KLANG! Setelah latihan yang berlangsung beberapa hari, Alex akhirnya berhasil mengalahkan gurunya dan membuat belati milik tuan Karma jatuh terlempar ke tanah. Sehingga detik itu juga Alex langsung melepaskan semua ketegangan di pundaknya dan menjatuhkan dirinya ke tanah. "Wah, akhirnya!"
"Kerja bagus, pangeran." Kata pria berjanggut itu bangga sambil mengulurkan tangannya. "Bisa menguasai teknik menggunakan pedang belati hanya dalam satu minggu, yang mulia raja pasti akan sangat bangga pada anda."
Alex menarik tangan itu dan mulai kembali berdiri, tapi dia malah tertawa pelan dengan getir. "Tapi Aku baru mengalahkanmu sekali… Arina?"
"Hm?" Mengikuti pandangan pangeran ke belakang punggungnya, tuan Karma pun ikutan berbalik. "Oh? Bukankah itu nona muda Almira! Dia pasti mencari pangeran…" Tapi saat dia berkata begitu, Alex tiba-tiba saja malah mulai menggeser langkahnya untuk sembunyi di balik tubuh tuan Karma. "Pangeran, anda sedang apa?"
"Kau tidak lihat matanya? Dia jelas sedang marah akan sesuatu!" Gerutu Alex.
"Hm, saya mengerti. Saya juga selalu takut kalau istri saya memandang saya dengan tajam seperti itu." Katanya, meski setelahnya dia malah tetap menarik tubuh pangeran untuk keluar dari persembunyiannya. "Tapi pangeran, kalau anda mengabaikannya mereka hanya akan jadi lebih marah!"
Dan setelah dinasihati seperti itu, Alex pun akhirnya memberanikan dirinya untuk menghampiri tunangan cantiknya. "He-Hei, Aku punya berita bagus untukmu." Sapa Alex duluan. "Aku baru saja menguasai teknik--"
"Ruanganmu terlalu jauh. Kau tidak tahu tempat lain supaya kita bisa bicara?"
"Hm, sepertinya ada sesuatu ya." Kata Alex yang langsung memahaminya. Dia kemudian menggiring Arina ke sisi pekarangan lain yang dulunya biasa dia pakai untuk latihan juga. Tapi karena semua prajuritnya sedang tugas keluar, sekarang sedang tidak ada orang di sana. "Di sini bagaimana?"
"Ada orang lain." Kata Arina langsung.
Memasang wajah bingung, Alex pun menoleh ke kanan-kiri. "Di mana?"
"Bukan, bodoh. Maksudku, ada orang lain lagi yang mengincar pendeta itu."
"Dan… Kau kelihatannya tidak senang dengan itu?"
"Tidak, sampai setidaknya Aku tahu itu siapa dan apa tujuan jelasnya." Balas Arina. "Kalau cuma mau membunuhnya tidak masalah, tapi kalau mereka punya agenda lain, salah-salah kau dan Aku juga bisa kena masalah besar nantinya. Dan tidak seperti kita mau dikambing hitamkan orang lain saat mereka berhasil membunuhnya duluan nanti."
"Iya, iya, Aku mengerti." Kata Alex cepat-cepat untuk menenangkan tunangannya. Meski tidak begitu menunjukkannya, dia tahu kalau Arina lebih gelisah dari kelihatannya. "Tapi kau tahu darimana semua itu?"
"Kau tidak akan percaya ini, tapi… Kelihatannya tuan putri Iris punya pacar. Kau tidak tahu apa-apa tentang itu?" Katanya.
Dan sesuai dugaannya, Alex terlihat menaikkan alisnya dengan pandangan kosong. "Kau tadi bilang apa? Coba ulang lagi. Kak Iris punya apa?"
"Kami tadi bicara, dan dia bilang padaku kalau dia mendengar gosip-gosip buruk tentang Effiria. Tapi gosipnya jelas tidak benar, jadi kupikir orang yang cerita padanya mungkin ingin membuat tuan putri juga membencinya." Cerita Arina. "Dia tidak memberitahuku itu siapa, tapi karena dia kelihatannya punya pacar, mungkin darinya."
"...Aku sama sekali tidak tahu apa-apa." Kata Alex yang langsung mengangkat kedua tangannya. "Aku bahkan tidak ingat kapan terakhir Aku bicara dengannya."
"Kalau begitu coba bicara padanya dan cari tahu sesuatu." Balas Arina ketus. "Bisa jadi pacarnya suruhan orang lain atau semacamnya. Lagian siapa juga yang iseng mendekati tuan putri. Bla bla bla…"
Tidak bisa membantah tunangannya yang gusar, Alex tadinya cuma diam mendengarkan. Tapi setelah ocehannya mulai mereda, dia pun bertanya. "Tapi, hei, kau baik-baik saja?"
"..." Arina jelas stres, memangnya apa lagi? Padahal dia sudah lelah karena harus pura-pura ramah pada Effi dan sekarang tuan putri juga. Tapi seakan itu belum cukup, dia malah punya masalah baru lain yang harus diurus. Meski punya banyak tangan, sayangnya Arina tetap cuma punya satu otak.
"Yah, apapun itu, kau tidak perlu memaksakan diri saat kita sedang berdua saja." Kata Alex lagi seakan dia bisa menebak isi pikiran Arina.
Tapi karena Arina agak malas melanjutkan topik itu, dia pun lebih memilih untuk mencari pembicaraan lain. "Omong-omong tadi yang mulia ratu sakit. Kau sudah dengar? Tidak mungkin tidak."
"...Ah, itu sebabnya kau bertemu dengan kak Iris? Soalnya kalau ibu sakit, dia pasti langsung lari ke sana." Balas Alex yang malah seperti gantian mengalihkan topik pembicaraan. "Tapi keadaannya sudah membaik kan? Yah, kalau sudah tidak masalah."