Karena Alisa dan Arin habis mengadakan acara menginap tanpa dirinya, Mary tadinya sudah akan menghujani mereka dengan segunung protes dan pertanyaan. Tapi melihat Alisa menekuk bibirnya terus, bahkan Mary jadi tahu diri untuk tidak mengoceh dulu.
"Ini pertama kalinya Aku lihat dia cemberut. Kupikir bibirnya cuma bisa menekuk ke atas." Bisiknya pelan pada Arin.
Ingin berbisik juga, Arin pun mendekatkan dirinya ke arah Mary. "Itu karena kak Hazel menyebutnya bodoh."
"Geh! Kakak itu betulan sampah."
"Habisnyaakukancumapikirsiapatahuadahubungannya…Akujugatidakpikir…" Alisa terus saja bergumam sendiri sambil mengunyah sandwich-nya. "Maksudku, kalau dipikir dari petunjuk yang diberikan kak Rei, pasti ada hubungannya kan? Mungkin sih." Katanya kemudian pada dua teman di depannya.
"Tentu saja! Mungkin. Tidak tahu juga." Sahut Mary sekenanya. "Tapi kak Rei sudah tahu atau bagaimana sih? Kalau iya kenapa tidak langsung bilang saja? Apa karena dia sedang bertengkar dengan kak Hana dan yang lain?"
"Ah, itu. Kak Hazel bilang sepertinya mereka sedang taruhan sesuatu atau semacamnya." Jawab Arin. "Makanya kak Rei tidak bisa langsung memberitahunya karena nanti dia jadi kalah taruhan."
"Taruhan…?" Ulang Mary. Dia merasa baru saja mendengar sesuatu yang mengejutkan. Tapi karena Arin kelihatan biasa saja, dia jadi ragu dengan pendengarannya.
"Maksudnya mereka taruhan untuk buat ramuanmu?" Tanyanya memastikan dan Arin betulan mengangguk. "What?? Tapi itu artinya kau jadi subjek taruhannya kan? Kau tidak keberatan dengan itu?"
Sedikit menekuk bibirnya, Arin hanya mendesah panjang. "Tadinya Aku kesal sedikit. Tapi kak Hana kelihatannya memang ingin membantuku, jadi ya…" Jelasnya sembari mengingat wajah Hana yang sepertinya sudah akan berlutut minta maaf semalam.
Soalnya begitu Hazel tahu semua itu, dia sama sekali tidak segan untuk memberitahukan semuanya pada Alisa dan Arin. Dengan harapan mereka semua akan bertengkar dan semua orang jadi pergi meninggalkan pondoknya. Tapi sayangnya Hana masih berhasil meluluhkan dua anak kelas satu itu.
"Lagipula Aku memang butuh obatnya." Tambah Arin lagi. "Apalagi rasanya belakangan ini kabutnya jadi makin tebal. Aku bahkan sudah tidak bisa lihat pelajaran di kelas sama sekali, kau tahu."
"Wajahku dan Alisa bagaimana? Masih kelihatan?"
"Kalau dekat seperti ini sih kelihatan. Tapi kalau jauh…"
Mereka bertiga sempat diam sejenak untuk mengunyah makan siangnya masing-masing, tapi kemudian Alisa kembali bertanya. "Tapi kau benar tidak apa? Maksudku, kalau bukan karena taruhannya, mungkin kak Ruri sudah bisa buat obatnya."
"..." Tidak langsung menjawab, Arin malah kelihatan agak kaget mendengar itu. "Aku tidak kepikiran itu, tapi benar juga—"
WUUSSHH! Tapi tiba-tiba saja ada sesuatu yang terbang melewati meja mereka. "Hei!" Omel Mary pada kumpulan murid di meja sebelah. "Mana boleh main lempar es seperti itu di kantin?! Nanti kena orang bagaimana?" Keluhnya.
"Ooooh, ada Osis!" Sahut salah satu laki-laki yang malah tertawa. "Sst, sst, jangan melawannya atau nanti kita disuruh sapu halaman dan kupas bawang." Lanjutnya dan mereka semua pun tertawa.
"Grrr…" Gerutu Mary. "Jadi ini rasanya ingin mencekik orang tapi tidak bisa." Katanya. Dan tiba-tiba saja dia malah cemberut ke arah Arin. "Kau, tidak berteman dengan mereka kan? Aku lihat kalian bicara tadi pagi."
"Ah, itu mereka? Karena terhalang kabut Aku tidak begitu mengenalinya." Sahut Arin. "Tapi mana mungkin? Memangnya Aku gila. Mereka kan hanya bicara padaku karena mereka pikirnya Aku sama dengan mereka. Kalau tahu Aku cuma bisa lihat kabut, mereka pasti hanya akan membuatku jadi tukang suruh-suruh."
"Kalau gitu oke." Celetuk Mary puas. "Maksudku, anak-anak lain masih lumayan, tapi mereka benar-benar yang paling norak, ya ampun. Aku saja tidak segitunya meski Aku juga punya banyak sihir." Cibirnya ke arah meja tadi, di mana anak-anak di sana sedang memainkan makanan mereka dengan sihir ini-itu.
"Kau juga jangan malah kagum melihatnya." Celetuknya juga pada Alisa yang kelihatan serius menatap meja sebelah.
"Tapi Arin…" Alisa malah berkata ke arah Arin. "Kalau mereka sedang menggunakannya terus seperti itu, apa energi sihir di sekitar mereka tidak jadi berkurang? Seperti jadi terang atau semacamnya? Debunya kelihatan tidak?"
