Raka melepaskan tangannya dari kerah baju Zaky saat mendengar ucapan Agnes.
"Mas ini Raka ya, cowok yang sering diceritain Mei?" Tanya Agnes.
Raka menggangguk.
"Zaky pacar saya bukan Mei, mereka itu sepupuan. Kok sampai mas Raka tidak tahu sih, Arka gak cerita ya?" Tanya Agnes kesal.
"Benar kalian sepupuan?" Tanya Raka.
"Iya, Mei sepupuku. Memang kemarin sengaja bilang begitu biar lu nyadar kalau Mei masih cinta sama lu" jawab Zaky sambil mengelap darah yang menetes di sudut bibirnya.
"Sori ya, gue gak tahu!" Ucap Raka sambil menjabat tangan Zaky.
"Oke, no problem. Gue jadi yakin kalau lu sebenarnya juga sayang Mei. Kejar dia bro, jangan sampai lu nyesel, karena di kampus ada dosen muda yang getol deketin Mei. Sudah pernah meminta Mei untuk dijadikan istri, tapi om Wira tidak mengijinkan" kata Zaky.
"Mei sudah ada yang melamar?" Tanya Raka.
"Banyak mas, Mei itu kayak magnet buat cowok. Berapa saja cowok yang sudah ditolaknya, bangak semua dilakukan demi cinta pertamanya" jelas Agnes.
Raka tertegun mendengar penjelasan dari Zaky dan Agnes. Setelah meminta maaf pada Zaky, Raka memutar balik sepeda motornya. Niatnya untuk kembali ke Semarang diurungkan. Tujuannya adalah pulang ke rumah, sebelum pulang Raka mampir membeli beberapa tangkai bunga mawar, cokelat dan bonek panda berwarna merah muda.
Mei pernah bercerita jika dia sangat menginginkan ditembak seorang cowok dengan membawa bunga, cokelat dan boneka. Dengan senyum yang merekah Raka bergegas pulang untuk mandi. Setelah sampai rumah Raka menghubungi Arka agar mengajak Mei ke sebuah kafe dekat rumah. Raka telah mempersiapkan sebuah kejutan untuk Mei.
Arka berlari ke parkiran setelah mendapat telepon dari kakaknya, dikendarai mobilnya menuju fakultas kedokteran dimana Mei kuliah. Setelah sampai Arka menunggu di dalam mobil sambil mendengarkan musik, tak berapa lama Mei keluar.
Arka memanggil dan melambaikan tangannya agar Mei mendekat. Menyadari ada Arka, Mei pun mendekati mobilnya yang terparkir.
"Kaaa... tumben lu disini!" Sapa Mei.
"Temenin gue Mei, ke Cafe Tujuh Belas. Buruan ayo!" Perintah Arka.
"Ada acara apa sih Ka, tumben lu sampai nyamperin gue?" Tanya Mei penasaran.
"Lu ikut saja gak usah banyak tanya" ucap Arka.
Mei segera masuk ke dalam mobil Arka, kemudian mereka bergegas menuju Cafe tempat Raka menunggu.
Setelah sampai Arka mengajak ke sebuah ruangan private, saat masuk Mei sudah curiga ada sesuatu yang tidak biasanya. Cafe yang biasanya selalu penuh pengunjung siang ini nampak biasa saja, setelah sampai Arka menyuruh Mei untuk masuk dulu.
Saat Mei masuk ada seorang pria yang berdiri memunggunginya, dada Mei berdebar kencang karena meskipun hanya terlihat punggung saja Mei tahu siapa laki-laki itu. Dengan gugup Mei memanggilnya.
"Kak Raka!" Panggilnya.
Raka membalikkan tubuhnya dilihatnya Mei sedang berdiri di dekat pintu. Dengan mantap Raka berjalan mendekati Mei, kemudian Raka bersimpuh dihadapan Mei.
"Mei, maaf jika aku terlambat menyadari akan perasaanku ini. Harus selama ini aku baru berani mengatakan yang sebenarnya, maaf sudah membuatmu sakit dan kecewa. Membuatmu menangis, aku... memang pengecut. Terlalu gengsi untuk mengakui jika perasaanku pun sebenarnya sama. Mei... aku... aku sayang kamu. Aku terima apa pun jawabanmu" ucap Raka.
