Akhirnya dengan memberanikan diri Sekar meminta Bela agar segera pulang.
"Bel udah sore ayuk pulang, aku takut dicari bapak dan ibukku" jawab Sekar sambil menangis.
Bela berpura-pura tidak mendengarkan perkataan Sekar dan tetap berjalan sambil memandang ke arah sekitar. Aldi yang sedari tadi diam kemudian menjawab, "Bel masih lama kan kamu belanjanya, ini Sekar biar aku yang antar ya?"
Bela menoleh ke arah Aldi dengan muka cemberut tanda tidak suka jika gebetannya itu pulang mengantar Sekar.
"ihhh ya gak bisa gitu lah kak, masak kak Aldi nganter Sekar pulang. Pulang sendiri saja sana pakai motor gue, gue masih pengen disini kali. Banyak barang yang belum gue beli" jawab Bela.
"Yakin Bel, nyuruh Sekar pulang sendiri? Nyebrang saja dia gak berani lo" jawab Aldi sedikit khawatir.
"Lah nyatanya kan bisa sampai sini kak dengan selamat" jawab Bela.
"Berani kok Bel, aku pulang sendiri. Terus motornya gimana ini nanti?" tanya Sekar bahagia.
"Titipin saja dekat sekolah nanti gue ambil, awas hati-hati. Yang bener naik motornya, jangan ngebut" pesan Bela.
"Iya Bel iya aku hati-hati. Ya udah aku duluan ya?" jawab Sekar sambil berlari menuju parkiran.
Sekar menyetir sepeda motor dengan lumayan kencang karena waktu sudah hampir pukul 05.00. Hatinya merasa bersalah karena sudah membohongi bapak dan ibunya, tidak terasa air matanya luruh begitu saja. Seumur-umur baru kali ini Sekar melakukan sesuatu hal tidak atas kemauannya. Membohongi bapak dan ibunya adalah hal yang tidak pernah Sekar lakukan. Sekar selalu jujur dan bersikap apa adanya.
Setelah sampai dekat sekolah Sekar menitipkan sepeda motor milik Bela. Dengan terburu-buru sambil berlari Sekar pulang. Di depan rumah bapak dan ibunya sudah menunggu dengan raut muka cemas.
"Alhamdulillah akhirnya kamu pulang juga nduk" ibunya menyambut Sekar dengan senyum lebar. Sekar menundukkan kepalanga tidak berani menatap mata kedua orang tuanya.
"Dari mana kok jam segini baru pulang, ibumu sampai nangis itu" tanya bapak dengan nada menginterogasi.
"Dari les pak" jawab Sekar singkat.
"Les dimana kok pakaianmu seperti ini" tanya bapak sedikit marah. Sekar mematut dirinya di kaca jendela menyadari jika masih memakai baju Bela, karena terburu-buru sampai lupa untuk ganti seragam lagi.
"Terus itu baju siapa, sejak kapan kamu suka memakai celana jeans ketat model seperti ini? Setau bapak, kamu lebih suka memakai rok" tanya bapak lagi.
Sekar diam tak berani menjawab. Bapak yang hampir tidak pernah marah hari ini berbeda, raut muka bapak menunjukkan kekecewaan dan kemarahan. Sementara Bu Lastri hanya diam tak berani memotong pembicaraan suaminya.
"Jawab bapak!" Bentak bapak.
"Sekar dari les pak tadi baju sekar basah terus dipinjami baju sama Bela" jawab Sekar takut.
"Mana baju basahnya, bapak mau liat?" Kata bapak sambil menarik tas Sekar.
Sekar menatap pasrah saat tasnya diambil paksa bapak. Dengan penuh emosi bapak membuka tas kemudian mengeluarkan semua isinya ke lantai. Sekar menutup mulutnya menahan tangisnya agat tidak mengeluarkan suara. Sementara Bu Lastri mencoba menarik tangan suaminya.
"Sejak kapan anak bapak ini pintar berbohong haa?" Bentak bapak lagi.
"Ini apaaa" tanya bapak sambil menunjukkan kertas parkir. 'Ya salam aku lupa belum membuangnya, batin Sekar'.
