenti dan melihat kearah temannya dan menganggukan kepalanya, "Iya gue tau, makanya lo kan disini kan? Gue butuh didengerin, ini mending mana –" sambil mengangkat kedua vas yang beda bentuknya –" kiri atau kanan?"

"Gue serius Thal."

"Gue juga, ayo cepet pilih, tangan gue dah gak kuat vasnya berat."

"Kiri."

"Bagusan kanan gasih?"

"Yaela terserah lo deh Thal," Irena mendengus kesal dengan temannya yang sedikit plin-plan itu. Membuat Athalia tersenyum – sambil tertawa.

"By the way, kenapa juga lo buka toko? Di deket kota gini lagi... iya sih pasti banyak yang lihat, tapi ladang lo ambil bunga nya jauh gasih? Tante Cecil tadi cerita kamu kok gamau milih deket" aja." Tanya temannya itu dengan nada yang kebingungan.

"Gatau... gue suka aja disini, tempatnya juga oke banget buat jualan, lagipula lo kan jarang lihat bunga disekitar sini, suasana baru, sekalian daya jualannya kan lebih banyak yang beli kalau gue aja yang jual."

"Yaela... kayak lo kekurangan uang aja Thal... inget lo seorang Ledger, bukan dari keluarga abal-abal," celetuk Irena.

"Hush... itu kan uangnya orang tua gue Ren, bukan punya gue. Masa iya gue terus-terusan ngandalin uang keluarga gue? Lagipula, itu kan perusahaan juga bakalan dibawah wewenang kakak kedua gue."

"Eh, iya apakabar Kak Mikael, masih single kan?"

"Iya single, tapi lo bukan tipenya."

"Anjir, kalau ngomong suka bener," Athalia tertawa pada temannya yang pasrah tiap kali diingatkan oleh realita. Lucunya Irena memang dari dulu sudah cinta mati sama kakak kedua Athalia, Mikael Ledger. Sayangnya, cintanya hanya bertepuk sebelah kanan karena kakaknya memiliki sifat dingin yang gak kalah sama kutub utara.

Athalia selalu mengingatkan temannya untuk tidak mencoba untuk mendekati kakaknya, bukan karena tidak setuju dengan hubungan mereka nanti. Tapi Athalia kasihan melihat temannya menjadi korban kesekian cewek yang sudah mencoba untuk mendapat perhatian kakaknya itu.

"Kakak lo gaada di Jakarta, Thal?"

"Engga, si paling sibuk lagi di Boston, katanya sih mau pulang sekalian sama kak Jeff, tapi kamu tau lah. Kakak tertua paling keras kepala kalau disuruh pulang, gitu papa kalau enggak jantungan baru mau pulang."

"Hahaha, ya gimana thal... pembalap motor GP, dunianya beda dong. Gimana kalau gue dpt kakak lo yang pertama aja?"

"Mimpi, gue yang kasian sama lo kalau harus dapet kakak pertama gue. Masa iya lo mau di jadiin mantan pdkt-nya. Sudahlah mending lo cari cowok lain yang spek nya lebih tinggi daripada kakak gue."

Irena yang akhirnya pasrah duduk disalah satu counter dari toko yang belum selesai itu, memang persiapan toko tersebut sudah mencapai 3 bulan, sekarang tinggal isi tokonya aja.

"Oh iya... Lo sudah ketemu dia belum?"

"Siapa?"

"Itu... Laskar..." Athalia terhenti. Tentu sebuah topik yang tidak ingin dibicarakan oleh siapapun.

Belum. Itu jawaban yang bisa diberikan oleh Athalia. Dia belum kembali menyapa Laskar ke tempat peristirahatanya yang terakhir. Selama Athalia berada di Jakarta dirinya meyibukan diri untuk mengabulkan cita-citanya untuk membuka toko. Tapi dirinya belum siap menemui lelaki itu.

"Aku selalu ingin berkenalan sama cowok yang sudah buat diri lo jatuh cinta thal... Kepikiran gasih? Kenapa temen lo nolak semua cowok- cowok itu karena selalu bilang kalau dirinya sudah mencintai cowok lain?" Irena bertanya membuat Athalia melototi temannya.

"Lo ngeledek gue barusan?"

"Heheh, kan fakta. Lo memang sudah menolak 7 cowok loh thal selama kita ada di Singapura. Inget? Berapa kali mereka mengeluh kepada ku bertanyaan, 'what went wrong?' tapi tentunya aku tidak bisa menjawab. Karena lo emang gapernah cerita and gue gamau lo juga kepaksa cerita?" Memang benar, selama Irena telah berteman dengan Athalia. Irena tidak pernah mengenal sesosok Laskar Alwandra, bagaimana tidak, dirinya sudah meninggal sebelum Irena dapat mengenal sesosok tersebut.

"Ceritaiin dong cowok lo ini, gue penasaran."

Boleh kan sekedar mengenang seseorang?

"Emang lo mau tau apa dari dirinya?" Athalia yang juga duduk disebalah Irena juga memandang kosongnya ruangan tersebut. Sebentar lagi diirnya akan mengisis ruangan tersebut dengan bunga, biar bisa mengingat semua kenangan satu per satu.

"Orangnya... Apa sih yang dilakuin sampai lo, cinta banget?"

"Hahaha, orangnya sederhana banget, Gue masih inget dulu gue jatuh sakit karena kehujanan habis ngejrain kepanitiaan sampai malem, dia juga ketepakan jadi ketua OSIS jadi tau bener ada acara sampai jam segitu, dan ketepakan gue jadi sie acara jadi tau hecticnya gimana."

"Heh lo males-males gini sie acara."

"Gue gak semales itu juga kali..." Athalia mendegus kesal, membuat Irena tertawa – sambil menepuk pundah temannya untuk lanjut.

"Gue pingsan di tengah acara, gatau gimana pada akhirnya acara yang harusnya gue pegang waktu itu akhirnya dipegang sama dia. Gue bener kaget karena meskipun dirinya OSIS kan dia gatau acaranya gimana jalannya, tapi dia bisa ngehandle. Malemnya dia nungguin gue di depan rumah gue karena dia binggung cari obat buat gue."

"Hah segitunya?"

"Wkwkkw, kalau dpikir lucu juga bukan? Padahal waktu itu statusnya gue juga bukan siapa-siapanya. Itu sebelum kita jadi temen deket juga. Tapi siapa juga yang rela dateng kerumah orang jam 2 pagi buat ngasih obat?"

"Wow... orangnya dedicated banget ya sama lo, kelihatan baik banget dimata lo," Jawab Irena, "Jadi kepo banget kalau dia ada di sini sekarang gimana kelakuannya sama lo."

"I wish he was here too. I'll give anything in this world to see him again."