Meski punya selera humor yang buruk, Hendrick juga dulunya bukan laki-laki bodoh yang jatuh hati pada Anastasia semerta-merta hanya karena kecantikannya. Hanya saja setelah mengetahui kalau Anastasia juga punya kemampuan bertarung yang tinggi, dia langsung menetapkan keputusan untuk menikahinya.
Bagaimanapun sebagai penerus keluarga Almira, Hendrick memang membutuhkan seseorang yang bisa melindungi nyawanya mengingat dia sudah sering didatangi pembunuh bayaran sejak kecil.
Soalnya sebagai keluarga yang dipercaya untuk membangun istana, mereka juga jadi dapat risiko untuk diincar orang-orang yang menginginkan denah-denah asli istana. Bahkan Arina juga sebenarnya pernah diincar beberapa kali.
"Siapa sangka ayah ternyata lumayan pintar…" Gumam Arina sendiri. Dan selagi menunggu ibunya membersihkan dirinya, dia pun kembali memeriksa mayat pembunuh bayaran itu. Tapi setelah menggeledah semua kantongnya, sayangnya dia tidak bisa menemukan petunjuk apapun mengenai orang yang mengirimnya. Tentu saja.
Tapi kalau membicarakan pembunuh bayaran, Arina jadi ingat perkataan Alex kalau dia sebenarnya sudah sering mengirim pembunuh bayaran untuk membunuh pendeta itu, dan sayangnya semuanya gagal.
Dan kalau dipikir-pikir, daripada laki-laki yang dibunuh ibunya, orang-orang yang dikirim oleh Alex pasti mengalami kematian yang lebih mengerikan. Bagaimanapun mereka kan harus melawan seorang ajin.
"Rina, bisa kau berhenti memandanginya dari dekat begitu?" Pinta nyonya Anastasia begitu dia kembali. "Ibu tahu kau sudah sering melihat banyak hal di luar, tapi itu tetap bukan sikap yang ibu ingin lihat, terutama sekarang."
Tidak begitu bisa membantah, Arina pun kembali menutupi mayat itu dengan seprai dan berdiri. "Tapi apa ibu sudah punya bayangan siapa yang mengirimnya?"
Nyonya Anastasia terlihat memikirkannya sejenak. Tapi saat melihat wajah Arina, dia jadi kembali mengurungkannya. "Tapi omong-omong kenapa tadi kau ke sini? Kau perlu sesuatu?" Tanyanya.
"...Aku cuma tidak sengaja lewat."
"A-Ri-Na." Ulang ibunya serius.
Ibunya sangat jarang marah, jadi Arina pun langsung mengalah. "Aku cuma mau tanya apa ibu pernah bertemu dengan seorang ajin."
Tidak yakin dengan pendengarannya, Anastasia perlu menegakkan lehernya lebih tinggi. "Ajin? Maksudmu orang yang tidak bisa mati itu?" Tanyanya dan putrinya langsung mengangguk kecil. "Kenapa kau penasaran dengan itu? Kau kenal dengan salah satu dari mereka?"
"Anggap saja begitu."
"..." Berusaha menilik gelagat Arina lebih dalam, nyonya Anastasia sempat terdiam lagi. Tapi setelah beberapa saat, tiba-tiba saja bibirnya mulai terangkat ke atas.
"Tapi gimana ya, ibu sudah mengantuk kan ya. Lelah juga. Jadi kalau kau mau mendengarkan dongeng, rasanya ibu butuh sesuatu sebagai gantinya." Godanya kemudian.
Arina melipat bibirnya dengan masam, tapi sebenarnya dia sudah agak menduga itu. "Tolong jangan minta yang sulit."
"Sama sekali tidak kok." Balasnya. "Ibu cuma mau kau menemani ibu saat pelajaran di kastel pendeta lusa. Mau ya?"
"Tentu."
"...Eh yang benar?"
"Tentu. Aku suka sekali ke istana belakangan ini." Balasnya asal. "Nah, sekarang dongeng tentang ajinnya." Tuntutnya kemudian.
Anastasia masih merasa aneh karena Arina menyetujui permintaannya dengan cepat, tapi apa boleh buat. "Mm, tapi dulu Aku juga hanya pernah bertemu dengan ajin dua kali. Memangnya kau mau dengar bagian mananya? Misalnya kemampuan, atau sifat, atau…"
"Yang tidak ada di buku."