Mei menutup mulutnya seolah tak percaya jika Raka tiba-tiba saja mengungkapkan perasaannya seperti sekarang. Di mintanya Raka untuk berdiri di depan Mei.
"Kak, aku... aku... tidak tahu harus menjawab apa?" Jawab Mei lirih.
"Jika kamu terima, ambil mawar dan boneka ini. Tapi jika tidak..." Raka tak melanjutkan ucapannya.
"Maaf kak, tapi aku sepertinya tidak bisa" ucap Mei.
Raka terdiam.
"Aku ingin menyelesaikan studyku dulu kak, sampai aku menjadi dokter. Aku ingin fokus kuliah" tolak Mei.
Raka terduduk lemas di lantai mendapat penolakan dari Mei, serasa mendapatkan karma atas penolakannya selama ini.
Mei berbalik dan berjalan keluar sambil menahan air matanya. Melihat Mei keluar Arka menyambutnya dengan senyuman lebar, namun saat melihat Mei menangis senyum di bibir Arka pun menghilang.
"Meiii... kok nangis, ada apa?" Tanya Arka.
"Ka, antar gue pulang sekarang!" Pinta Mei.
Arka bingung namun melihat Mei berlari keluar bergegas diikutinya meskipun Arka bingung ada apa sebenarnya.
Raka masih terduduk di atas lantai, bunga, cokelat dan boneka masih tergeletak di meja. Mei tidak mengambilnya. Hati Raka terasa sakit, tanpa terasa bulir bening mengalir di pipinya.
~~~~~
Lima Tahun Kemudian
Mei tergesa-gesa meraih kunci mobil dan memacu kendaraannya dengan cukup tinggi setelah mendapat telepon dari asistennya di rumah sakit jika ada pasien gigi yang telah menunggunya. Hari ini Mei terlambat bangun karena semalaman Mei tidak bisa tidur dan baru memejamkan mata saat adzan subuh.
Setelah sampai di rumah sakit, bergegas Mei berlari menuju ke ruangannya. Dengan memberi kode kepad asisten perawatnya untuk menyuruh pasien masuk ke dalam ruangan.
Mei berkali-kali membaca nama pasien yang tertulis di daftar rekam medis. Dadanya berdetak kencang, nama itu sangat dikenalnya.
"Dok, pasien atas nama Raka Sanjaya sudah hadir" ucap Sinta sambil mempersilahkan seorang laki-laki.
Mei mendongakkan kepalanya dan tanpa sengaja mereka saling tatap. Mei menundukkan kepalanya saat melihat pria di depannya menatapnya dengan tajam.
"A..ada yang bisa saya bantu?" Tanya Mei.
"Dok, saya sakit sudah lima tahun ini. Tapi bukan gigi saya yang sakit namun hati saya. Saya sudah menerima karma atas apa yang saya perbuat, tolong maafkan saya" ucap Raka lirih.
"Kakak mengapa ada di sini? Bukannya kakak di Jepang?" Tanya Mei.
"Mei... aku... apa masih ada kesempatan buatku?" Tanya Raka.
"Maaf kak, aku belum bisa" jawab Mei.
"Mengapa Mei, apa penolakanku tiga kali itu benar-benar membuatmu sakit sejauh ini?" Tanya Raka.
"Hatiku masih sangat sakit kak, maaf!" Ucap Mei.
"Baiklah, untuk terakhir kalinya aku memintamu Mei. Siang ini pukul satu aku kembali ke Jepang, dan tidak akan pulang dalam waktu lama. Semoga kamu bahagia Mei, dan maafkan aku" ucap Raka sambil berdiri dan keluar.
Mei terdiam bibirnya kaku, sulit untuk mengeluarkan kata-kata. Membiarkan Raka pergi tanpa ada niatan untuk mencegahnya. Raka berhenti di lorong rumah sakit, melihat ke belakang berharap Mei akan mengejarnya namun Mei tak muncul juga.
Raka semakin mantap untuk kembali ke Jepang, cinta dan harapannya telah pupus. Mei tak lagi mencintainya, dan Raka pun tak ingin memaksanya. Sakit hati Mei terhadap Raka nyatanya tak pernah sirna meskipun sudah delapan tahun. Bagi Raka, Mei tetaplah wanita terindah dalam hidupnya meskipun tidak bisa memilikinya. Namun Raka berjanji pada dirinya sendiri akan tetap menjaga perasaan cintanya hanya untuk seorang Meisya.
Selesai....