Tok Tok. Luis mengetuk pintunya, tapi karena tidak ada yang menyahut, dia pun memutuskan untuk membuka pintunya sendiri. Dan ternyata sosok Alex memang ada di sana, sedang memandangi semua tumpukan dokumen di mejanya.
"Pangeran, anda memanggil saya?"
"Ah, Luis, Aku agak lupa sesuatu. Jadi bagaimana kalau kau ingatkan Aku?" Balasnya kemudian. "Aku itu putra mahkota kan ya?"
"...Tentu saja."
"Lalu kenapa masih ada orang yang berani mengancamku?"
"Ada yang mengancam pangeran?? Siapa?!" Balas Luis melotot. "Katakan saja namanya, pangeran. Nanti saya akan kirim orang untuk menghabisinya."
"Arina."
"..." Langsung terdiam, Luis langsung kembali memandangi atasannya dengan bingung. "Anda mau saya mengirim orang--"
"Tentu saja tidak! Kau gila?!" Balas Alex yang setelah itu langsung melempar pantatnya ke kursi. Baru setelah itu dia mengambil kotak yang tadi diberikan Arina dan mengeluarkan benda di dalamnya.
Penasaran, Luis pun mendekat. "Itu belati? Warnanya sungguh terlihat mengagumkan." Pujinya. Bagaimanapun belati dengan logam gelap dan kilauan biru begitu bukan benda yang bisa kau lihat setiap hari.
"Hadiah, katanya." Balasnya getir.
Saat menemuinya tadi, Arina akhirnya menceritakan semua yang terjadi saat dia mencoba untuk membunuh Effi sebelumnya. Dia juga memberitahu kalau dia mengetahui identitas Gin yang merupakan ajin, tapi tentu saja dia tidak memberitahunya kalau dia menyadarinya karena Felix yang memberitahunya--apalagi rencananya yang ingin makan jantung pendeta agung itu.
Felix menawarkan dirinya untuk membantu. Tapi karena masih belum tahu banyak mengenai niat aslinya--dan yang paling penting, kelemahannya, Arina pun memutuskan kalau lebih aman meminta Alex yang melakukannya. Lagipula dia memang sering datang mengunjungi asosiasi ini-itu, jadi kesempatan Alex untuk menanganinya jelas lebih tinggi.
Alhasil, dengan berat hati, Arina pun meminjamkan belati mahalnya pada Alex. Lalu dengan senang hati juga, gantian memintanya untuk membunuh orang lain.
'Tapi kalau untuk makhluk terkutuk, bukankah itu artinya belati ini juga bisa digunakan untuk melukainya?' Pikirnya kemudian.
"Apa itu artinya dia percaya padaku…?" Gumamnya kemudian, yang entah sadar atau tidak, mulai mengulum senyum kecilnya.
"Ah, Luis. Tapi tuan Karma ada tidak?" Katanya kemudian sambil menaruh kembali belati itu ke kotak.
"Tuan Karma? Yaa, harusnya. Tadi siang saya sempat melihatnya."
"Kalau begitu beritahu dia untuk temani Aku latihan setelah ini. Aku akan siap-siap dulu."
"Eh, sekarang? Tapi anda punya janji temu dengan--"
"Batalkan."
"...Kalau begitu akan saya undur jadi malam." Balas Luis akhirnya. Dan karena pertemuan itu memang lumayan penting, Alex pun tidak membantahnya. "Tapi bukankah biasanya anda latihan dengan Tuan Deri?"
"Ya, tapi tuan Karma lebih pandai pakai belati kan?"