"Kamu kira bapak bodoh, bapak tahu ini karcis mall. Jawab jujur sebenarnya kamu kemana hari ini?" Selidik bapak.
Sekar masih mengunci mulutnya rapat-rapat takut untuk berkata jujur. Takut jika bapak dan ibunya kecewa karena Sekar sudah berbohong dan membolos.
"Jawab nduk, jawab dengan jujur kemana hari ini. Tadi bapak dan ibu melihat kamu naik motor. Sejak kapan kamu suka keluar tanpa ijin dulu" tanya ibu pelan.
"Bapak tidak pernah mengajari kamu untuk berbohong apalagi membolos. Kamu kira bapak gak tau tadi kamu pergi? Bapak tau itu kamu yang naik motor, tapi kamu melengos memalingkan muka begitu" kata bapak dengan nada semakin tinggi.
"Kamu sendiri yang selalu bilang tidak suka jalan-jalan, lebih baik di rumah membaca buku, pak jalan-jalan itu pemborosan dan gak ada faedahnya. Mana kultum kamu yang sering digembor-gemborkan itu. Bapak nyuruh kamu mengaji tempat kyai Zainal agar menjadi anak sholehah, pintar mengaji, berbudi pekerti, memiliki adab, sopan santun. Bapak dan ibumu memang cuma pedagang nduk, tapi bukan berarti kami tidak punya iman. Sekali berbohong akan ada kebohongan yang lainnya untuk menutupi. Bapak sangat kecewa nduk, sangat kecewa"ucap bapak lirih sambil mengusap wajahnya.
"Bapak merasa gagal mendidik kamu menjadi anak baik, maafkan kami ya Allah" ucap bapak lirih sambil menundukkan kepala.
Sekar menatap pilu kedua orang tuanya, belum pernah melihat bapak dan ibunya sedemikian sedih dan itu karena ulahnya. Ya Sekar memang baru sekali ini berbohong tetapi akibatnya orang tuanya sesedih ini. Dengan terbata-bata sekar membuka mulutnya, "maafin Sekar, pak, buk. Sekar tadi memang bolos tidak jadi ikut ekstra bahasa inggris. Sekar dipaksa ikut Sarah dan Bela buat main ke JCH. Awalnya Sekar gak mau tapi..."
Belum selesai Sekar berbicara bapak sudah memotong pembicaraan, "jangan menyalahkan orang lain, kalau kamu tidak tergoda meskipun mereka membujukmu dengan berbagai cara tidak mungkin akan ikut. Yang salah itu kamu, jangan melempar kesalahan kepada orang lain" kata bapak.
Sekar diam merasa tidak salah hanya ikutan saja tapi mengapa malah bapak menyalahkan. Raut muka Sekar berubah cemberut, dan ibu menyadari itu. Dengan penuh kelembutan ibu memberi nasehat sambil membelai kepala Sekar, "intinya nduk, kalau mau kemana-mana ijin dulu. Bukan ibuk dan bapak tidak mengijinkan hanya saja kejujuran itu adalah hal paling utama agar orang lain percaya padamu. Jangan sampai nanti kamu menyesal karena telah kehilangan kepercayaan. Besok lagi kalau mau ke mall sama bapak ibuk saja ya?".
Dengan muka berbinar Sekar memeluk ibunya sambil menangis, "maafin Sekar, buk. Sekar janji akan selalu jujur tentang apa pun".
Kemudian Sekar melepas pelukan dan mendatangi bapak, diambil tangan kanan bapak diarahkan ke keningnya sambil berkata, "maafin Sekar, pak. Sekar akan menjadi anak baik agar bapak dan ibu bangga. Maaf sudah membuat bapak khawatir".
"Iya nduk, bapak maafkan. Sudah sana bersih-bersih sudah mau adzan magrib." Kata bapak.
Sekar melangkah masuk rumah dengan perasaan lega. Tidak ada rasa khawatir dan takut lagi karena bapak dan ibunya sudah memaafkan. Sekar berjanji pada diri sendiri akan menjadi orang yang jujur dalam hal apa pun. Membolos hari ini memberikan pelajaran bagi dirinya jika bepergian tanpa ijin dari orang tuanya ternyata membuat dirinya tidak tenang dan was-was.