"...Tidak juga." Jawab Arin yang kembali membuat temannya sedikit kecewa.
"Kau masih memikirkan itu?" Celetuk Mary, meski dia langsung menambahkan, "Kalau begitu teruskan saja! Supaya kau bisa balas kak Hazel--"
"Tapi…" Arin ternyata kembali menyela. "Sihirnya kelihatan. Kalau kau penasaran."
"Maksudnya?" Balas Alisa.
"Ya, jadi walaupun Aku tidak bisa lihat tubuh atau wajah mereka dengan jelas, bola sihir yang mereka buat tetap kelihatan." Jelas Arin sebisanya, berharap itu bisa menghibur Alisa sedikit. "Tapi tidak sampai terang banget. Cuma sekedar kelihatan. Kau tahu, seperti lampu tidur yang redup…" Tambahnya. Tapi entah terhibur atau tidak, Alisa jadi terdiam sendiri.
Membiarkan Alisa sibuk dengan pikirannya sendiri, Mary dan Arin juga jadi ikutan diam. Tapi setelah beberapa saat didiamkan, Mary menyadari kalau ekspresi Alisa jadi sedikit aneh. Seakan dia terpikir sesuatu yang meragukan. "Kenapa? Kau terpikir sesuatu ya? Bilang saja. Aku janji tidak akan tertawa."
Alisa kelihatan diam sejenak seakan tidak yakin bagaimana harus membalasnya. Tapi kemudian dia malah bertanya. "...Itu, mengenai ramuan yang ada di kebun, tidak ada yang tahu pasti ada ramuan apa saja ya?"
"Hm? Maksudmu selain anggota Vip? Tentu saja tidak." Balas Mary. "Tapi bukannya kau pernah lihat daftarnya atau apa gitu di catatan yang suka dibawa kak Ruri?"
"Tidak ada yang seperti itu. Cuma ada resep-resep ramuan dasar dan… catatan ini-itu."
"Maksudmu buku yang judulnya Catatan Aneh itu." Timpal Arin. "Bukan cuma tulisannya yang keriting, sejujurnya isinya aneh semua. Aku penasaran siapa yang dulu kasih judul." Katanya dan Mary mulai ikutan tertawa karena dia juga sudah mendengar tentang itu.
"Tapi, yah…" Mary mulai berkata lagi setelah puas tertawa. "Untuk ramuan yang umum, sebenarnya kau bisa lihat daftarnya di buku panduan Osis. Walaupun kebanyakan hanya macam-macam obat untuk luka biasa dan penyubur tanaman." Ceritanya.
Tapi karena temannya belum menunjukkan wajah puas, Mary pun menambahkan. "Tapi kalau kau penasaran, sebenarnya Aku tahu beberapa ramuan yang tidak ada di daftar. Kau tahulah, semacam rahasia umum."
"Kau tahu??"
"Mm, kurasa yang paling terkenal adalah ramuan pemutus sihir yang biasa digunakan untuk murid-murid yang sering melanggar peraturan. Supaya orangnya tidak bisa menggunakan sihir lagi." Jelasnya. "Kudengar efeknya sih sementara, tapi ada juga yang bilang kalau versi permanennya juga ada."
"Oh? Sepertinya kak Ruri pernah memberikanku itu kan?" Celetuk Arin pada Alisa yang juga mengangguk kecil. "Walaupun tidak ada efeknya padaku."
"Mm, kalau ramuan penjernih air dan pembunuh hama pernah dengar? Katanya divisi pelestarian lahan selalu mendapatkan berapa ramuan khusus dari kak Ruri." Kata Mary lagi. "Makanya taman dan danau di di sini semuanya sehat."
"Aku sih tidak pernah dengar, tapi tidak ada yang lain?" Balas Arin yang malah memasang wajah lebih tidak puas dibanding Alisa. "Kalau itu kan sudah pasti tidak ada hubungannya dengan masalahku."
"Kalau ramuan penggemuk sapi bagaimana? Kudengar peternakan di daerah utara sering memakai—"
"Kubilang yang ada hubungannya denganku!" Sela Arin gemas, meski ujung bibirnya juga agak naik karena geli.
Mencoba memikirkan yang lain, Mary pun diam sejenak untuk mengingat-ingat semua gosip yang dia tahu. Dan dia berhasil menemukan salah satu yang paling tabu.
"Mm, kalau yang ini sih mungkin kebalikan dari yang kau butuh…" Katanya tiba-tiba serius. Dia bahkan sampai menyuruh Alisa dan Arin mendekat supaya dia bisa berbisik. "Tapi katanya kak Ruri juga punya ramuan yang bisa buat anak yang tadinya tidak bisa menggunakan sihir jadi bisa menggunakannya."
'Oh? Berarti ada!' Alisa menceletuk sendiri dalam hati. Beda dengan Arin yang masih saja mengerutkan alisnya. "Kedengaran biasa. Tapi kenapa kau mengatakannya seakan itu adalah rahasia negara?"
Dan Mary malah semakin menarik Alisa dan Arin lagi. "Itu karena! Semua orang pikir kalau alasan ketua Osis, bahkan semua anggota Vip selalu bisa menggunakan banyak sihir adalah karena ramuan itu." Katanya makin serius. "Makanya itu juga jadi salah satu alasan utama kenapa semua anggota Osis iri dengan akses ke kebun kak Ruri."
Tidak punya komentar atas gosip itu, Alisa cuma bisa diam. Tapi walaupun awalnya Arin juga seperti Alisa, pada akhirnya dia malah merendahkan matanya dan menghela napas pendek. "Hhh, semua orang di sekolah ini berlebihan sekali."