"Tentu saja… Kalau begitu sini duduk dulu." Ajak nyonya Anastasia sambil menepuk kasur di sampingnya. Arina sedikit curiga kalau ibunya akan langsung memelukinya begitu dia duduk, tapi untungnya tidak.
"Coba kuingat, mungkin itu sewaktu Aku masih berumur 16? Waktu itu Aku bertemu dengan kakak perempuan yang sangat cantik di kerajaan Valoza. Namanya Julia. Kalau cuma dari wajahnya, dulu Aku mengira kalau dia lebih tua 7 atau 8 tahun dariku." Ceritanya memulai.
"Dia menghampiriku duluan di sebuah konferensi perdagangan dan mulai bercerita ini-itu mengenai bisnis sabunnya. Dan setelah mendengarkannya panjang lebar, Aku pun memutuskan untuk membeli semua sabunnya supaya Aku bisa menjualnya balik. Bagaimanapun Aku juga tahu kalau itu adalah benda yang sangat disukai para bangsawan. Tapi, yah…"
"Ibu ditipu ya?"
Terkekeh getir, Anastasia tidak bisa menyangkal itu. "Selain satu kotak yang dia tunjukkan padaku, sisa 30 kotaknya hanya berisi pasir. Jadi dengan sekuat tenaga, tentu saja Aku langsung mengejarnya." Lanjutnya. "Aku perlu mencuri kuda dan berenang beberapa ratus meter dulu, tapi untungnya Aku masih sempat menyusul kapalnya."
Arina hampir ingin menyela cerita ibunya, tapi entah bagaimana dia berhasil menahannya.
"Tapi ya tentu saja Julia tidak mau mengembalikan uangku, jadi kami pun bertarung. Dan awalnya Aku menang. Tapi ya, kau tahu, dia tiba-tiba hidup lagi." Jawabnya. "Bahkan seakan itu belum cukup, dia juga mulai menggunakan sihir yang bisa mengubah orang lain jadi banteng mengerikan. Ugh, pokoknya Julia sangat menyeramkan saat itu!"
"Terus bagaimana ibu mengalahkannya?" Tanya Arina.
"Yaa, tidak bagaimana-bagaimana." Balas ibunya singkat. "Aku tidak mau mati muda, jadi Aku memutuskan untuk kabur dan kembali lompat ke laut."
"Wah, keren sekali." Komentar Arina dan mereka berdua pun tertawa.
"Tapi tidak seperti Julia, ajin kedua yang kutemui memang lumayan keren. Bahkan kau mungkin kenal namanya. Kapten Barbarossa bersaudara."
"Ibu-pasti-bercanda." Celetuk Arina tidak percaya. Bagaimanapun itu adalah salah satu nama bajak laut yang paling terkenal di sepanjang sejarah!
"Tapi harusnya mereka sudah…" Baru sadar kalau dia akan mengatakan hal yang bodoh, Arina kembali melipat bibirnya. "Apa keduanya ajin?"
"Tidak, yang ajin hanya Ruda, sang adik." Balas ibunya. "Waktu itu baru beberapa bulan setelah ibu menikahi ayahmu. Jadi kakekmu menyuruh ibu untuk pergi menyapa keluarga Almira yang ada di kerajaan lain."
"Memangnya kita punya keluarga lain?"
"Keluarga kandung, tidak. Tapi ternyata dulu nenek buyutmu pernah membangun sebuah panti asuhan di kota kecil. Dan saat ibu datang, tiba-tiba saja semua orang langsung memohon pada ibu untuk tidak merobohkan panti asuhan itu."
"Rupanya selama beberapa tahun belakangan mereka sudah tidak pernah menerima dana lagi, sehingga rencananya semua anak yang ada di situ akan diusir supaya bangunannya bisa dipakai untuk keperluan lain."
Lagi-lagi Arina hampir menceletuk untuk menghina kakeknya, tapi untungnya dia masih bisa menahannya.
"Aku jelas tidak punya uang yang cukup, dan Aku juga tidak bisa memintanya dari ayahmu tanpa sepengetahuan kakekmu. Bahkan kalaupun Aku bisa memberikan anak-anak itu pekerjaan, tenggat waktunya juga sudah tidak cukup." Lanjutnya. "Jadi sampai pembeli panti asuhannya datang, Aku tetap saja tidak bisa menemukan solusi apapun."
"Jangan-jangan pembelinya…"
"Yaa, mereka berdua." Balas ibunya dengan tawa kecil.