Chereads / Nusantara Under Attack / Chapter 2 - Ritual Penyucian

Chapter 2 - Ritual Penyucian

Kuda itu meringkik "Khiihiihiikk!" menyeret kereta ke atas permukaan, menyentuh udara, mengepakan sayapnya yang basah, menceraikan air dari tubuhnya hingga seketika kering kerontang. Ibu dan Neneknya duduk disebelahnya dengan kendi di pangkunya, Fika pun membawanya. Kendi itu digunakan untuk menangkap jiwa-jiwa yang tersesat. Jiwa-jiwa jahat yang tidak menerima pengampunan akan menjadi iblis yang merusak. Jiwa jahat akan lebih aktif dari jiwa baik, mereka gelagapan tidak memiliki tujuan, tidak mendapat pengampunan. Karena itulah, pada malam satu suro mereka akan berkumpul di atas lautan, mengejar cahaya bulan yang mereka pikir itu adalah jalan, menuju ke tempat selanjutnya. Begitu mereka sadar bahwa cahaya bulan tidak memberi mereka jalan, jiwa itu akan meledak, terkurung di dunia, menyesatkan manusia. Para anggota kerajaan, dipimpin oleh Ratu Kadita, akan menarik jiwa itu ke dalam kendi, lalu kemudian melenyapkannya.

"Ibu, apa yang terjadi hingga jiwa menjadi jahat?" Tanya Fika kepada Ibunya.

"Entahlah, mungkin karena mereka berbuat jahat," jawab Ibunya.

"Mereka terpilih untuk menjadi jahat, bukan karena mereka ingin. Begitupula kita, kita harus berbuat sesuatu, karena itu adalah tugas kita," Nenek menyilangkan kakinya, matanya dengan sedih menatap ke luar jendela, melihat para jiwa itu gentayangan tanpa tujuan.

Kereta Kencana diiringi para prajurit bersenjata bergemerincing saat terbang mengudara, dan para makhluk pembawa kendi yang bertugas untuk menangkap jiwa jahat, berada di atas awan. Jiwa-jiwa jahat berseliweran di samping kereta, meminta tolong, menderita penyesalan dan ketakutan. Jiwa jahat bermata merah muda, berwarna abu-abu kecil berbentuk bulat, terkadang dari mereka bermata merah delima. Mereka yang bermata merah delima telah kehilangan harapan dan diselimuti dendam. Jiwa itu akan mewujud menjadi bentuk, sesuai dengan perangainya. Buto yang suka menginjak dan kasar, Genderuwo yang agak pemalu untuk menunjukan sifatnya dan masih banyak lagi.

"Ayo keluar dari kereta, kita harus bergegas sebelum jiwa itu berubah menjadi negatif," ucap Nenek.

"Hoamm... Oke Nek," ucap Fika sambil menguap, dia pergi melangkah ke luar kereta dari pintu di belakang kereta kuda.

"Fika, hati-hati," ucap Ibu merasa cemas.

"Baik bu."

Mereka membuka tutup kendi, berpencar ke segala arah lalu mengucapkan mantra khusus. Jiwa yang terperangkap akan lenyap seketika begitu mantra diucapkan, akan tetapi cara tersebut tidak berlaku bagi jiwa yang memiliki bentuk dari manifestasi perangainya atau jiwa yang sudah berubah bentuk. Untuk melenyapkan jiwa yang berubah tersebut, lain lagi ceritanya.

Fika berlari mengejar jiwa yang tidak ingin tersedot masuk, "Ngotot sekali!" Ucap Fika dengan kesal.

"Jangan terlalu jauh!" Teriak Ibu.

Setelah mengejar dengan susah payah akhirnya jiwa itu tersedot masuk. Fika menghela nafas lega dipenuhi perasaan bangga pada dirinya sendiri. Fika melihat keadaan sekitar, semuanya sibuk menyerap jiwa ke dalam kendi.

Saat semuanya disibukkan dengan ritual penyucian, diam-diam Fika menjauh, sambil mengawasi ke belakang. Saat ini dia sedang berusaha untuk melarikan diri, pergi dari istana dan melihat dunia manusia. Jika ada yang melihatnya, dia akan berpura-pura mengejar jiwa-jiwa itu, sembari melangkah maju, menuju ke daratan. Sedikit demi sedikit.

.

.

Akan tetapi!

.

Itu adalah cara lama yang tidak berhasil.

Dia butuh cara baru untuk memanfaatkan kesibukan, selagi mereka memfokuskan pikiran pada jiwa tersebut, mereka tidak akan mentolerir satupun yang lolos, karena akan menjadi masalah jika jiwa jahat terlalu lama dibiarkan. Masalahnya adalah, Ibu dan Nenek terlalu peka terhadap setiap gerakan, mereka dengan cepat mengidentifikasi setiap saat.

