Chereads / L'ultima Guerra: First Branch / Chapter 1 - Semua yang Masuk ke Sini Tinggalkan Harapan Kalian

L'ultima Guerra: First Branch

nyxriddle
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 1.9k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Semua yang Masuk ke Sini Tinggalkan Harapan Kalian

Alkisah, dunia ini terapung di dalam ruang hampa yang tak berujung, sebuah dunia yang memiliki lapisan-lapisan dengan dunianya tersendiri. Dunia ini bernama, Elysium Crimso, sebuah dunia yang memiliki tujuh lapisan dengan dunia dan penghuninya masing-masing. Sebuah semesta yang berisi begitu banyak misteri yang tak terpecahkan, dan teka-teki yang menunggu untuk dipatahkan.

Lapisan pertama, lapisan paling luar bernama Nebulosa Nimbula; lapisan termegah dengan tidak ada satu pun makhluk hidup yang mampu bertahan hidup di sini, bahkan hanya sekedar lima menit sekalipun lapisan ini memiliki peran paling besar; lapisan atmosfer yang membentang luas tempat terlihat jelas gemerlap gemintang yang bertebaran di antara awan warna-warni ini mencegah serangan-serangan tak terduga dari luar, namun perannya ini membuat sesiapa pun enggan untuk tinggal di sini.

Kemudian, lapisan selanjutnya dan menjadi yang terakhir dari yang akan saya ceritakan di sini; lapisan yang berada di tengah-tengah antara ketujuh lapisan, lapisan yang memiliki empat benua besar yang saling terpisah, setiap benuanya memiliki satu kerajaan yang berperan sebagai pemimpin benua tersebut. Setiap benuanya memiliki kondisi yang berbeda dengan yang lain, sungguh, keunikan itu tak dimiliki benua nun jauh di seberang sana. Dan, begitu penting setiap benua memiliki harta berharga yang begitu mereka lindungi, harta yang lebih berharga dari seratus juta penghuninya.

Lapisan misterius ini memiliki nama, Aeternis, lapisan megah dengan dunia yang dihuni oleh makhluk-makhluk hidup nan unik. Salah satu dari keempat benua tersebut adalah, benua yang berada di selatan bernama Vaelkarvooth; sebuah daratan luas dengan hamparan pegunungan, lembah, jurang, hutan, ngarai-ngarai, dan sungai-sungai besar. Vaelkarvooth dipimpin oleh Kerajaan Anastasius yang bernama Mortisvale, kerajaan prestisius dengan kekuatan militer dan pertahanan yang kokoh pula.

Sejak dahulu kala, bahkan jauh beratus-ratus tahun yang lalu benua ini selalu dihiasi oleh langit-langit keunguan yang pekat, dengan awan-awan hitam yang tebal, saking tebalnya membuat benua ini senantiasa terasa seperti malam hari tanpa kehangatan. Maka di sini tak ada siang maupun malam mereka hanya memiliki jam khusus yang akan berfungsi jika jam itu berada di dalam wilayah Vaelkarvooth, maka jadilah jam ini pengganti matahari, sebagai penanda waktu.

Kendatipun demikian benua ini masih memiliki sumber cahaya yang memberikan penghuninya kehidupan tak lain yaitu bulan. Dari sinilah awal mula cerita akan dimulai, pada benua selatan Vaelkarvooth yang disebut juga; Benua Keputusasaan.

Pada suatu malam, Kerajaan Mortisvale berada dalam keadaan perang yang sengit. Gemuruh gemertakan antar senjata beterbangan dimana-mana, tubuh-tubuh tergeletak tak bernyawa di sana-sini, dan teriakan pejuang menggema di antara perbukitan serta tebing yang gulita. Di sinilah ajang sebagai yang terkuat berlangsung, menggertakkan gigi dengan gigih sebagai tanda yang terkuat, Kerajaan Mortisvale dengan ratusan ribu pasukan yang terbagi menjadi beberapa divisi cukup unggul memukul mundur pasukan musuh, namun dari kejauhan sosok dengan tubuh besar yang memiliki otot-otot menonjol mengaum dengan suara ganas yang merambat ke telinga-telinga pejuang Kerajaan Mortisvale—sontak mata para prajurit seketika itu juga terkunci pada sosok bertanduk yang memiliki kaki-kaki kokoh bagaikan kuda liar, rambutnya menjuntai panjang, mata ganas, serta senjata besar yang ia genggam menggunakan tangan kanannya, sebuah gada besar dengan ukiran sebuah kepala bison.

Gadanya menjadi sangat mematikan bila langsung terkena pada tubuh musuh yang ia incar, sekali pukulan tulang-tulang akan retak tak lama dari itu target akan terkapar lemas dengan kondisi tubuh yang semakin mengering dengan darah yang bercucuran karena terkena bagian tajam yang terukir di gadanya-dan akhirnya seolah-olah seperti ranting pohon yang telah rapuh; begitu mudah untuk dipatahkan.