Dia membutuhkan sesuatu untuk membuat situasi berantakan. Sehingga tidak mudah bagi Ibu dan Neneknya memusatkan perhatian ke arah dirinya. Dia melihat mereka yang dengan teratur membagi kelompok di segala sudut untuk menangkap jiwa-jiwa jahat. Menilai hal itu, sebuah ide muncul dari atas langit, membanjiri pikirannya dengan inspirasi yang deras mengalir bak bendungan sungai yang baru terbuka, membludak keluar dan membuat pikirannya jernih.

"Maka aku akan mengumpulkan sampai kendi ini padat," dia akan menangkap sebanyak mungkin, asal tidak membaca mantra pemusnah, jiwa itu akan baik-baik saja.

Dan ketika sudah terkumpul, dia akan melepaskan semuanya di tengah kelompok yang terbagi secara teratur. Kelompok tersebut membentuk lingkaran yang secara konstan melebar untuk menangkap jiwa yang berkeliaran, bagian tengahnya telah dibersihkan. Semua orang melihat ke belakang dengan keheranan karena jiwa yang berseliweran dengan gesit di area yang telah dibersihkan muncul entah dari mana, mereka memutuskan untuk kembali ke belakang, mereka akan meninggalkan formasi. Lalu kenudian mereka akan saling bertabrakan karena mengejar jiwa-jiwa gesit menuju ke segala arah. Se-peka apapun seseorang terhadap lingkungan, tidak akan mampu berpikir tenang menghadapi kekacauan, justru karena kepekaannya pikirannya akan berantakan.

Beberapa jam kemudian...

Setelah kendinya hampir meledak. Tutup kendinya bergetar karena para jiwa yang mencoba berontak. Dia harus menahannya dengan kuat.

Seseorang wanita pembawa kendi melihat jiwa liar yang melintas di atas kepalanya, dia memutuskan untuk terbang ke atas berusaha untuk menangkapnya. Namun tiba-tiba, teriakan dari orang-orang yang ada di sekitarnya membuat wanita pembawa kendi itu berhenti saat hampir menangkap jiwa itu. Dia melihat ke depan, dari kejauhan melesat seorang gadis muda menuju ke arahnya. Tidak sempat untuk menghindar, dia pasrah dengan kejadian selanjutnya, bingung dia berkata, "Eh?" Ucap wanita pembawa kendi itu memiringkan kepalanya.

"Awas!" Teriak orang-orang di sekitar.

BRAKKK!

"Kyaa!"

Fika melemparkan kendinya ke arah tengah begitu dengan sengaja menghantamkan tubuhnya ke arah wanita di depannya. Jiwa-jiwa liar merangsek keluar bagaikan lebah yang berhamburan, memusatkan perhatian semua orang.

Fika yang terjatuh, menguatkan diri untuk bangkit setelah melihat kekacauan sempurna seperti yang dibayangkan. Ini adalah kesempatan!

"Ocean Move," Fika menggunakan kemampuannya, tidak secepat ibunya, butuh berpuluh-puluh tahun untuk dia mencapai tingkat itu. Namun itu sudah cukup, karena dia menggunakannya dengan cara yang kreatif.

Dia mengimbangi kecepatan ombak untuk bersembunyi di baliknya. Dengan teknik yang memungkinkan untuk bergerak seperti aliran air yang tenang, tekniknya itu sangat memungkinkan untuk menusuk musuh dari belakang. Mengikuti ombak di lautan, semakin jauh dari mereka yang sibuk dengan urusannya. Rencana sukses! Dia mempercepat lajunya.

Dari bibir pantai, seorang pria sedang berbaring malas di atas kursi lipat. Pria itu merasa keheranan dengan apa yang dia lihat. Sebab, gelombang ombak yang tidak biasa menuju ke arahnya, ombak tersebut terlihat seperti membungkus seseorang di dalamnya. Pria tersebut mengusap matanya dan mencubit pipinya, seakan tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Mencapai permukaan, seorang wanita terbang terlempar hingga terjatuh di atas pasir putih.

"Aww... aku kebablasan," Fika melihat pria itu setelah berdiri, lalu berkata, "Hai." Sambil tersenyum mengibaskan pasir yang menempel di tubuhnya.

Pria itu terdiam, tidak tahu apa yang terjadi dan apa yang dia lihat.

Dia mengira itu surfing, melambai dan berkata dengan ragu, "Hai. Apa kau sedang berselancar?"

"berselancar?"

"Ya! D-dengan papan, dimana papan mu."

Fika berpikir sejenak, lalu dia mengingat kegiatan para manusia di pantai. Mungkin maksudnya itu sihir yang memungkinkan untuk melaju di atas air, dia baru tahu istilah berselancar. Kebetulan itulah yang memberinya inspirasi untuk melarikan diri.

"Seperti itulah, namun aku menggunakan cara yang sedikit berbeda," balasnya sembari merapikan rambutnya yang berantakan. Tidak ada kemampuan bertarung yang dia pelajari, kemampuan yang baru saja digunakan adalah 'ocean move' itu adalah kemampuan yang memungkinkan untuk bergerak dengan luwes seperti aliran air. Kemampuan lain yang dipelajari adalah kemampuan kehidupan yang dapat diterapkan secara praktis, dalam keseharian.