Makhluk tersebut mulai melangkahkan kakinya perlahan ke arah para prajurit Mortisvale, suara langkah kakinya berderak; menghasilkan suara yang terkesan mengerikan, hingga kecepatannya kian bertambah ia akan melewati para prajurit seraya membelah lautan orang-orang itu dengan mengayunkan senjatanya mantap. Satu-persatu orang terkapar setelah terkena pukulan telak gada besarnya, senjata beterbangan di udara begitu pula prajurit yang tak tahan menahan kekuatan gada yang begitu besar.

Sementara itu prajurit lain berlarian menghindari makhluk mengerikan itu, suara ketakutan begitu kental, Kerajaan Anastasius yang sebelumnya dalam posisi unggul kini perlahan mulai terpojok hanya dengan munculnya satu pasukan tambahan dari musuh.

Seseorang dari kejauhan yang menggenggam tongkat sihir begitu terkejut melihat pasukannya yang kian terperosok, dari seberang arah dia begitu jelas melihat pasukannya begitu mudah dikalahkan, kemudian dia menggenggam erat tongkat sihirnya, perlahan dia menarik nafas dengan mata yang terpejam, suara embusan nafas terdengar dari mulutnya, setelah embusan nafasnya berhenti dirinya menghilang dengan cahaya yang mengikutinya, saat itu juga ia kembali menampakkan dirinya di depan sang makhluk beringas—dengan tongkat sihirnya dia menghentikan laju makhluk itu dengan memunculkan sebuah perisai magis dari mantranya.

"Akhirnya si pecundang dengan tongkat sihir..."—kata makhluk itu dengan suara cekikikan yang terkesan meremehkan—"Afanas Anastasius, putra sulung dari raja pengecut yang berlindung di balik tirai kerajaan. Aku mendengar kabar angin tentangmu, katanya kau adalah wizard dari Mortisvale yang memiliki potensi sangat besar, apa julukanmu? Sebentar..."—makhluk itu berhenti berbicara, matanya mulai melirik ke kiri atas dengan jari yang mengusap-usap dagunya—"Caelinthar Lys'Vorael? Seorang pengemudi takdir? Hahaha, lucu sekali, kau akan mengalahkanku dengan tongkat rapuh itu? Di mana ketiga cecunguk lainnya, cepatlah panggil pecundang-pecundang itu kemari!" tegasnya.

"Terima kasih kau telah mengenalku, lalu, siapa dirimu? Biovineky? Seorang mutan bison yang mengerikan. Ketangguhanmu layak dipuji, namun kau lupa satu hal ... kau tahu? Siapa yang engkau lawan saat ini? Kami adalah Sang Matador, tunggu saja kami akan mematahkan tanduk kepalamu yang penuh kesombongan itu!" Afanas menyeringai, perlahan Afanas mengayunkan tongkat sihirnya sambil mengucapkan mantra dengan suara berbisik.

Setelah Afanas mengucapkan mantranya, Biovineky terpental ke belakang, namun dengan tangkasnya Biovineky menghentikan tubuhnya yang terpental tersebut dengan menggoreskan gadanya ke tanah, setelah itu ia berdiri lagi, menyeringai lalu berkata, "Masih terlalu lemah!"

Pertarungan antara Afanas dan Biovineky pun dimulai keduanya cukup imbang, namun Afanas cukup kewalahan menahan pukulan keras dari Biovineky, tangkisan sihir Afanas memunculkan dentuman besar yang membuat tanah dan kerikil beterbangan, Afanas terus mengayunkan tongkat sihirnya begitu pun Biovineky, warna-warna indah keluar setiap kali Afanas melepaskan mantranya, tetapi semua serangannya dengan mudahnya ditangkis oleh Biovineky.

Pertarungan antara keduanya berlangsung sengit, mereka bertukar serangan demi serangan, area pertarungan mereka menjadi sangat kacau dengan bekas-bekas gada besar Biovineky, tanah-tanah berlubang cukup dalam dan lebar menjadi tanda kekuatan Biovineky.

Selama pertarungan Afanas kian terpojok hingga ia mendapati dirinya terimpit berbatuan tebing nan tinggi, Afanas kehabisan tenaganya, bahkan untuk melakukan satu serangan kecil sekalipun, Biovineky berteriak seraya mengambil ancang-ancang untuk mengayunkan gadanya menghancurkan Afanas. Afanas membelalakkan matanya menatap pemukul yang di ayunkan padanya, ia mencoba mengeluarkan mantra pelindung, namun nihil tenaganya benar-benar habis—lalu bogem itu kini hanya berjarak sekian cm darinya, Afanas memejamkan matanya sambil melindungi kepalanya dengan tangannya, di saat-saat terakhir dia mendengar gertakan antar senjata saat itu juga terdengar suara yang tak asing bagi Afanas, suara datar dengan kesan dingin.

"Kau baik-baik saja?" tanya sosok itu.