"Clean," dia membersihkan tubuhnya dalam sekejap dari kotoran yang menempel, seperti baru membersihkan tubuh dari kamar mandi. Clean adalah kemampuan praktis yang memungkinkan untuk membersihkan diri secara praktis, tidak perlu membilas tubuh atau pergi berendam selama berjam-jam hanya untuk membersihkan tubuh.

"Cara berbeda?" Pria itu melihat dengan heran saat kotoran di tubuhnya hilang seketika, banyak keanehan pada gadis cantik yang berdiri di depannya itu, yang paling mengganjal di pikirannya adalah bagaimana dia bisa muncul dari lautan.

"Contohnya seperti ini," dia menghilang sekejap mata, membuat pria itu kebingungan, celingukan matanya mencari. Ke belakang, ke samping, dan kemudian sesuatu menepuk pundaknya dari belakang. Membuatnya tersentak, pria itu melompat seperti kucing dan berteriak sangat keras.

"Sstttt, jangan berteriak, aku lagi sembunyi tau," pria itu terbirit ketakutan, seorang gadis muncul mengenakan kebaya dari lautan dengan tubuh dan pakaian berantakan yang secara ajaib, bersih dalam seketika, lalu gadis itu menghilang dan tiba-tiba muncul dari belakang, apa yang terjadi selanjutnya jika bukan meminta TUMBAL! itu pasti apa yang dikatakan para orang tua tentang legenda pantai selatan.

Fika berlari mengejarnya, "Hei tunggu!"

"HAAAA!!! JANGAN DEKATI AKU!" Pria itu berlari terbirit-birit dengan membetulkan celananya yang melorot; kedua tangannya mencegah tragedi terlepasnya harga diri saat berlari di sepanjang jalan.

Fika tidak menyangka manusia akan terkejut melihatnya, ada kesalah-pahaman yang terjadi dan Fika harus mengejarnya untuk meluruskan. Namun pria itu berlari ketakutan, apakah ada yang salah dari wajahnya? atau mungkin pakaiannya.

"Sudah kuduga, ternyata memang harus lebih terbuka. Seperti saat mereka bermain di siang hari, di pantai itu."

Fika mengikuti dari belakang, mendengar teriakannya di sepanjang jalan membuat ketulusannya tidak dihargai, dia berhenti. Merasa bahwa dia bukanlah teman yang cocok, jika dibandingkan dengan penduduk kerajaan mungkin pria itu adalah ikan kecil yang menilai buruk buaya putih. Padahal buaya putih tidak memakan ikan atau daging, dia hanya memakan rumput laut, bukan ingin menakuti tetapi hanya ingin menanyakan jalan.

"Aku cari orang lain saja," Fika menghela nafas lalu berbalik arah.

Tiba-tiba pria itu berhenti, dari kejauhan dia bilang, "Kenapa kamu mengejarku?"

Fika menengok ke arahnya, "Akhirnya kamu menggunakan otak," lanjutnya, "Perkenalkan, namaku Defika, aku akan senang jika kamu memanggilku Fika."

Pria itu berkata, "Nama ku Kairos, kamu itu apa?"

"Jangan khawatir, aku tidak akan melukaimu," sambungnya sembari berjalan mendekat, "Aku datang dari lautan. Aku mencari teman..."

Fika berdiri di hadapannya, melihat parasnya yang cantik, seakan dia tidak peduli lagi jika bercinta di dasar laut, meskipun akan tenggelam. Jin atau setan, siapa tau jika mungkin sudah berjodoh.

Fika bilang, "Maukah kamu menjadi temanku."

Menelan ludah, glek... "Jadikan aku teman mu."

"Apa kau serius? Kau mau jadi temanku? Benarkah? Yeay!" Fika merasa senang karena dia memiliki rekan, satu orang anggota untuk memulai perjalanan, "Teman, Kairos," Fika merangkulnya, dan bilang "Aku memiliki masalah."

"A-apa itu?" Wajah kairos memerah.

Fika berbisik, dengan pelan berkata, "Aku kentut."

"Ha! P-perempuan mana boleh bilang b-begitu, kau bodoh ya!" Dia menarik keinginan untuk berkencan dengan gadis itu. Tidak ada keelokan!

"Hahahaha! sudah kuduga lelucon itu selalu berhasil!"

"Itu tidak lucu! woi PRIMADONA!!!" Sifatnya bertentangan dengan petualangan romantis dalam imajinasi Kairos.

"HAHAHAHA!"

Mereka berdua pergi menuju ke rumah Kairos karena desakan dari Fika yang kebingungan tidak tahu harus tidur dimana. Dia mengoceh sepanjang jalan tentang Markas, Buaya Putih, Petualangan, Penyihir Jahat, Nenek Lampir, Nenek Gayung, Nenek Sandal, Nenek Sempak! SEMPAK NENEK-NENEK!